Ditinggal Sang kekasih begitu saja, membuat Fajar Rahardian Lee Wijaya pergi ke sebuah kota kecil untuk menenangkan diri dari rasa kecewa,terluka dan tentunya malu pada keluarga besar yang sudah melakukan segala persiapan pernikahannya.
Tapi tak di sangka, disana ia malah bertemu dengan seorang wanita yang membuat ia lupa niatnya untuk datang. Alih alih ingin tenang, Fajar justru kembali pulang membawa seorang Janda perawan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part #26
🍂🍂🍂🍂🍂🍂
MashaAllah dan Alhamdulillah untuk yang merespon baik bab 25 tentang apa sih itu TRAUMA? disini teteh cuma mau berbagi tentang apa yang kadang kita sendiri gak peka dengan keadaan sekeliling.. Di anggap berlebihan padahal nyatanya memang sesakit itu orang yang punya masa lalu pahit. Di sini satu cerita tapi yang baca alhamdulillah ratusan orang dengan isi kepala Berbeda-beda.. Ada yang di SKIP, ada yang harus jelas kenapa dan bagaimana, ada yang manut aja, atau justru di jadi kan ini satu pelajaran baru, itu hak kalian semua ya. Tapi sepanjang teteh nulis udah banyak pengalaman baca komen yang macam macam rupanya... Semoga satu kebaikan ini bisa jadi ladang pahala untuk kita semua karna sudah berbagi Aamiin...
# Happy Reading #
Hari terus berjalan dan semua nampak sama, Shena memang tak terlihat sakit saat ia ada di tempat yang aman dan bersama orang yang membuat nya nyaman, karna nyatanya yang bermasalah itu bukan fisik atau tubuhnya tapi mentalnya,
Ada satu kalimat " Tidak cerita, tidak berbagi tahu-tahu bunuh diri" Ya, semalang itu orang orang yang memiliki kisah pahit di masa lalu atau juga yang sedang memiliki tekanan bathin, dan akan salah dan fatal akibatnya jika lingkungan sekitar tak merangkulnya dengan baik, karna Si penderita hanya butuh telinga dan bahu sebab obat yang sesungguhnya adalah dari dirinya sendiri.
Dan Senandung adalah salah satu yang beruntung, ia jatuh pada keluarga yang hangat dan bisa menerima segala kurangnya karna lebihnya hanya kepolosanya saja. Hampir tiga bulan ia terus di dampingi serta bolak balik ke ahli terapi, kini semua berangsur baik, Shena bisa tidur malam dengan tenang hingga pagi tanpa bangun dengan kedua mata yang merah entah itu karna menangis atau justru karna tak tidur sama sekali.
Tapi semua tentu tak instan karna untuk membuat Shena terbuai mimpi ada tangan yang harus rela berkorban, rasa kesemutan kini bagai makanan sehari-hari bagi Fajar saat malam menjelang.
"Aku pulang ya, selamat malam dan teruslah bermimpi indah," bisik Fajar sambil perlahan melepaskan tangannya dari pipi kanan Shena.
Ya, telapak tangan Fajar memang sedang di jadikan bantalan satu sisi wajah cantik alaminya yang kini sedang mendengkur halus, sering ada rasa tak tega untuk meninggalkan tapi Fajar tak bisa berbuat lebih dari ini, sadar posisi dan status mereka yang tak halal untuk sekarang.
Eeeugh....
"Aa--," panggil Shena saat ia merasa ada pergerakan. Tapi, itu bukan berarti ia bangun ia hanya bergeliat dengan otak masih mengingat siapa orang yang terakhir ia lihat.
"Iya, Aa disini," jawab Fajar pelan jangan sampai jusetru membangunkan Shena.
Tapi, sepertinya malam ini Fajar menyerah, ia tidur dengan posisi duduk di lantai sedangkan wajahnya di tepi ranjang tak jauh dari Shena.
Dan saat beranjak pagi, Enin yang datang ke kamar Shena untuk mengecek keadaan gadis itu kaget saat tahu Sang cucu ternyata tak pulang, keduanya masih terlelap terbuai mimpi di bawah alam sadar mereka masing-masing.
"Ya ampun, kalau sudah waktunya nanti ingin sekali Enin meliat kalian berdua Sah, kasihan Shena dan sudah banyak juga yang di korbankan oleh Aa terutama waktu," tutur wanita baya itu penuh harap.
