Bebas dan seenaknya adalah dua kata yang dapat mendeskripsikan seorang Dilon. Walaupun Dilon selalu membuat masalah di sekolah, tapi para murid perempuan tetap memuja karena ketampanan dan gaya cool nya.
Entahlah apa Olivia, si murid pindahan itu bisa dibilang beruntung atau malah musibah karena menjadi satu-satunya yang bisa membuat Dilon jatuh cinta kepadanya. Bisakah dua orang berbeda kepribadian itu bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menggoda Pacar
Mereka tidak langsung pulang, akan ngopi sebentar di sebuah Kafe ternama di Jakarta. Banyak anak muda juga sore ini yang sedang nongkrong, membuat suasana semakin ramai.
"Kamu ngerokok?" tanya Olivia melihat Dilon mengeluarkan sepuntung rokok dari saku jaketnya.
"Iya, tapi gak terlalu sering juga kok," jawab Dilon.
Olivia sih sebenarnya tidak terlalu terkejut mengetahui ini, toh Dilon kan memang pergaulannya cukup bebas. Ia juga tidak mau menahan, Dilon bilang tadi juga tidak sering.
"Biasanya berapa kali se hari?" tanya Olivia penasaran.
"Gak setiap hari, kalau lagi pengen aja," jawab Dilon. Saat merokok seperti itu, entah kenapa aura ke tampannya jadi semakin bertambah.
"Apa kalau lagi ada masalah juga kamu suka ngerokok?" Biasanya kan laki-laki katanya begitu, Olivia juga penasaran dengan jawaban Dilon.
"Kalau lagi ada masalah sudah pasti ngerokok," angguk Dilon mengakui.
"Jadi sekarang apa ada masalah?" Olivia menunggunya dengan sabar.
Dilon lalu mencubit pangkal hidung Olivia gemas, "Ada, dan masalahnya lo. Tadi lo udah buat gue cemburu, gue gak suka aja lo deket sama cowok lain, " jawabnya.
"Kamu berlebihan Dilon, aku dan Bagas kan cuman temen. Jangan posesif, aku gak suka," kata Olivia lalu meminum sedikit latte nya.
Pikirannya jadi kembali saat beberapa tahun lalu, pacar pertamanya juga waktu itu berubah jadi posesif sampai tidak membolehkan Olivia punya teman lelaki.
Olivia bisa kok menjaga batasan, Ia menganggap semua hanya teman. Rasanya pergerakannya jadi terbatas saja memiliki pacar yang posesif itu, makanya waktu itu tidak lama meminta berpisah.
"Bukannya cewek-cewek suka cowok yang posesif ya? Apalagi katanya kalau ganteng, " celetuk Dilon sambil mengepulkan asap rokok ke udara.
"Kamu terlalu sering baca novel kayanya," ledek Olivia lalu terkekeh kecil.
"Gue gak suka baca novel, tapi kalau novel dewasa baru suka," celetuk Dilon.
Kedua mata Olivia terbelak sebentar mendengar itu, Ia lalu melirik sekitar khawatir saja ada yang dengar. Dilon ini memang frontal sekali, kan tidak enak kalau di dengar yang lain.
"Lo juga suka nonton film dewasa kan?" tanya Dilon semakin menjadi-jadi.
"Ih apaan sih? Enggak tuh!" bantah Olivia.
"Gak bisa bohong, waktu itu aja lo ketahuan di kamar lagi nonton film dewasa. Cewek sama cowoknya ciuman di kol-hmmpp!"
Olivia segera membekap mulut Dilon dengan tangannya, sambil memelototi tajam memberi isyarat untuk berhenti bicara. Untung saja mereka duduk bersebelahan, jadi Olivia bisa bergerak cepat.
"Dilon ih jangan ngobrolin itu, malu tahu!" gerutu Olivia dengan suara berbisiknya.
Kalau sedang berdua saja tidak apa, masalahnya sekarang mereka sedang di tempat umum. Tetapi bukan berarti juga Olivia suka mengobrol tentang hal berbau dewasa begitu.
Dilon lalu menurunkan tangan Olivia di bibirnya, "Biarin, mereka juga pasti suka. Malahan pasti ada yang lebih parah pacarannya, kaya gak tau zaman sekarang aja," sahutnya.
"Ck sudah ah jangan ngobrolin itu lagi, nanti aku pulang nih!" ancam Olivia sambil mengerucutkan bibirnya pura-pura ngambek.
"Haha iya-iya sayang sorry deh, cup-cup jangan ngambek dong, nanti gue gigit nih," bujuk Dilon membujuknya dengan gaya sok imut.
