Siapa sangka niatnya merantau ke kota besar akan membuatnya bertemu dengan tunangan saudara kembarnya sendiri.
Dalam pandangan Adam, Emilia yang berdiri mematung seolah sedang merentangkan tangan memintanya untuk segera memeluknya.
"Aku datang untukmu, Adam."
Begitulah pendengaran Adam di saat Emilia berkata, "Tuan, apa Tuan baik-baik saja?".
Adam segera berdiri lalu mendekat ke arah Emilia. Bukan hanya berdiri bahkan ia sekarang malah memeluk Emilia dengan erat seolah melepas rasa rindu yang sangat menyiksanya.
Lalu bagaimana reaksi tunangan kembaran nya itu saat tau yang ia peluk adalah Emilia?
Bagaimana pula reaksi Emilia diperlakukan seperti itu oleh pria asing yang baru ia temui?
Ikuti terus kisah nya dalam novel "My Name is Emilia".
***
Hai semua 🤗
ini karya pertamaku di NT, dukung aku dengan baca terus kisah nya ya.
Thank you 🤗
ig : @tulisan.jiwaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hary As Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Kenangan Indah di Balkon
Emilia mendadak panik. Otaknya sudah berpikiran yang macam-macam. Apalagi saat dia ingat Adam pernah menciumnya dulu. Dia hendak kabur dari sana tapi Adam dengan cepat menarik tangan nya dan membawa nya masuk ke kamar.
Adam tetap menarik nya dan mengabaikan teriakan Emilia yang sibuk minta tolong. “Adam, lepaskan aku. Aku salah apa padamu? Tolong jangan macam-macam dengan ku, Adam. Lepaskaannn. Siapapun yang mendengarku..... tolong aku....” Begitu lah kira-kira teriakan Emilia.
Emilia sudah takut bukan main Adam akan bertindak macam-macam kepadanya. Tapi yang ia heran Adam terus menyeret nya melewati kamarnya yang luas itu hingga mereka sampai di balkon kamar Adam.
Sesampainya di balkon kamar Adam, teriakan nya mulai mereda. Pemandangan malam yang indah dari atas balkon mampu menghipnotisnya. Dari sana dia dapat melihat gemerlap lampu-lampu kota yang sangat indah, gedung-gedung pencakar langit yang tinggi, dan kendaraan yang masih berlalu lalang. Jangan lupakan kilauan bintang di langit yang luas membentang serta bulan yang berbentuk setengah lingkaran.
Emilia terkesima dengan pemandangan di depannya. Rambutnya terurai indah tertiup angin malam. Dirasakannya hangat di sekitar pundaknya, ternyata Adam memberi selimut putih berbahan wool di pundaknya agar dia tak kedinginan. “Udara disini dingin, pakailah ini agar kau tetap hangat.”
Emilia melihat ke samping tepat dimana Adam berdiri. Ia mengangguk sekilas lalu membetulkan selimut pemberian Adam agar tidak terjatuh dari pundaknya.
"Ternyata ini yang mau kau tunjukkan padaku?" tanya Emilia.
"Iya. Kau kan belum pernah melihatnya. Kau pikir apa yang akan aku tunjukkan sampai kau berteriak seperti tadi?" kata Adam balik bertanya.
"Hehehe tidak, tidak ada." jawab Emilia sambil menggaruk keningnya yang tidak gatal.
“Jadi, bagaimana? Kau suka? Pemandangan disini bagus kan?” tanya Adam lagi.
Emilia pun kembali mengangguk. “Iya. Disini sangat indah. Dari sini kita bisa melihat tiap sudut kota.”
Ternyata Adam ingin menunjukkan padanya pemandangan malam melalui balkon kamar nya. Dia sudah sempat berfikir tidak-tidak tadi.
“Emilia...” panggil Adam.
Adam mengarahkan Emilia agar melihat ke arah nya dengan kedua tangannya yang kini memegang lengan Emilia.
“Aku minta maaf atas sikap ku tadi. Aku terlalu khawatir berlebihan kepada mu sampai aku membentakmu. Aku janji tidak akan mengulangi nya lagi. Mulai sekarang kau bebas melakukan apapun yang kau mau.” Ucap Adam dengan lembut.
“Aku mengerti. Aku juga minta maaf kalau tadi terbawa emosi. Aku hanya tidak mau hidup dalam bayang-bayang orang lain. Aku ingin mandiri.” Kata Emilia dengan lembut juga.
“Iya, aku paham maksudmu. Setelah ini aku harap kita bisa berteman. Jangan bilang ini perpisahan. Sebaliknya aku anggap ini adalah permulaan. Permulaan kita untuk berteman. Kau setuju?”
“Hmmmm baiklah, aku setuju.” Emilia mengangguk dan tersenyum dengan sangat manis membuat Adam ikut menarik senyum di bibirnya.
Adam sangat senang Emilia mau menerimanya sebagai seorang teman. Ini adalah permulaan yang baik. Ia terus menatap wajah Emilia yang cantik alami itu. Senyum wanita ini, selalu berhasil membuat hatinya bergetar. Tanpa sadar ia mendekatkan wajahnya ke arah Emilia. Semakin lama semakin dekat hampir tak menyisakan jarak di antara mereka.
“Haaccciihhh!” Emilia mendadak bersin. Adam pun memundurkan wajahnya lagi.
Yahhhh, gagal. Batin Adam.
“Maaf. Disini agak dingin.” Kata Emilia seraya menggosok hidungnya.
“Tidak apa-apa. Ayo duduk disana. Aku bahkan sudah menyiapkan coklat panas untukmu. Kau harus segera meminumnya sebelum dingin.”
Adam menuntun Emilia duduk di kursi yang ada di balkon kamar nya. Ada 2 cangkir coklat panas disana dan ada beberapa cemilan juga di dalam wadah kaca. Sepertinya Adam sudah menyiapkan semua dengan matang.
“Hmmm enak.” Seru Emilia setelah meminum seteguk coklat panas nya.
“Pelan-pelan minum nya.” Kata Adam sambil membersihkan sisa coklat yang menempel di bibir Emilia dengan jarinya.
Emilia mematung saat mendapat perlakuan seperti itu dari Adam. Dilihat dari jarak sedekat ini, Adam jelas sangat tampan. Ah, bukan hanya tampan, memang nyaris sempurna.
Kenapa kau begitu baik padaku Adam? Kau tau, kau sudah berhasil membuat ini sebagai kenangan indah yang pernah aku rasakan. Gumam Emilia dalam hati.
Adam menatap Emilia dalam-dalam. Tatapan yang sulit diartikan oleh Emilia. Setelah malam ini, aku ingin seterusnya membuat kenangan indah yang lain denganmu, Emilia. Aku sendiri tidak paham dengan perasaanku. Yang aku tau, Tuhan pasti punya alasan tersendiri mempertemukan kau denganku. Batin Adam.
Malam pun berlanjut dengan obrolan mereka tentang satu sama lain. Sampai akhirnya rasa kantuk lah yang memisahkan. Mereka kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
nana naannananaa