Tak sengaja menolong gadis dari tindakan pelecehan, membuat Benedict merasakan debaran tak biasa.
Diusianya hampir tiga puluh tahun, belum pernah merasakan namanya jatuh cinta yang sesungguhnya membuat logikanya tumpul seketika.
Hasrat ingin memiliki semakin besar setiap harinya, namun jabatannya sebagai CEO di negeri nan jauh, membuatnya dilema, apakah harus mengorbankan karirnya atau mengejar gadis pujaannya.
Manakah yang akan dipilih oleh seorang Benedict Johnson Wright?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh enam
Sudah empat hari ini, Benedict tidak datang ke cafe, entah mengapa apa yang terjadi pada lelaki itu, Ayudia tidak tau, dia tidak peduli.
Hari ini hari Sabtu, gadis itu masuk sif pagi, tadi pagi adik-adiknya sedang berkunjung ke rumah Samsul karena bude datang, rencana pernikahan yang harusnya terjadi pekan ini tentu saja dibatalkan, gadis itu sudah meminta maaf kepada budenya karena sudah terlanjur membeli tiket kereta begitu mendengar keponakannya akan menikah.
Rencananya sepulang bekerja, ia akan langsung ke Bekasi menuju rumah kakak sepupunya itu.
Tiga puluh menit sebelum waktu selesainya bekerja, Rama memanggilnya.
"Mas Rama, panggil Ayu?" Tanyanya setelah sebelumnya mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Sibuk nggak yu?"Tanya Rama yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan tangan yang sedang sibuk mengetik di keyboard laptopnya.
"Lagi senggang sih, kan bentar lagi balik mas,"jawabnya.
"Bisa minta tolong nggak Yu, gue lagi sibuk banget nih," ujarnya.
"Emang mas Rama minta tolong apa?"tanyanya.
"Bisa anterin bubur ke apartemen Ben nggak?" Ujarnya masih sibuk mengetik, bahkan laki-laki itu tidak menatap bawahannya itu.
"Kan bisa minta antar ojol mas,"
"Ojol nggak bisa naik ke unitnya Ben, dan karyawan sini nggak ada yang tau apartemen Ben, dan juga nggak punya akses masuk juga buat naik ke atas, tolong lah yu, dari pagi gue hectic banget, udah beberapa hari ini dia sakit, harus makan bubur, Oscar juga lagi seminar diluar kota, Alex lagi sama Nando ngurus pembangunan resort di Lombok, nggak ada yang bisa di mintai tolong selain lo,"ujarnya menjelaskan panjang lebar.
Dengan terpaksa Ayu mengangguk, "Lo bisa ambil bubur buat Ben di kitchen, terus ini buat naik ojek, makasih banget ya!" Ujarnya menyodorkan uang berwarna biru itu.
Setelah mengambil bubur untuk Benedict dan mengambil tasnya di ruang ganti, Ayudia keluar dari cafe, menumpang Ojek online yang sudah ia pesan.
Ayudia tiba didepan pintu unit Apartemen Benedict, ia memasukan beberapa digit angka, yang merupakan tanggal pertama kali mereka bertemu.
Apartemen gelap, sepertinya Benedict mengubah mode kaca terang menjadi gelap, Ayu menyalakan senter pada ponselnya, ia meletakan paper bag berisi bubur di dapur.
Ayudia menaiki tangga menuju lantai atas, terlihat siluet lelaki itu sedang tidur dengan selimut menutupi sampai lehernya, gadis itu memegang dahi Benedict, dan terasa panas.
Benedict yang sedang tidur merasa terganggu dengan cahaya yang menyorot matanya, ia mencoba membuka mata yang terasa berat, lelaki itu benar-benar sakit dua hari yang lalu, entah kenapa, mungkin saking stres nya didiamkan oleh gadisnya, niat hati ingin pura-pura, ternyata malah sakit betulan.
"Mas bangun, makan bubur dulu,"ucap Ayudia mencoba membangunkan lelaki itu.
Benedict mengernyitkan dahinya, Apa ini mimpi, ia seperti mendengar suara gadis yang ia cintai.
"Mas bangun, makan dulu sama minum obat, entar lanjut tidur lagi," ucap Ayudia masih mencoba membangunkan lelaki itu.
Benedict benar-benar membuka matanya, ini bukan mimpi gadisnya sedang menatapnya, ia menyentuh pipi gadisnya seakan meyakinkan bahwa dirinya tidak bermimpi, "ay kamu datang,"ucapnya lemah.
"Iya ini aku Ayu, Ayu anterin bubur dari mas Rama, sekarang kamu bangun dulu, makan lalu minum obat terus lanjut tidur lagi,"perintahnya. tak lupa gadis itu mengambil remote dan menyalakan lampu utama apartemen itu.