.
.
.
Di waktu yang sebentar lagi sarapan, Fajar keluar dari kamar yang jika ada dia tak pernah di tutup pintunya, ia mencium pipi Kiri Enin sembari berpamitan.
"Buru buru sekali?" tanya Abah yang memang sudah ada di kursi meja makan.
"Aku ada meeting pagi ini, Lilin gak bisa gantiin karena dia harus Cheu up," jawab Fajar.
"Gak sarapan dulu? Umma sudah buatkan nasi goreng ayam untukmu."
"Aa sarapan dan mandi di kantor saja, Aa titip Shena ya," jawabnya yang langsung pergi setelah mencium tangan pasangan baya itu dengan takzim secara bergantian.
Padahal, Shena tak pernah menyusahkan sama sekali, meski polos ia tahu caranya menempatkan diri, seperti mengikuti aturan dimana kini ia tinggal.
Dan baru saja Fajar pergi, kini bergantian gadis itu yang datang ke dapur yang merangkap ruang makan, saking lelapnya ia sampai bangun lewat dari biasanya.
"Baru aja Aa berangkat," ucap Enin, ia yang sudah menganggap Shena cucunya juga langsung mengusap rambut panjang yang tergerai sepinggang itu.
"Baru berangkat? kirain pulang malam," jawab Shena sedikit kaget juga.
"Dia tidur di kamarmu semalam dan baru pulang barusan," jelas Enin lagi, rona merah entah kenapa langsung terlihat di kedua pipi Shena sampai Abah dan Enin tak bisa untuk tidak ikut senang melihatnya.
"Untungnya Shena di bawa kemari ya, Sayang," ucap Abah sambil mencium tangan Sang istri yang begitu mendamba lahirnya buat hati dari rahimnya sendiri.
"Hem, begitulau Tuhan, ia tahu apa yang kita butuhkan."
Ketiganya pun sarapan seperti biasa sebelum ada saja yang akan mereka lakukan dengan aktifitas masing-masing, entah Abah dengan para Burung-burungnya atau juga Umma dan Shena yang sekedar mengobrol serta membuat cemilan, gadis malang itu memang harus ada yang di kerjakan untuk sebisa mungkin membuatnya melamun dan sendiri.
.
.
.
Kantor.
Fajar yang baru datang di sambut dengan senyum semanis mungkin dari Asisten pribadinya. Seorang wanita yang hanya dua tahun lebih muda, ia yang sudah bekerja selama 4 tahun tentu cukup lumayan dekat dengan bosnya itu.
"Maaf, apa aku mengganggumu tadi pagi?"
"Justru aku berterima kasih, karna jika kamu tak meneleponku mungkin aku masih mendengkur," jawab Fajar sambil terkekeh.
Masih sangat pagi untuk mereka bersikap se profesional mungkin sebagai Direktur dan Asisten pribadi.
"Mendengkur bersama Shena, begitu maksudmu, hem?" goda Niha, tanganya yang melipat di dada menambah kesan santai pada obrolan mereka.
"Menurut mu dengan siapa? bukankah hanya dia satu-satunya gadis yang ku ceritaka padamu? sudahlah, aku mau mandi dan tolong siapkan sarapan, aku lapar," titah Fajar, akan sulit baginya nanti untuk berkonsentrasi bekerja jika di malah di ingatkan Shena.
Fajar yang mandi dalam kamar pribadi di ruang kerjanya nampak segar saat air dingin dari atas kepala mengalir hingga kaki, apalagi tubuhnya yang sedikit pegal saat harus tidur dalam posisi duduk semalaman.
Ia yang sudah membersihkan diri tak lantas memakai baju yang memang ada di dalam lemari, kamar itu layaknya kamarnya di rumah utama maupun di rumah Enin.
Fajar yang entah kenapa malah merebahkan tubuhnya di tengah kasur dengan hanya memakai handuk sebatas pinggang.
Matanya yang terpejam langsung ada bayangan Shena, belum lagi suaranya saat memanggil dengan sebutan Aa, meski banyak yang begitu tapi rasanya nada yang di ucapkan Shena jauh berbeda di telinganya.
.
.
.
Ya Tuhan, loncat ke 21 hari kemudian bisa gak sih??