18+
Ikatan yang terjalin karena sebuah fitnah, membuat Karenina terpenjara oleh cintanya, hingga ia memutuskan untuk menjadi selingkuhan suaminya sendiri.
Penyamaran yang begitu apik, dan sempurna, sehingga sang suami tidak menyadari kalau ternyata, wanita lain dalam rumah tangganya adalah istri sahnya.
"Kau yang mengurus segala keperluanku, dan saat kau memutuskan untuk pergi, ada ketidak relaan dalam hatiku, namun aku tak bisa mencegahmu.
Hidupku kacau tanpamu, rapuh porak poranda" DANU ABRAHAM BUANA
"Anna Uhibbuka Fillah Lillah..., itu sebabnya aku menjadi orang bodoh, bertahan hampir dua tahun untuk mengabdikan diriku pada suami yang tidak pernah membalas cintaku" KARENINA LARASATI ARIFIN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Dengan tertatih Nina meninggalkan bangunan rumah sakit. Ia memilih naik taksi untuk kembali ke kontrakannya.
Sesampainya di rumah, ia belum mendapati Irma pulang dari kantor. Nina melirik jam yang tergantung di dinding menunjukkan pukul tiga sore.
"Sudah Jam tiga ternyata" gumamnya lirih. Ia segera mengayunkan kaki menuju kamar mandi, Mengambil air wudhu, setelah itu meraih sebuah mashaf berwarna kuning keemasan. Ia buka Surah Maryam, lalu melantunkan dengan suara lirih. Saat mendengar Adzan Ashar, Nina berhenti sejenak mendengarkan suara Muadzin, lalu membacanya kembali. Sekitar tiga puluh lima menit, Nina telah merampungkan bacaan Qur'annya, segera ia menunaikan sholat ashar.
Selesai sholat, Ketika sedang melipat mukena, terdengar suara pintu terbuka. Jelas sekali itu suara Irma mengucapkan salam.
"Walaikumsalam" jawab Nina lembut.
"Kamu sudah pulang Nin?" tanyanya. Dia tidak tahu kalau sahabatnya tidak bekerja hari ini.
"Sebenarnya aku ijin tidak masuk kerja Ir?"
Irma nampak kaget mendengar jawaban Nina.
"Kamu libur, kok tidak bilang?" tanya Irma kaget.
"Hari ini aku ke dokter"
Irma terkesiap mendengar jawaban sahabatnya, "Kamu sakit Nin?" tanyanya seraya membawa tubuh Nina duduk di sofa ruang tamu lalu menempelkan punggung tangan di dahi Nina
"Ir, aku hamil"
"Apa, hamil, anaknya Danu?" Irma menatap sahabatnya penuh selidik.
Nina menganggukan kepala.
Hening selama beberapa menit.
"Lalu apa rencanamu sekarang?" tanya Irma sambil menggenggam erat tangan Nina.
"Tidak tahu Ir, aku bingung" jawab Nina menatap Irma.
"Sudah berapa bulan?" Irma membalas tatapan Nina dengan sendu.
"Tiga bulan"
"Sudah tiga bulan dan kamu baru mengetahuinya?"
Lagi-lagi Nina mengangguk.
"Kalau begitu, kamu harus katakan yang sebenarnya pada suamimu"
"Aku belum siap Ir, aku takut"
"Takut kenapa, dia kan juga berhak tahu"
"Kamu tahu kan kalau mas Danu selalu menyalahkanku atas pernikahan kami, mas Danu mengira aku yang sengaja menjebaknya, dia benci banget sama aku Ir. Jika aku jujur tentang Nesa, pasti kebenciannya padaku makin mendarah daging"
"Ada anaknya di perutmu Nin, aku yakin Dia akan luluh"
"Kamu tidak tahu seperti apa mas Danu, dia sangat dingin dan kaku, iya kalau dia memaafkanku dan mau menerimaku, kalau dia hanya menginginkan anaknya, otomatis aku akan kehilangan anaku, dia pasti melakukan segala cara untuk merebut anak ini"
"Lalu?"
"Tolong untuk sementara sembunyikan dulu kehamilanku dari keluargaku, sampai aku benar-benar siap. Karena sampai saat ini aku belum menghubungi abi dan umiku, aku hanya menghubungi kakaku, jadi tolong banget ya Ir, jangan katakan apapun dulu"
"Sampai kapan?" tanya Irma. "bukannya akan lebih tenang jika keluargamu tahu tentang ini?"
"Akan aku pikirkan" jawab Nina.
Irma menatap sahabatnya dengan tatapan nanar, lalu segera memeluk sahabatnya mencoba mentransfer kekuatan padanya.
"Aku akan selalu membantumu" ucapnya sambil mengusap punggung Nina lembut.
"Makasih ya Ir, kamu memang sahabat terbaiku"
"Memang ada lagi sahabatmu yang lain?" ledek Irma sambil mengurai pelukan.
"Kamu satu-satunya sahabaku yang terbaik" ralat Nina sambil mengerlingkan satu matanya.
"Kamu bahagia kan kalau kamu hamil, kamu tidak menyesal kan Nina?"
"Insya Allah tidak, aku kan cinta sama mas Danu, buat apa menyesal"
"Hhmm pantas saja kemarin kamu makan rujak begitu beringasnya, ternyata ada isinya di perutmu. By the way, bayinya sehat kan?"
