"Ketika cinta dan kesetiaan diuji oleh kebenaran dan darah, hanya hati yang tahu siapa yang benar-benar layak dicintai." - Kenzie William Franklyn.
•••
Vanellye Arch Equeenza, atau Ellyenza. Perempuan nakal dengan masa lalu kelam, hidup dalam keluarga Parvyez yang penuh konflik. Tanpa mengetahui dirinya bukan anak kandung, Ellyenza dijodohkan dengan Kenzie, ketua OSIS yang juga memimpin geng "The Sovereign Four." Saat rahasia masa lalunya terungkap—bahwa ia sebenarnya anak dari Sweetly, sahabat yang dikhianati ibunya, Stella—Ellyenza harus menghadapi kenyataan pahit tentang jati dirinya. Cinta, dendam, dan pengkhianatan beradu, saat Ellyenza berjuang memilih antara masa lalu yang penuh luka dan masa depan yang tidak pasti.
Akan seperti apakah cerita ini berakhir? mari nantikan terus kelanjutan untuk kisah Kenzie dan Ellyenza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meka Gethrieen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZIELL - 20 Fakta 2
..."Semua wajib bahagia, entah di bahagiakan, atau membahagiakan."...
...- Vanellye Arch Equeenza -...
...•••...
Kenzie membuka kedua matanya. Seluruh yang ia lihat hanyalah berwarna putih. Perasaannya tak karuan, merasa bingung sekaligus was-was.
Dirinya tidak mengerti dengan keadaannya yang sedang berada di mana sekarang. Benar-benar tidak ada pemandangan apa pun selain warna putih.
Mungkinkah.. ia bermimpi?
Tapi mimpi apa kali ini? Mengapa terasa berbeda dengan mimpi yang pernah ia alami sebelumnya?
Tenggelam dalam fikiran, Kenzie tidak sadar ada sosok yang kini sedang berdiri dibelakangnya.
Menatapnya cukup lama, lalu menyentuh bahunya.
Kenzie tersentak, ia buru-buru membalikkan badan untuk melihat siapa yang menepuk pundaknya. Cukup terkejut, ia bersuara, "Ell.. Ellyenza?"
Oh, tidak.
Sosok yang kini sedang berdiri di depannya itu bukanlah kekasihnya. Melainkan..
Sosok yang pernah ia jumpai sebelumnya.
Sosok itu yang pernah ia lihat sekali dalam mimpinya yang telah lama.
Kenzie ingat dengan jelas, setelah ia menemukan foto keluarganya dengan tak sengaja, ia melihat sebuah foto wanita dan kemudian memimpikannya.
Dirinya fikir, mimpi itu hanyalah sebuah bunga tidur. Karena dalam mimpinya saat itu, sosok wanita tersebut hanya memandangnya cukup lama lalu pergi dan menghilang begitu saja.
Tapi kini.. ia bertemu kembali dengan sosok itu. Hanya saja, sosok tersebut menatapnya dengan penuh arti dan tersenyum lembut ke arahnya.
Kenzie mematung.
Sosok itu mengelus pelan wajahnya. Tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Hanya mengelus pelan, tersenyum lembut dan menatapnya dengan perasaan yang tak Kenzie mengerti.
"S-siapa..?!" Akhirnya kata itu keluar dari mulutnya.
Tapi sosok itu tidak menjawab, senyumnya justru semakin melebar.
Pergerakannya terhenti.
Sosok itu menggerakkan tangannya, membentuk sebuah kalimat dengan bahasa isyarat. Seperti mengatakan, "Jangan takut."
Kenzie memahami dan menunggu kalimat selanjutnya. Lalu sosok itu menggerakan tangannya kembali, dan membentuk kalimat lagi seperti, "Terima kasih dan maaf."
Terima kasih? Maaf?
"Untuk apa?" Tanyanya tak mengerti.
Tapi hanya sebuah senyuman yang Kenzie dapatkan sebagai jawaban.
Setelah dilihat dengan dekat, wajah sosok itu tidak benar-benar begitu mirip dengan Ellyenza. Sosok itu cenderung kelihatan lebih manis dari pada garis wajah Ellyenza yang tetlihat lebih tajam.
"Aku berterima kasih padamu, dan maaf untuk putriku."
Putriku..
Putriku..
"Pu-"
"Tolong jangan biarkan."
Baru saja Kenzie ingin bertanya, namun sosok itu sudah lebih dulu menyela dan memberikan sebuah kalimat yang tidak dapat ia pahami sama sekali maksudnya.
Kenzie terdiam.
Tatapan matanya terkunci oleh sirat akan harapan dan permohonan yang terpancar dari pandangan sosok tersebut.
Lama dengan fikiran bercabang, ia tidak sadar kalau sosok itu sudah berbalik arah dan melangkah jauh hingga akhirnya menghilang dari pandangannya.
...•••...
"Ken? Kenzie!"
Kenzie tersentak bangun oleh guncangan dan panggilan tersebut.
Rupanya itu adalah Ellyenza. Tapi.. mengapa wajah perempuan itu memerah?
Kenzie bangun, tubuhnya bersandar pada kepala ranjang. Bersamaan dengan Ellyenza yang juga terduduk disebelahnya.
Kenzie meraih wajah itu. Dilihatnya wajah kepanikan dengan sisa air mata yang masih menempel dikedua pipinya tersebut.
"Kamu kenapa nangis?" Tanya Kenzie khawatir.
