NovelToon NovelToon
Adara'S Daily

Adara'S Daily

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Alunara Jingga

Tentang keseharian seorang gadis biasa dan teman-temannya. Tentang luka.
Tentang penantian panjang, asa dan rahasia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alunara Jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lepaskan, Ara!

Akhirnya setelah dua hari penuh drama, hari ini aku berada di pintu kedatangan domestik Bandara Internasional Lombok. Dapat ku lihat Mas Azis melambai heboh, tentu saja tingkahnya menjadi sorotan. Terburu aku menghampirinya, dan segera menyeretnya dari keramaian.

"Heboh bener, Pak Dokter. Udah macem mau nyambut artes aja," protesku yang ditanggapinya dengan cengiran khasnya.

"Abisnya udah kangen sih, mana bentar lagi bakal nikah, ga ada lagi yang bisa digandengin, dijajanin, digodain. Ga terasa ya, udah gede aja kamu, dek. Padahal dulu masih aku gendong," ujarnya.

Mas Azis memang dekat denganku, ia yang sedari kecil selalu bersamaku. Usia kami yang terpaut lima tahun tak membuat perbedaan besar, malah kami akrab layaknya adik dan kakak kandung.

"Kemarin aja disuruh cepet, giliran udah mau ngelangkah malah bilang gitu. Dibatalin aja nih?!"

"Ya jangan, kodok!! Di gebukin dua keluarga besar yang ada. Belum lagi bakal dibunuh Dwi. Maksudku tuh ya ga berasa aja gitu."

"Haha, iya, aku ngerti kok. Ayoklah pulang, aku ngantuk."

"Bisanya, ga tidur semalam?"

"Bukannya ga tidur tapi kurang. Ga bisa tidur aku tuh."

"Grogi lu? Hahaha." Tampaknya ia sangat puas tertawa, aku hanya mendelik.

Namun, kembali aku tak bisa memejamkan mata, aku mengetik pesan di grup dengan tiga anggota, Wulan dan Byan.

Adara

Lan, lo ada acara apa hari ini?

Wulan Okta

Ngga ada, kenapa?

Adara

Aku lagi otw rumah Ibu nih, ntar kesana ya.

Kamu juga By, kalo ga ada kegiatan, ajakin Rahma.

Wulan Okta

Serius? Oke, kabarin kalo udah sampe. Aku mao minta traktir karena kemarin lo ultah.

Byan Hadi.

Kamu inget pulang juga, bek? Ku kira alamat sama kata pulang itu udah musnah dari otakmu.

Adara

Huuu, pundung!! Aku ilang beneran juga kalian nyariin. Dahlah, ntar dateng aja sih! Jangan lupa ajakin Rahma!

Aku keluar dari ruang obrolan, mengabaikan spam pesan dan telpon dari makhluk hidup bernama Dwi. Hingga empat puluh lima menit kemudian akhirnya kami sampai. Aku melirik rumah di depan, tentu saja ku dapati ia dengan muka sumringahnya. Aku tertawa kecil ketika ia dipaksa masuk oleh Neesha, lagipula aku ingin tidur sebentar. Ku lihat jam dinding di kamar ini, pukul 13.42, masih banyak waktu untuk memejamkan mata sejenak. Setelah berkabar pada Wulan dan Byan, aku tertidur.

Ku dengar sayup suara cempreng khas Wulan, aku terjaga ketika ia melemparku dengan entah apa, memaksaku bangun. "Bangun, kebo! Bisa-bisanya ya kamu ga cerita!"

"Apaan sih?! Heboh bener ini peluit bocor! Cerita apaan?"

"Acara hari ini! Tau gitu tadi ku bawain baju satu set!"

"Ck. Udah sih, pake baju yang ada aja, yang penting ga telanjang ini," ucapku dan lanjut memejamkan mata.

"Heh Juleha! Bangun! Aku udah telpon Lala buat anterin baju buat kamu. Aku bilang bangun!" Dengan sepenuh hati ia menarik lenganku hingga aku terguling ke lantai, beruntung aku tidur di kasur lantai. Bar-bar fii sabilillah memang jalan ninjanya.

"Heh, kamu kira-kira dong ah! Untung di kasur lantai ini, kalo di ranjang bakal batal acaraku hari ini. Lagian kamu punya tenaga makin wow aja sih sementang lebih bohay."

"Karena aku tahu ini kasur lantai, makanya ku seret. Iye aku bohay, biar lakiku makin puas."

"Bangke! Ga usah kamu ceritain juga, ga mau tahu gue. Ih, kamu mau ngapain sih?!" dia tampak tak menyerah untuk menyeretku.