Nina mengangguk "Alhamdulillah sehat, sekarang aku tidak mau memikirkan tentang penyamaranku, atau apapun itu, aku hanya ingin fokus pada kehamilanku, dan pekerjaanku"
"Nin?" panggil Irma setelah hening beberapa saat.
"Apa? ada apa denganmu, kenapa raut wajahmu mendadak sedih?"
"Kayaknya aku tidak ada di sini saat kamu melahirkan nanti, magangku tinggal empat bulan lagi, dan kandunganmu, lagi besar-besarnya saat aku meninggalkan Jakarta.
Sejenak Nina diam. Ia pun merasa cemas sebab benar yang di katakan sahabatnya, dia akan sendiri melalui proses persalinannya.
"Tidak apa-apa Ir, nanti sebelum melahirkan aku coba ngomong sama mas Haidar, aku akan meminta solisi padanya"
Irma lega mendengar ucapan Nina, setidaknya Nina tidak menderita di hamil tuanya nanti.
"Beneran ya, sebelum lahiran kamu harus mengatakan pada keluargamu"
"Iya"
"Eh ternyata sudah jam lima, kita masak yuk" Ajak Irma, "kita harus masak yang bergizi mulai sekarang, kamu juga jangan terlalu cape, calon ibu muda harus hati-hati menjaga kandungannya, apalagi ini anak pertama"
"Iya aku pasti akan hati-hati, dia kan Danu kecilku" seloroh Nina dengan bibir di kulum.
"Kamu cinta banget ya sama mas Danu?"
"Iya Ir, dia sangat tampan, pria dewasa yang tidak bisa melakukan pekerjaan rumah"
"Dia kan orang kaya, segalanya pasti ART yang mengurusnya"
"Kamu benar, entah seperti apa dia saat aku pergi dari rumahnya. Mungkin saja dia kembali ke rumah orang tuanya" Sahutnya dengan pandangan menatap plafon. "Eh kita kan mau masak, kenapa jadi ngomongin ayahnya bayiku"
"Halah kamu seneng kan ngomongin dia?"
"Iya aku seneng, entah kenapa sejak tahu aku hamil, aku jadi merindukannya, pengin di peluk-peluk sama mas Danu. Kalau ingat dia jadi semangat"
"Hhmmmm... ya sudah beri tahu dia" ucap Irma sambil berdiri lalu melangkahkan kaki ke dapur.
"Pasti aku akan memberitahunya, tapi tidak sekarang Irma"
Nina dan Irma memasak beberapa menu untuk malam ini. Suara adzan maghrib berkumandang tepat sesaat setelah mereka selesai memasak. Bergegas dua wanita cantik itu wudhu bergantian, dan akan menjalankan sholat maghrib, yang akan di imami oleh Nina.
Selesai sholat, mereka menuju meja makan untuk makan malam. Sembari menyendokan nasi ke mulutnya suap demi suap, mereka mengobrol banyak hal.
Malam semakin larut, guyuran air hangat dari shower berhasil menyegarkan tubuh Nina dari penatnya pikiran.
Usai dengan aktifitas mandinya, ia mematut dirinya di depan cermin, masih dengan handuknya yang melilit di badan, dan rambutnya yang terbungkus handuk kecil, Nina memperhatikan pipinya yang tampak lebih chaby, menandakan berat badanya telah naik.
"Aku tambah gemukan sekarang" gumamnya lalu memejamkan mata, dengan satu tangan berkacak pinggang dan tangan lainnya mengelus perutnya lembut. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia mencoba membangun kekuatan, serta memotivasi dirinya sendiri agar bisa melewati masa-masa kehamilannya.
"Tidak masalah jika tidak bisa memiliki mas Danu, aku memiliki anak darinya, dan ini bisa menjadi obat untuku, setidaknya aku punya tujuan hidup yang lain. Membesarkan anak dari seorang Danu Abraham Buana"
Tak ingin larut dalam lamunan, Nina membuka lemari pakaianp, satu stel piyama sudah ia pilih untuk menutupi tubuhnya.
Terasa dingin saat pakaiannya melekat di di badan.
Ia kembali melangkahkan kaki ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, dan melaksanakan sholat. Sesuai nasehat dari abinya, Nina selalu membaca Al-Qur'an Surah Al-Mulk usai sholat isya.
Setelah itu ia segera merebahkan diri di atas kasur, lalu membuka buku tentang sketsa dan cara mendesain beberapa gaun muslim untuk pesta.
Mempelajari tentang fashion designer secara otodidak, tidak membuatnya merasa kesulitan.
Nina berusaha bekerja sesuai dengan apa yang ia cita-citakan, dan akan menjadikan pekerjaanya adalah suatu hobi.
Saat pandangannya mengarah pada jam yang tertera di ponsel, ia munutup bukunya kemudian menaruhnya di atas nakas. Menarik selimut, bersiap untuk mengarungi alam mimpi.
Sebelum memejamkan mata, Nina mencoba berbicara pada sang bayi seraya mengusap perutnya lembut.
"Sayang, sehat-sehat di sana ya, bunda sayang sama kamu, Bunda akan selalu menjagamu agar tetap kuat di dalam perut bunda"
"Kita tidur ya, bunda besok harus bekerja, I Love you anak bunda"
BERSAMBUNG