Benedict menuruti gadisnya, ia duduk bersandar di head board ranjangnya, sedangkan Ayudia mengambil bubur dan minum dibawah.
Dengan telaten Ayu menyuapi Benedict, yang sedari tadi menatapnya penuh kerinduan, awalnya lelaki itu menolak karena lidahnya terasa pahit, namun Ayudia dengan sabar memberi pengertian kepada lelaki dewasa itu, akhirnya hanya dalam beberapa menit, bubur habis tak bersisa.
Tak lupa Ayudia memberikan obat yang tersedia di atas meja kecil, "udah sekarang kamu tidur lagi," perintahnya lagi.
"Aku mau pipis dulu," ucapnya bangkit namun jalan lelaki itu sedikit sempoyongan.
Melihat hal itu, Ayu memegangi lengan lelaki itu, agar tidak terjatuh, "nanti kalau udah selesai, panggil aja, Ayu mau beresin kamar kamu dulu, kayaknya sprei kamu basah," ucapnya.
Ayudia kembali naik dan mengganti sarung bantal dan sprei kasur milik lelaki itu, tak lupa mengambilkan baju ganti untuk lelaki itu, serta membereskan wadah bekas bubur tadi.
Saat Ayudia turun, Benedict sedang duduk bersandar di sofa, "kok nggak panggil Ayu sih mas," ucapnya meletakan wadah bubur di wastafel.
"Aku udah panggil kok,"
"Tadi aku lagi beresin atas, mungkin aku nggak denger, kamu mending ganti baju, baju kamu basah tuh,"
"Lemes ay,"ujar lelaki itu manja.
"Tapi kalau nggak diganti nanti kamu tambah masuk angin, sini aku bantuin, ganti baju,"
"Lemes ay, kepala aku pusing banget ini,"keluhnya.
Ayudia menghela nafas, ia merasa sedang mengurusi si kembar, ia harus ekstra sabar menghadapi lelaki dewasa ini, "kamu mau tiduran disini atau di atas?"
"Pengen di atas tapi pusing banget,"
"Ya udah aku papah ya, pelan-pelan aja ya,"
Mau tak mau Benedict menurutinya, ia merangkul tubuh kurus gadisnya, dengan perlahan mereka menaiki tangga.
Belum sampai di kasur Ayudia yang sedari tadi memegangi baju ganti Benedict, menahan lelaki itu agar tidak tertidur, "kenapa sih ay, aku mau tiduran, kepala aku pusing banget," keluhnya.
"Ganti baju dulu," Ayudia langsung membuka kaos lelaki yang basah karena keringat, ia melap dada kotak-kotak milik Benedict dengan handuk kering yang ia ambil di lemari.
Ia memakaikan Hoodie milik lelaki itu, ia juga melepaskan celana training nya, lagi-lagi ia melap paha berotot milik lelaki itu, "mas bisa nggak kamu ganti bokser kamu sendiri?" Tanyanya ragu.
"Lemes ay, kamu bantu buka aja, kamu kan udah pernah liat," ujarnya tersenyum walau lemas,
Mau tak mau Ayudia melepas bokser lelaki itu, walau ia harus menatap langit-langit kamar itu, ia malu saat ini, dengan cepat ia Mengganti, namun saat menariknya ke atas, ia sedikit kesulitan, "mas bisa angkat bokong kamu nggak, bokser nya nggak bisa bener ini,"
Benedict terpaksa menaikan bokongnya, saat membetulkan bokser itu, tak sengaja Ayu menyenggol sesuatu yang terasa seperti belalai itu,
Benedict yang masih lemah, melotot kaget, ketika bagian sensitifnya ada yang menyentuh, "ay nanti aja, kalau udah sembuh ya,"
"Apaan sih kamu, nggak sengaja aku," ujarnya dengan wajah memerah, malu.
Terakhir ia memakaikan celana training yang baru pada lelaki itu, "sekarang kamu tidur lagi ya, biar cepat sembuh," ujarnya menyelimuti hingga sebatas dada bidang Benedict.
"Kamu mau kemana?" Tanyanya menahan tangan gadisnya.
"Aku mau beresin baju kotor kamu,"
"Tolong peluk aku, aku kedinginan," ujarnya memelas.
"Iya, nanti dulu setelah aku beresin baju kotor kamu dulu ya! Sekarang kamu tidur dulu, nanti aku nyusul ya!" Ujarnya.
Benedict melepaskan tangannya, ia memejamkan matanya, sedangkan Ayudia menaruh baju kotor lelaki itu di keranjang laundry.
bennnn