Lusiana harus mengorbankan dirinya sendiri, gadis 19 tahun itu harus menjadi penebus hutang bagi kakaknya yang terlilit investasi bodong. Virgo Domanik, seorang CEO yang terobsesi dengan wajah Lusiana yang mirip dengan almarhum istrinya.
Obsesi yang berlebihan, membuat Virgo menciptakan neraka bagi gadis bernama Lusiana. Apa itu benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi gila sang CEO?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluar Dari Mulut Buaya, Masuk Ke Sarang Harimau
Kaki Lusiana terus berlari. Dia tidak tahu ke mana tujuannya. Yang ada di benaknya hanya lari, sebab dia tak mau mahkotanya diserahkan begitu saja pada pria hidung belang. Begitu kencang kakinya berlari, tak peduli lelah dan sakit. Lusi hanya ingin kabur dari sana.
"Aku harus ke mana?" Lusi berhenti sesaat untuk mengambil napas. Panasnya ngos-ngosan. Jantungnya pun berdegup kencang.
Lusiana sedang ada di persimpangan jalan, kakinya bimbang, akan ke kiri atau kanan. Setelah menatapnya hati, Lusiana akhirnya memilih belok kiri. Dia lari pagi tanpa menoleh ke belakang.
Sayang sekali, di sana sangat ramai orang. Semuanya sedang berpesta minuman. Semakin takut, Lusiana mundur. Dia naik tangga darurat, pergi ke lantai atas. Sesekali dia berhenti untuk mengambil napas lagi, kemudian sampai di atap gedung. Pemandangan kota metropolitan yang penuh kelap-kelip lampu malam. Lusiana mengusap wajahnya, dia menangis di bawah langit dan bintang-bintang yang bertaburan.
"Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau pulang ..."
Lusiana terduduk sambil memeluk lututnya. Jika dia pulang, pasti Edo akan menangkapnya. Edo juga pasti akan menjual Lusiana lagi. Benar-benar dilema, Lusiana tidak punya tempat untuk kembali. Gadis itu nasibnya tidak menentu dan tak punya arah tujuan.
Tidak mungkin berdiri di atap gedung terus, Lusiana melihat sekitar. Jika sembunyi di sana, pasti akan ketahuan. Karena ada kamera cctv. Lusiana pun mencari ide. Dia berkeliling di atas, melihat sekitar. Mencari jalan keluar untuk kabur dari kejaran.
Tepat di gedung bagian belakang, terdapat pijakan untuk ke tempat lain. Meskipun taruhannya nyawa kalau sampai jatuh, tapi tetap Lusiana lakukan. Daripada diminta melayani pria hidung belang. Daripada dijual pada laki-laki rakus, Lusi pun mempertaruhkan nyawanya.
Dengan kaki gemetar, Lusiana berjalan di batas tembok kecil. Pilihannya hanya satu, lolos dari Edo dan hidung belang itu, atau mati karena jatuh dari ketinggian puluhan meter.
"Aku bisa ... Aku bisa. Jangan lihat bawah." Bibirnya gemetar, begitu juga dengan seluruh badan Lusi.
Lusiana memantrai diri sendiri agar tidak panik dan tenang. Kakinya gemetaran, jantungnya berdegup kencang, hingga tidak terasa, dia telah sampai diujung sana. Masih memegangi jantungnya yang hampir copot, Lusiana sempat-sempatnya mengintip ke bawah. Hampir saja dia terpeleset karena shock.
"Astaga!" Ia bergidik, menelan ludah dan kembali fokus pada tujuan untuk kabur jauh dari sana. Lusi berusaha tenang agar tetap seimbang.
Lusiana merambat pada sela-sela balkon, tangannya berpegangan kuat pada pagar stainless yang menjadi penahan balkon. Seperti tidak takut mati, dia trus berjalan dengan perasaan was-was.
"Siapa kau?" Seorang wanita muda kaget, ketika mendengar suara orang berjalan di balkon unitnya. Dia menatap curiga pada Lusi, mungkin gadis yang naik ke balkon miliknya adalah penyusup dah pencuri.
"Maaf, tolong ijinkan saya lewat. Seseorang sedang mengejar saya." Lusi bicara dengan gugup, tangannya terlihat gemetar.
"Kau pencuri?" tuduh wanita pemilik unit tersebut. Dia kelihatan hati-hati, takut Lusi adalah orang jahat.
Lusiana menggeleng keras. "Bukan, tolong saya. Seseorang sedang mengejar saya. Ijinkan saya lewat dan keluar dari gedung ini," Lusiana mengemis-ngemis agar diberikan jalan. Sebab itu adalah akses jalan untuk bisa kabur.
"Tolong saya," ucap Lusi sekali lagi. Ia meratap dengan mata yang sudah mengembun.
Mungkin kasihan, akhirnya Lusiana diberikan jalan untuk lewat. Tanpa bertanya apapun, wanita pemilik unit tersebut memberikan jalan pada Lusi.
"Mau aku lapor polisi?" tawarnya saat melihat raut ketakutan di wajah Lusi.
Lusiana menggeleng keras.
"Terima kasih," ucap Lusiana langsung lari menyusuri lorong gedung yang dia sendiri tidak tahu ada di mana.
