Buku ini adalah lanjutan dari buku Tabib Kelana.
Menceritakan perjalanan hidup Mumu yang mengabadikan hidupnya untuk menolong sesama dengan ilmu pengobatannya yang unik.
Setelah menikah dengan Erna akan kah rumah tangga mereka akan bahagia tanpa ada onak dan duri dalam membangun mahligai rumah tangga?
Bagai mana dengan Wulan? Apa kah dia tetap akan menjauh dari Mumu?
Bagai mana dengan kehadiran Purnama? Akan kah dia mempengaruhi kehidupan rumah tangga Mumu.
Banyak orang yang tidak senang dengan Mumu karena dia suka menolong orang lain baik menggunakan ilmu pengobatannya atau menggunakan tinjunya.
Mumu sering diserang baik secara langsung mau pun tidak langsung. Baik menggunakan fisik, jabatan dan kekuasaan mau pun melalui serangan ilmu yang tak kasat mata.
Akan kah hal tersebut membuat Mumu berputus asa dalam menolong orang yang membutuhkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasakan Sesuatu
Setelah memberikan keterangan sebagai saksi di kantor polisi, Mumu merasa lega.
Ia berencana untuk langsung pulang ke Selat Panjang.
"Bapak benar-benar tak apa-apa kan?" Mumu masih prihatin dengan Pak Rendra. Nampaknya dia belum benar-benar bisa menghilangkan rasa traumanya akibat kejadian tadi.
"Iya, saya tidak apa-apa, Mumu. Jika sudah istirahat yang cukup nanti, kondisi saya akan baik-baik saja."
Dalam pada itu di Jogja, Imelda sedang berjalan menuju mobilnya setelah pertemuan dengan klien papanya.
Malam sudah jatuh, dan jalanan kota mulai sepi. Sambil meraih kunci mobil di dalam tas, tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang aneh. Nalurinya membuatnya menoleh ke belakang.
Di ujung jalan, samar-samar, dia melihat seorang pria berdiri di bawah lampu jalan yang redup. Wajahnya tidak jelas terlihat, namun postur tubuh dan siluetnya sangat familiar.
Mumu?
Jantung Imelda berdegup lebih kencang. Itu tidak mungkin. Tidak mungkin Mumu ada di Jogja.
Terakhir kali mereka bicara via telpon, dia tahu Mumu berada di Selat Panjang.
Tapi mengapa sosok pria itu begitu mirip? Imelda menggelengkan kepalanya, mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanya ilusi, permainan cahaya dan bayangan.
Namun, rasa penasaran terus menggerogotinya.
'Tidak, tidak mungkin.' Gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada siapa pun di sekitarnya.
Dia mencoba mengabaikan firasat aneh itu dan masuk ke dalam mobil.
Namun, selama perjalanan pulang, bayangan pria yang dilihatnya terus menghantui pikirannya.
Pikiran-pikiran liar mulai berkecamuk. Apakah mungkin Mumu sedang berada di Jogja?
Sesampainya di rumah, Imelda meraih handphonenya dan mencari nomor kontak Mumu.
Saat panggilan hampir berhasil, Imelda segera membatalkannya.
'Apa halnya untuk mencari tahu tentang keberadaan Mumu?' Mereka tidak mempunyai hubungan apa-apa.
...****************...
Mumu melangkah dengan pelan menuju kamar tempat Erna beristirahat.
Di dalam kamar, Bu Yenny menunggu sambil duduk dengan wajah yang lelah namun penuh harap.
Suaminya sudah dua minggu berada di luar kota, belum bisa pulang.
Wanita paruh baya itu membantu menjaga Erna dan memastikan bahwa anaknya mendapatkan perawatan yang terbaik di saat Mumu tidak ada.
“Bagaimana keadaan Erna, Bu?” Tanya Mumu dengan suara rendah, menghampiri mertuanya.
Bu Yenny tersenyum kecil, mengusap wajahnya yang tampak lelah.
“Sudah lebih baik sekarang. Sejak pagi tadi tidak ada tanda-tanda kambuh. Sepertinya penyakitnya sudah mulai mereda.”
"Syukurlah." Mumu mengangguk pelan, meskipun di dalam hatinya masih ada kekhawatiran yang tak bisa dia hilangkan begitu saja.
Penyakit yang diderita Erna ini selalu datang tiba-tiba, tanpa pola yang jelas.
Kadang sembuh, namun kemudian muncul kembali tanpa peringatan.
Setelah berbicara sebentar dengan mertuanya, Buk Yenny pun keluar.
Mumu duduk ditepi kasur tempat Erna beristirahat.
Di sana, tubuh istrinya terbaring lemah, wajahnya masih nampak pucat, namun ada ketenangan di raut wajah itu.
Erna tampak tertidur pulas, nafasnya terdengar pelan dan teratur. Mumu duduk di samping ranjang, memandangi wajah istrinya dengan rasa iba.
Selama beberapa hari terakhir, Erna seperti disiksa oleh sesuatu yang tak terlihat.
Meskipun tak ada tanda-tanda serangan supranatural, Mumu sudah memeriksa dengan kemampuan spiritualnya, penyakit itu tetap menghantui mereka.