"Mandi! Kamu kalo tidur lagi bakal ku siram! Mumpung masih hidup, mandi sendiri! Besok kalo udah Innalillah baru dimandiin! Atau mau dimandiin Bang Dwi?!"

Aku menabok mulutnya dengan gemas. "Adoh ... Sakit Adara!!"

"Salah sendiri! Bar-bar kok di pelihara! Emang yaaa lidah tanpa tulang ini."

"Udah, kalian berdua sama bar-barnya, udah sih, Ra. Nurut aja, mandi gih!" Lerai Byan yang tak ku ketahui sejak kapan ada di disana.

"Ck, baru jam segini juga. Yaudah ini aku mandi! Jangan di gedor! Aku sabunin kamu kalo ribut lagi!" ancamku.

Aku melenggang santai menuju kamar mandi dibawah pelototan ibu peri bernama Wulan Oktavia Nanda. Ku percepat ritual mandiku, enggan di teriaki lagi. Segera setelah mandi, Wulan memberiku sebuah gamis berwarna peach dengan kombinasi brokat dan satin. Tak banyak protes, aku mengenakannya, karena saat hendak membuka suara untuk protes, mata Wulan dan Rahma membola, tanda tak menerima penolakan.

Usai sholat Ashar, pasrah, hanya itu yang bisa ku lakukan saat melihat Mbak Neni masuk membawa peralatan tempurnya.

"Mbak, aku ga nikah, cuma pertemuan keluarga doang ini, gausah di make up sih," protesku.

"Ini namanya lamaran, sayangnya Dwi! Udeh diem bae kamu tuh! Ribet bener sih. Diem ku bilang! Ini nih, cewek tapi kelakuan udah kaya preman terminal, padahal lho kakaknya punya salon and spa, mbok ya mashok sekali dua kali gitu lho, Ra! Ayo Mbak, mulai aja."

"Ga laki, ga bini, hobi banget ngerap. Moga anakmu besok kaya aku, Lan, lemah lembut."

"Ga ngaca si kambing!" sahutnya pendek.

Aku tak menjawab, panjang urusan jika saling menjawab. Mbak Neni sudah mulai memasang wajah datar, alamat kena semprot jika diteruskan.

"Jangan tebel-tebel to mbak, aku ngerasa jadi badut ini."

"Diem dulu sih! Ngga tebel, ini udah make yang flawless Ara!" Mbakku itu tampak mulai gregetan. Aku memilih diam saja, aku memang tak pernah memakai make up, wisudaku dulu pun, aku hanya memakai bedak dan lipgloss, aku kabur dari rumah saat tahu akan di dandani. Untuk kali ini, tak ada kesempatan kabur. Tiga puluh menit kemudian, aku sudah selesai di oprek.

"Gerah ih, ini hijabnya lilit lilit gini udah berasa telur gulung kepalaku, besok jangan yang begini ya, yang biasa aja, nutupin dada. Ini bisa dirubah ga?" pintaku.

"Bisa, tinggal tambah layer hijabnya, bentar " Mbak Neni mengerti, tampak ia tengah mencari hijab untuk menutup dadaku.

"Sahabatku udah banyak berubah, sekarang pakaiannya udah tertutup, mana bakal jadi istri, moga ga kesurupan medusa lagi," ujar Wulan memelukku, aku mendengkus, kenapa harus ada medusa diantara kita.

"Iya ih, akhirnya mereka saling menemukan ya. Sekeras apapun buat nolak, takdir itu ga akan pernah salah alamat," sambung Rahma.

"Sekarang udah pada pinter ya ngomongnya, ku tinggal bentar jadi cerdas banget."

"Sebentar apaan?! setengah taun gitu. Suamiku sampe mau ngundurin acara nikahan kami gara-gara spaneng nyariin ni biji toge satu. Besok jangan aneh-aneh kamu, ku bikin ayam geprek sampe kamu bikin heboh lagi! Jangan banyak mikir, otakmu aja udah males mikir kamu paksain, jadi nge-hang kan?! Untung Bang Dwi sabar banget, setia sama kamu yang ga jelas juntrungannya," omel Rahma.

"Iyaa, aku udah bangun ini dari pingsan. Ga bakal aneh-aneh lagi," ucapku sembari meringis. Terdengar bunyi pesan masuk di ponselku, ternyata Mas Dwi.

Firdaus Dwi

Mas dah mau berangkat nih, see you soon, love❤️

Adara

Tinggal nyebrang lima meter juga nyampe, mas. Pake ngomong.

Firdaus Dwi

Ck, biar berasa, Yang.