Dan Olivia pun tidak bisa menahan senyumannya lagi mendengar itu, memang pria itu mudah sekali mengubah suasana. Mereka pun lanjut makan sambil mengalihkan obrolan.
Olivia terlihat yang lebih banyak cerita, sedangkan Dilon hanya diam memperhatikan nya dalam. Olivia ini memang ekstrovert, sedang Dilon introvert si pendengar yang baik.
Drrt!
Perhatian Dilon harus teralih saat mendengar deringan di ponselnya, Ia pun memutuskan mengangkat panggilan lebih dulu yang dari Vanessa. Mendengar suara tangisan di sana, membuat Dilon bingung.
"Kamu kenapa Vanessa? Kenapa nangis?" tanya Dilon, perasaannya jadi tidak enak.
Kernyitan terlihat di kening Olivia mendengar Dilon menyebut nama itu, Ia pun berusaha mendengarkan percakapan mereka dengan baik.
["Dilon hiks, Nenek!"]
"Nenek, Nenek kamu kenapa memangnya?"
["Nenek meninggal dunia, aku kehilangan dia Dilon hiks!"]
"Ya Tuhan," gumam Dilon merasa speechless sendiri.
Pria itu lalu bilang akan segera ke rumahnya, meminta Vanessa untuk tenang dahulu. Dilon pun segera mematikan panggilan itu, lalu menatap pacarnya.
"Lo mau pulang sekarang?" tanya Dilon.
"Emangnya kamu mau kemana? Tadi yang telepon Vanessa ya?" Olivia berusaha menunjukan ekspresi tenang nya, tanpa curiga.
"Iya dia ngasih tahu kalau Neneknya meninggal, aku harus susulin ke rumahnya," jawab Dilon.
"Ya sudah aku ikut, " kata Olivia cepat.
"Serius mau ikut?" tanya Dilon memastikan.
Olivia mengangguk yakin, karena jika membiarkan Dilon dengan Vanessa perasaannya akan tidak enak. Lebih baik Olivia perhatikan mereka langsung, agar bisa menjaga jarak juga.
Sepanjang perjalanan ke rumah Vanessa, Dilon hanya diam dan fokus menyetir. Olivia juga jadi sungkan bertanya, Ia tahu pria itu sekarang sedang merasa sedih.
Terlihat ada bendera kuning di depan gerbang sebuah rumah, saat keduanya masuk ada beberapa warga berpakaian hitam datang. Dilon segera menarik Olivia masuk ke rumah tingkat dua itu.
"Hiks Dilon!" panggil Vanessa, segera Ia berdiri dan berhambur memeluk pria itu.
Olivia yang melihat itu menggigit bibir bawahnya, berusaha menenangkan hatinya dan bersikap biasa saja. Olivia tahu Vanessa sedang sedih, jadi Dilon sebagai sahabatnya pasti butuh pendamping.
"Sabar ya Vanes, aku ikut berbela sungkawa atas meninggalnya Nenek kamu. Semoga dia di tempatkan di Surga," ucap Dilon mendoakan.
"Iya Dilon, makasih kamu sudah datang. Sekarang aku benar-benar butuh kamu, jangan pergi ya," pinta Vanessa dengan suara seraknya.
Dilon lalu melirik Olivia, tapi perempuan itu langsung membuang muka tidak mau Dilon melihat ekspresi kacaunya. Dilon menghela nafas pelan, lalu melepaskan pelukannya dengan Vanessa.
"Keluarga besar kamu sudah dihubungi kan?" tanya Dilon.
"Iya sudah, mereka sedang di jalan menuju ke sini. Sepertinya pemakaman Nenek akan besok saja, menunggu semua keluarga hadir," jawab Vanessa sambil sesekali terisak.
"Kamu yang sabar ya, tenangkan diri kamu. Jangan terlalu larut dalam kesedihan, kasihan Nenek kamu," bujuk Dilon.
"Iya," angguk Vanessa.
Vanessa melirik sekilas Olivia, kenapa perempuan itu harus ikut sih? Padahal sekarang rasanya Vanessa ingin berduaan terus dengan Dilon, karena hanya pria itu yang bisa membuat hatinya membaik.
"Vanessa, aku ikut berbela sungkawa atas Nenek kamu," ucap Olivia sambil menyapa.
"Hm," Hanya deheman saja yang Vanessa berikan.
Dengan santainya Vanessa menarik tangan Dilon untuk masuk ke dalam rumah. Awalnya Olivia pikir dirinya akan di abaikan, tapi ternyata Dilon menarik tangannya juga.
Olivia tersenyum tipis tidak bisa menahan senang, Ia yakin Dilon pun berusaha tidak mengabaikannya. Sekarang Olivia harus tahu situasi, jadi akan membiarkan dulu Vanessa itu dekat dengan Dilon.