Penyakit aneh yang datang pada jam-jam tertentu, menyakitkan tubuh Erna dan membuatnya lemah.
Mumu menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. Ia tahu apa yang harus ia lakukan.
Dengan hati-hati, Mumu duduk bersila di lantai samping tempat tidur.
Setelah menata posisi tubuhnya, Mumu menutup mata dan mulai bermeditasi.
Nafasnya perlahan menjadi lebih teratur, mengikuti irama alam yang tenang.
Meditasi adalah cara Mumu untuk menyelaraskan kembali energi tubuhnya, menenangkan pikirannya, dan memperkuat kekuatan spiritual yang sudah lama ia latih.
Ia percaya bahwa, di tengah misteri penyakit yang terus menyerang Erna, ada kekuatan yang lebih besar yang belum ia pahami.
Mumu harus bisa membuka matanya, baik secara fisik maupun spiritual, untuk menemukan sumber dari segala gangguan ini.
Saat meditasi, pikirannya mulai terfokus. Perlahan, Mumu merasakan keheningan yang mendalam di dalam dirinya, seolah-olah dia sedang menyelam ke dalam kedalaman lautan yang sunyi.
Semua kekhawatiran dan rasa takutnya mulai larut, digantikan oleh ketenangan yang menenangkan jiwanya.
Dalam keadaan meditasi, Mumu merasakan adanya sesuatu yang samar, sesuatu yang selalu mengintai di sekeliling mereka, namun tak pernah sepenuhnya menampakkan diri.
Sesuatu yang selama ini luput dari pantauan kekuatan spiritualnya.
Seperti bayangan yang tidak kasat mata, kekuatan itu tetap berada di luar jangkauannya.
Meskipun tidak terlihat sebagai serangan supranatural, ada sesuatu yang ganjil yang terus-menerus menghampiri kehidupan mereka.
Saat pikirannya semakin dalam, ia merasakan kehadiran Bu Yenny mendekat. Mumu membuka matanya perlahan, melihat mertuanya berdiri di ambang pintu, tampak ragu.
"Maaf kalau mengganggu, Mumu." Kata Bu Yenny dengan nada cemas.
"Tapi Ibu mau bicara sedikit. Ada yang ingin Ibu tanyakan."
Mumu mengangguk, duduk lebih tegak dan menatap Bu Yenny. “Silakan, Bu. Ada apa?”
Buk Yenny menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara.
“Sebenarnya… beberapa hari terakhir ini, Ibu merasa ada yang aneh di rumah ini."
"Kadang, Ibu seperti mendengar suara-suara yang tidak jelas, terutama saat malam hari. Kamu pernah mendengar sesuatu?”
Mumu terdiam sejenak, merenungkan kata-kata itu. Selama ini, ia memang merasakan kejanggalan, tapi belum bisa memastikannya. Suara-suara yang tidak jelas, atau bayangan-bayangan samar yang muncul sekelebat, seperti hanya ada di pinggir kesadarannya. Namun, ia tidak ingin membuat Buk Yenny semakin khawatir.
“Aku belum mendengar apa-apa yang terlalu jelas, Bu.” Jawab Mumu dengan tenang.
“Tapi aku paham kalau Ibu merasa ada yang aneh. Mungkin kita harus lebih waspada.”
Bu Yenny mengangguk pelan, meskipun tampak masih khawatir.
“Ibu harap kamu bisa menemukan jawabannya. Ibu hanya ingin Erna cepat sembuh.”
Setelah percakapan singkat itu, Buk Yenny meninggalkan kamar, membiarkan Mumu kembali ke meditasinya.
Namun, setelah apa yang didengar dari mertuanya, perasaan tidak tenang mulai kembali merayap di hati Mumu.
Ada sesuatu yang belum terselesaikan di sini, dan ia harus menemukan sumbernya sebelum Erna kembali jatuh sakit.
Mumu kembali memejamkan matanya, mencoba memusatkan kembali energinya.
Ia tahu bahwa kunci dari segala ini pasti ada di sekitarnya, tersembunyi di balik misteri yang belum terungkap.
Namun, sekeras apa pun dia mencoba, jawaban itu tetap kabur, seperti bayangan yang bersembunyi di balik kabut tebal.
Seiring dengan malam yang semakin larut, Mumu terus bermeditasi.
Nafasnya semakin teratur, jiwanya semakin dalam menyelami misteri yang dihadapi.
Meskipun tidak mudah, ia bertekad untuk melindungi istrinya, apapun yang terjadi.
Di tengah keheningan, Mumu merasakan sesuatu yang berbeda.
Tidak ada suara, tidak ada gerakan, tapi kehadirannya terasa.
Sesuatu, atau seseorang, sedang mengamati mereka. Mumu membuka matanya dengan cepat, menatap sekeliling kamar.
Tak ada yang berubah, namun hawa dingin tiba-tiba menyusup ke dalam ruangan.
Kalau cuma dipukul tidak sampai babak belur tidak akan kapok.
padahal masih bisa dilanjut....😄👍🙏
bersambung...