Adara

Dih, oiya, alien empat udah dikasi tau? Takut mereka menginvasi bumi kalo ga dikasi tahu.

Firdaus Dwi

Udah, ini mereka lagi ngomel, ntar lah ceritanya. Tunggu yak😘

Aku tak membalas, namun rasanya campur aduk, rasa bahagia, haru, dan sedih. Bagaimana mungkin aku tak sedih? Mama yang paling semangat mendoakan agar jodohku kelak adalah Mas Dwi malah tak ada disini. Pun Rindu, yang selalu memintaku untuk mencari arti seorang Firdaus Dwi bagi Adara Eka Mentari. Aku merindukan mereka.

Aku mencoba tenang di tengah gugupku, Wulan dan Rahma mendampingiku yang bahkan untuk bernafas saja rasanya seperti mengganjal.

"Selow, Ra, ngga ada yang nyuruh kamu pergi perang ini." Wulan dan bon cabenya.

"Aku mules," ucapku.

"Jangan gugup sih, biar ga mules, di pakein diapers aja nih kalo ga bisa tenang?!" Rahma seperti ingin balas dendam, dulu ketika lamarannya dengan Byan aku meledeknya habis-habisan ditengah gugupnya.

"Dahlah, yok keluar, udah dipanggil tuh," lerai Mba Neni.

Kami keluar menuju ruang tengah, tampak ramai. Di sudut sana dapat ku lihat sosok Ayah yang entah sejak kapan ada disini. Dapat pula ku lihat Bunda Nadia dan Ayah Zahid Rahadian yang tengah mengapit lelaki berkemeja biru langit, dia bintangku, Mas Dwiku. Pandangan kami bertemu, ku rasakan wajahku memanas, malu, aku malu menjadi pusat perhatian sore ini.

"Ainun, yaa Akhii! Sabarrr!" Terdengar suara yang amat ku kenali berceletuk riang yang disusul tawa seisi ruangan.

'Mbek, emang si Amri nih.'

Acara berlangsung lancar tanpa halangan berarti. Setelah perdebatan dan adu argumen, diputuskan bahwa Akad akan di adakan dua minggu setelah hari ini. Ternyata Mas Dwi memang nekat, ia membawa ide konyolnya di tengah forum, ia ingin akad diadakan terlebih dahulu kemudian resepsi beberapa hari kemudian, tentunya dengan bantuan bunda. Di sepakati bahwa untuk akad hanya mengundang keluarga dan tetangga, resepsi akan diadakan tiga hari setelah akad.

Usai pertemuan, tampak empat lelaki yang telah lama ku abaikan mendekat.

"Aciecieee jadi juga kapel grup kita." Ryan tersenyum jenaka.

"Ga ngomong dari awal sih, cuma disuruh dateng ke rumah si Daus, katanya urgent, udah mah ga pulang mandi, baju juga masih bau keringat. Untung keringet gue wangi," omel Ian yang segera ditimpuk Amri. Heran sih, ini anak satu masih emosian aja.

"Kamu juga, tau-tau ilang, tau-tau nongol, udah macem jelangkung. Balik juga tau-tau lamaran aja. Hampir kemarin ku jodohin si Dwi sama adekku," ujar Amri.

"Eiyyy, kaya mau aja si Firdaus. Ini baru ketemu udah gas aja. Kebelet nikah tuh kayanya." Wulan menimpali.

"Bukan kebelet aja sih, takut ditinggal lagi tuh tepatnya. Kalo udah diiket gitu kan ga bakal ditinggal tinggal kaya kemarin." Rahma menambahi.

"Yang ku tahu, si Firdaus udah lama nyiapin semuanya, tapi ya gitu, lambat. Padahal nih ya, udah siap semua, cincin lamaran ada, rumah siap, dan kalian tahu? Itu rubicon atas nama dia." Tunjuk Ryan pada mobil di depan sana, sedang aku mengerutkan dahi, 'mana kutahu',

"Urusan dealer sama BPKB tanya sama calon kapolres kita." Amri mendengus mendengar Ryan yang menyebutnya calon kapolres.

"Emang kamu ga ngerasa aneh waktu Firdaus pinjem KTP sama suruh kamu tanda tangan berkas?" tanya Amri padaku

Aku berpikir, mengingat kapan kejadian itu. Aku ingat sekarang, dulu Mas Dwi pernah meminjam KTP dan menyuruhku tanda tangan diatas berkas dan buku kecil. Aku yang saat itu tengah sibuk membuat pola menurutinya tanpa bertanya lebih lanjut, saat aku bertanya untuk apa, dia hanya bilang 'Buat daftar pinjol, dek. Mas mau minjem duit.' Aku iyakan saja, karena tahu, dia takkan melakukan itu. Dan sekarang ku sadari, saat itu bertepatan dengan datangnya mobil yang dimaksud Ryan.