Ia tidak tahu dan tidak mengerti apa penyebab Ellyenza menangis seperti itu. Tapi yang didapatkannya justru tangisan memilukan yang terdengar menyakitkan dihatinya.
Kenzie menangkup wajahnya, mencium kening Ellyenza cukup lama.
"Kenzie, lo.. lo, hiks.." tangisnya pecah dan memeluk tubuh lelaki itu.
"Hei, kenapa? Hm? Coba sini cerita." Ujarnya rendah, mencoba menenangkan.
"Kenzie! Lo.. hiks, barusan.. barusan gua liat lo gak gerak-gerak. Terus.. terus, gua coba ngecek nafas lo." Ujarnya disela-sela isak tangisan. Menjedanya, lalu melanjutkan, "Terus pas gua cek, hiks.. nafas lo gak ada Ken!!"
Kenzie membeku.
Nafasnya.. tidak ada?
Tapi dia..
"Ken-"
"Ssst! Udah, tadi saya cuma ketemu sama mama kamu." Potong Kenzie cepat yang membuat perempuan itu segera mendongakkan kepalanya dengan wajah sembab dan mata yang terlihat sedikit membengkak.
Ellyenza melepaskan pelukannya, menatap marah kearah Kenzie dan bersiap meledak, "Kenzie! Gak lucu! Lo..! Arghhh!!" Frustasinya dan menjambak rambut lelaki itu.
Kenzie mengaduh kesakitan dan berfikir sepertinya ia telah salah bicara.
"Aduh! Ell.. Ell, saya-" ringisnya kesakitan, kala tarikan dirambutnya itu semakin ditarik kencang.
"Lagian lo kalo ngomong suka sembarangan! Mana ada ketemu mama?! Yang ada nyokap gue lagi di rumah sekarang!!"
Tapi ia tidak salah..
...•••...
"Mau pergi hari ini?" Tanya Ellyenza. Ia menyerahkan kembali helm itu kepada pemiliknya.
Kenzie menganggukan kepalanya sebagai balasan dan menerima helm tersebut. Keduanya kini tengah berada di halaman luas mansion keluarga Parvyez.
Ya! Kenzie mengantarkannya kembali setelah semalaman penuh menemani dan merawat dirinya di apartemen.
Tangan kiri Kenzie terangkat mengenggam sebelah tangan Ellyenza. Menariknya untuk mendekat, dan meraih pinggang ramping itu untuk dipeluknya cukup lama.
Seseorang memperhatikan sejak keduanya telah tiba di halaman luas mansion tersebut.
Menatap pemandangan itu dengan raut wajah kesedihan yang terpancar dan kedua tangan yang mengepal kuat.
Ia terkejut ketika ada yang menepuk pundaknya. Reflek membalikkan badan dengan wajah yang menunduk gugup.
Ternyata yang memergoki itu adalah ibunya. Malu sekaligus khawatir, takut sang ibu akan langsung mulai tidak menyukainya.
"Ma-mama." Ucapnya tergagap. Ia meremas ujung bajunya gugup.
Sang ibu menyadari, dan tersenyum manis seraya mengusap lembut kepala putrinya.
"Kara suka laki-laki itu?" Tanya wanita paruh baya tersebut to the point.
Kedua bola mata gadis itu melebar, ia menatap tak percaya pada kalimat pertanyaan tersebut.
"M-ma.. Kara-"
"Ssst! Mama tahu kok, Kara suka laki-laki itu, kan?" Selanya cepat.
Wajah Kara kembali tertunduk. Gadis itu tidak berani berbohong dan tidak ingin menepisnya. Tetapi juga tidak akan mengakuinya secara terang-terangan.
"Gak apa-apa, gak usah malu."
Gadis itu menatap tak percaya pada perkataan ibunya. Ia berkata, "T-tapi ma, dia.." ucapnya sengaja menggantungkan.
Dirinya tidak tahu harus bagaimana menjabarkannya dengan benar.
"Kamu gak perlu takut. Ellyenza mungkin pacarnya, tapi kamu yang akan menjadi istrinya."
Kara tersentak.
Bagaimana bisa?
Ibunya..
"Ma..!" Seru Kara rendah.
Wanita paruh baya itu hanya terkekeh pelan, menanggapinya dengan santai. Seolah semuanya sudah ada dalam rencananya.
"Ma..?!"
"Bagian mana yang mau Kara tahu?"
Kara meremas ujung bajunya lebih kuat dari sebelumnya.
"Ellyenza adikku ma. Kembaran Kara!" Marahnya, namun masih terlihat dalam batas wajar.
Wanita paruh baya itu tertawa pelan.
Anaknya?! Kembarannya?!
Lucu sekali.
"Dia memang adik kamu, Kara. Tapi dia bukan kembaran kamu." Ungkapnya dengan sorot mata yang menajam.
Kara tercengang, terkejut atas apa yang baru saja didengarnya.
"....."
"Dia bukan kembaran kamu tapi juga anak mama, karena kami tak sedarah."
" ... Lalu dia, apa Ellyenza.."
"Dia bukan anak kandung mama dan papa. Menurut Kara, mengapa kami tidak terlalu menyayanginya jika dia memang benar anak papa dan mama?"
"....."
"Dia anak pelacur itu. Sudah sangat baik bagi kami untuk merawat dan mengangkatnya menjadi seorang anak dalam keluarga ini."
"Itu berarti.. Ell memang bukan salah satu anak kandung dari kalian?"
Prang!
...To be continue...