“Namamu ada di daftar eksekusi,” suara berat Carter menggema di saluran komunikasi.
Aiden membeku, matanya terpaku pada layar yang menampilkan foto dirinya dengan tulisan besar: TARGET: TERMINATE.
“Ini lelucon, kan?” Aiden berbisik, tapi tangannya sudah menggenggam pistol di pinggangnya.
“Bukan, Aiden. Mereka tahu segalanya. Operasi ini… ini dirancang untuk menghabisimu.”
“Siapa dalangnya?” Aiden bertanya, napasnya berat.
Carter terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Seseorang yang kau percaya. Lebih baik kau lari sekarang.”
Aiden mendengar suara langkah mendekat dari lorong. Ia segera mematikan komunikasi, melangkah mundur ke bayangan, dan mengarahkan pistolnya ke pintu.
Siapa pengkhianat itu, dan apa yang akan Aiden lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Aksara Terseok
Aksara terengah-engah, tubuhnya hampir roboh setelah berlari sejauh itu. Luka di lengannya masih terasa perih, mengingatkan pada perjuangannya sebelumnya melawan para penjaga. Tapi ia tidak punya waktu untuk merenungkan rasa sakit itu. Di belakangnya, suara alarm masih menggema, tanda bahwa tempat ini sedang kacau.
Namun anehnya, Paulus tidak mengirim siapa pun untuk mengejarnya. Ada sesuatu yang terasa salah. Seolah-olah pria itu sengaja membiarkannya kabur. Pikiran itu membuat Aksara merasa semakin tidak nyaman, tapi ia menepisnya. Sekarang, yang penting adalah melarikan diri. Ia harus mencari jalan keluar dari pulau terkutuk ini.
Lorong-lorong panjang dan gelap kini terasa seperti labirin tanpa ujung. Aksara menggunakan sisa tenaganya untuk terus berlari, menyandarkan tubuhnya pada dinding saat kakinya hampir menyerah. Napasnya tersengal, setiap langkah terasa seperti beban besar, tapi ia tidak boleh berhenti.
"Aku harus keluar. Tidak peduli apa yang terjadi."
Pintu besi besar di ujung lorong tampak seperti harapan terakhir. Aksara meraih pegangan pintu itu, mendorongnya dengan sekuat tenaga. Pintu itu terbuka, memperlihatkan pemandangan malam yang kelam. Udara segar langsung menyergap wajahnya, memberikan sedikit kelegaan di tengah keputusasaannya.
Di kejauhan, ia bisa melihat hamparan laut yang luas. Ombak menghantam karang dengan suara yang menggelegar, mengingatkan bahwa ia masih di pulau terpencil ini. Di sisi lain, perahu kecil terikat pada dermaga kayu yang terlihat rapuh. Itu adalah satu-satunya cara untuk melarikan diri.
Namun, setiap langkah menuju dermaga terasa berat. Kakinya gemetar, tubuhnya seperti akan rubuh kapan saja. Bayangan orang tuanya di dalam tabung kaca terus menghantui pikirannya. Ia ingin kembali, ingin menyelamatkan mereka, tapi ia tahu itu tidak mungkin sekarang. Paulus akan siap menghadapi segala upaya perlawanan.
"Aku akan kembali untuk kalian. Aku bersumpah." pikir Aksara, menggenggam janji itu erat di dalam hatinya.
Ketika akhirnya ia mencapai perahu, tangannya yang gemetar mencoba melepaskan tali pengikatnya. Namun saat itu, ia mendengar suara langkah kaki mendekat dari arah gedung. Ia menoleh, jantungnya berdegup kencang.
Bayangan seorang pria muncul dari kegelapan. Paulus berdiri di sana, menatapnya dengan tatapan penuh kemenangan. Di sampingnya, dua penjaga bersenjata melangkah maju, tapi Paulus mengangkat tangan, menghentikan mereka.
“Kau benar-benar luar biasa, Aksara,” katanya dengan suara dingin. “Melihatmu berjuang seperti ini... sungguh menghibur.”
Aksara menggertakkan giginya, mencoba menahan kemarahan yang meluap-luap. “Apa yang kau inginkan dariku? Bukankah sudah cukup darah yang kau ambil?”
Paulus tersenyum tipis. “Cukup? Oh, Aksara, ini baru permulaan. Tapi aku akan membiarkanmu pergi malam ini. Karena aku tahu kau akan kembali. Cepat atau lambat.”
“Aku tidak akan pernah kembali ke tempat ini,” Aksara balas, suaranya penuh kebencian.
“Tentu saja kau akan kembali,” jawab Paulus santai. “Karena kau tidak akan bisa lari dari takdirmu. Kau akan menyadari bahwa semua ini... adalah bagian dari dirimu.”
Aksara tidak menjawab. Ia hanya memalingkan wajahnya, berusaha fokus pada perahu di depannya. Dengan sisa tenaga, ia melompat masuk ke dalam perahu dan mulai mengayuh dengan panik, mencoba menjauh sejauh mungkin dari pantai.
Paulus tidak bergerak. Ia hanya berdiri di sana, menatap Aksara yang semakin menjauh di tengah gelapnya malam. Sebuah senyuman tipis tersungging di wajahnya. “Sampai jumpa lagi, Aksara,” gumamnya pelan.
Di tengah laut yang bergelombang, Aksara terus mengayuh meskipun tubuhnya hampir menyerah. Udara dingin menusuk tulang, tapi ia tidak peduli. Ia harus pergi sejauh mungkin.
Namun, takdir berkata lain. Ombak besar tiba-tiba menghantam perahu kecil itu, membuatnya kehilangan keseimbangan. Aksara terjatuh, hampir terpental ke laut. Ia meraih tepian perahu dengan tangan yang gemetar, mencoba bertahan.
Kepalanya mulai terasa berat. Pandangannya perlahan menjadi kabur, tubuhnya kehilangan tenaga. Napasnya semakin pendek, dan akhirnya, ia terjatuh pingsan di dalam perahu kecil itu.
...
Ketika kesadaran mulai kembali, Aksara merasakan sesuatu yang aneh. Ia tidak lagi berada di perahu kecil itu. Sebaliknya, ia berada di atas tempat tidur keras dengan selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Bau antiseptik memenuhi udara, dan suara mesin medis terdengar samar di sekitarnya.
Ia membuka matanya perlahan, mencoba memahami di mana ia berada. Sebuah wajah asing muncul di atasnya—seorang pria tua dengan janggut putih panjang dan mata yang tajam.
“Ah, akhirnya kau sadar,” kata pria itu.
Aksara mencoba berbicara, tapi tenggorokannya terasa kering. “Di mana... aku?”
Pria itu tersenyum tipis. “Kau berada di tempat yang aman, untuk sekarang. Tapi kau harus segera bersiap. Mereka akan datang mencarimu.”
Aksara tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi ia tahu satu hal: ini belum berakhir.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hi semuanya, jangan lupa like dan komentarnya ya.
Terima kasih.