Lusiana ingin segera turun, tapi lututnya terlalu lelah jika lewat tangga darurat lagi. Akhirnya dia memutuskan lewat lift. Dengan perasaan berkecamuk, dia berdiri menunggu lift terbuka. Panik, cemas dah was-was jadi satu.
Sebuah lift terbuka, kosong tak ada yang naik di dalamnya. Hanya Lusiana seorang diri. Dari lantai 21 turun ke lantai 1, rasanya lama sekali, karena mungkin ketakutan yang membuat waktu berjalan sangat pelan.
TIT!
Pintu lift terbuka, Lusiana akan keluar. Namun, kakinya langsung masuk lagi. Dia melihat orang-orang berlarian seperti mencari seseorang. Sembari memegangi jantungnya, Lusiana tak henti-hentinya berdoa.
Tiiit!
Lusiana memasang sikap siaga tatkala pintu lift terbuka di lantai 10. Jantungnya bergemuruh. Seorang pria masuk sambil menenteng tas laptop. Tanpa menoleh, pria itu menekan tombol lantai 17.
Lusiana memperhatikan penampilan pria di depannya itu dari belakang. Pakaiannya rapi, jas kantoran, pasti pengusaha. Lamunan Lusiana buyar, tatkala laki-laki itu mundur karena ada beberapa pria yang masuk dan ikut naik.
Takut, karena itu laki-laki yang semula lari-larian di lantai satu, Lusiana langsung mundur dan bersembunyi di balik laki-laki berjas hitam rapi tersebut.
"Nona ... Kau tidak apa-apa?" tanya pria tersebut.
Lusiana menggeleng dan menundukkan wajahnya. Sampai di lantai 10. Tiba-tiba laki-laki itu keluar dan Lusiana mengekor di belakang lelaki berjas itu. Seolah sedang membuntuti si pria.
"Nona. Kau mengikuti ku?" tuduh lelaki tersebut. Mulai waspada karena gerak-gerik orang tak dikenal yang tak wajar. Apalagi baru melihat Lusiana di sana.
Lusiana menggeleng, wajahnya ketakutan.
"Kau baik-baik saja?" yang tadinya menuduh, sekarang merasa prihatin. Karena wajah Lusi tak berbahaya. Mungkin orang ini minta bantuan dan butuh pertolongan, pikir si pria.
Kringggg!!!
Ponsel pria itu berdering, ada panggilan video masuk dari bosnya. Ia menghela napas dalam-dalam, baru juga sampai unit apartemennya, telponnya malah berdering. Sebenarnya dia ingin istrahat. Kalau sudah sampai apartemen, segala pekerjaan harusnya sudah selesai. Sambil menggerutu dalam hati, ia mengangkat panggilan tersebut.
"Tolong kirimkan aku duplikat perjanjian tadi sore!" ucap si penelpon.
"Baik, Pak!"
"Kau sedang berkencan rupanya!" sindir si penelpon. Ketika melihat lelaki itu bersama seorang wanita. Jarang-jarang sekretarisnya itu membawa perempuan ke apartemen.
Roy yang dituduh seperti itu, dia langsung mengelak dengan cepat. "Oh, bukan. Bukan, Pak!"
Entah bagaimana ceritanya, kebetulan saja wajah Lusiana tertangkap kamera sedikit. Roy yang sengaja mengarahkan kamera ke wajah Lusi, wanita asing yang baru saja dia temui.
Di sisi lain, Virgo jelas penasaran. Ada wajah yang sangat familiar di ingatannya. Lantas dia minta Roy mengarahkan kemera itu pada wanita yang bersama Roy.
"Roy! Kau sedang bersama siapa? Arahkan pada wajah perempuan itu." Virgo terlampau penasaran karena merasa tidak asing.
Roy sendiri merasa heran, kenapa bosnya penasaran dengan perempuan yang bahkan Roy sendiri tak yakin perempuan ini siapa. Namun, Roy melakukan apa yang diminta sang bos. Memperlihatkan wajah Lusiana secara sekilas.
"Kau di mana sekarang???" tanya pria di balik telpon. Ekspresi wajahnya langsung berubah. Seperti mimpi, atau seperti melihat hantu yang baru bangkit dari alam kubur.
"Apartemen, saya baru tiba, Pak." Roy menjawab dengan bingung, kenapa tanya lagi. Bukannya bosnya tahu, kalau dia ada di apartemen, habis pulang kerja juga.
Namun, seruan Virgo tambah membuat Roy bingung lagi. Karena perintah bosnya yang terdengar aneh.
"Wanita itu! Tahan dia!! Tahan bersamamu!" seru pria tersebut dengan tegas.
"Tapi, Pak!" Roy merasa aneh. Kenapa dia harus menahan seseorang? Apa atasannya itu mengenal wanita muda ini? Roy bertanya-tanya, tapi ucapan Bosnya kemudian langsung membuatnya tersadar dan harus menahan wanita muda di sebelahnya itu.
"Kau harus menahannya, paham!" ucap Virgo tegas. Telpon langsung mati, Roy dan Lusi saling menatap dan bersambung.
terimakasih juga kak sept 😇