"Mana tahu aku tuh, dia cuma bilang buat daftar pinjol. Aku iyain, aku tahu dia ga bakal aneh-aneh, dia kan paling waras diantara kalian," jawabku.

"Ckck, bucin bener, untung jodoh. Kalo nggak?! Apa ngga bakal nangis darah dia? Udah mah ditinggal nikah, mobil sama rumah ambles." Aku menatap datar pada Ian.

"Kalo ngga jodoh ya tinggal balik nama aja sih, bab." Aku menoyor Ian.

"Definisi jodoh tak kemana tuh gini," timpal Ryan.

"Iye, jodoh ga kemana, tikungan dimana-mana," seru Ojik.

"Ribut bener toa masjid!! Gelud sini gelud!" aku mengacungkan kepalan tanganku pada mereka.

"Dih, casing Okky Setiana Dewi, kelakuan masih macem reog bae!" cibir Ojik.

"Tauk nih, anggun dikit kek, bar-barnya mendarah daging hingga sum-sum tulang belakang," sambung Amri.

"Daripada kalian, ngeselinnya menjiwai hingga ke ruh!" sahutku cuek.

"Ra, ada yang nyari". Byan menepuk bahuku pelan seraya mengerling ke arah belakang, ah, ayah. Byan tampak tersenyum dan mengangguk untuk menguatkan, seolah berkata 'Tak apa, ada aku sama yang lain'.

Aku menghampiri Ayah, canggung. Tak ada yang membuka suara, hingga akhirnya aku mengalah. "Ada apa, Yah?"

"Anak Ayah sudah dewasa, bentar lagi tanggung jawab ayah pindah ke Mas Uwik," ujarnya dengan mata berkaca, ah, Ayah masih ingat nama panggilanku ke Mas Dwi rupanya.

"Hmm, tapi Yah, bukannya tanggung jawab Ayah memang sudah lama pindah ke Mas Azis? Tanggung jawab yang mana yang Ayah maksud? Ayah cuma berkontribusi menghadirkan Aya di dunia ini, untuk tanggung jawab nafkah, kasih sayang, edukasi, itu sudah berakhir sejak Aya kelas XI SMA. Setelah itu, semuanya pindah ke pundak Mas Azis, ditengah sibuknya ia sebagai mahasiswa, dia berusaha untuk selalu ada sebagai kakak dan ayah buat Aya."

"Dan untuk Mas Uwik, ini bukan pindah tanggung jawab Aya rasa, karena dari dulu Mas Uwik selalu bertanggung jawab untuk bikin hidup Aya ga kekurangan apapun, ini nggak sekedar pindah tanggung jawab, ini bentuk tanggung jawab Mas Uwik untuk memberikan kasih sayangnya biar halal di hadapan Allah, sah dimata hukum dan negara," tuturku panjang lebar, dadaku sesak oleh rasa yang aku sendiri tak tahu rasa apa.

"Maafin Ayah, Aya. Maafin Ayah." Ayah tersedu di hadapanku, hatiku bertambah sesak demi melihat tangis cinta pertama bagi seorang anak perempuan.

Dulu, pernah ku sematkan itu padanya, pada dia yang ku panggil Ayah, pada dia yang merengkuhku saat aku terjatuh dan berdarah, pada lelaki yang terlihat semakin kuyu di masa tuanya ini. Ku pandangi dengan seksama wajah Ayah, gurat senja terlihat jelas, rambut yang telah banyak memutih, garis halus menghiasi wajahnya, dan tubuh tegap berisinya kini tinggal tulang berbalut kulit. Air mataku mengalir tanpa bisa ku tahan.

"Ayah, Aya boleh peluk Ayah? Sekali aja, ga apa-apa cuma sebentar, Aya ... Aya kangen Ayah."

Ayah mengangguk, segera aku menghambur ke pelukannya. Tak bisa ku pungkiri, sekeras apapun aku berusaha mengenyahkan rindu ini, ia pasti menginginkan penuntasan pada sang empu rindu. Air mataku menderas, begitu pun isak Ayah.

'Lepaskan semuanya, Ara! Biarkan terlepas segala belenggu rasamu'

...__...

1
Anjan
gitu dong, ngaku!
Anjan
Slice of life nya dapat banget, humornya juga dapet. Semangat, Kakak author!
Anjan
enteng kali si jule
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!