Jessica Adams harus mengalami hukuman selama enam tahun lamanya di dalam penjara karena dianggap lalai dalam mengemudi mobil, hingga menyebabkan seorang model bernama Natasha Linzky meninggal dunia.
Kekasih Natasha, Axel Ray Smith, menaruh dendam luar biasa hingga memaksakan sebuah pernikahan dengannya yang saat itu dalam keadaan lumpuh. Siksaan tubuh dan jiwa menyebabkan Jessica akhirnya mengalami trauma dan depresi, bahkan Axel menceraikannya dan membuangnya begitu saja tanpa mempedulikannya.
Namun yang tidak diketahui oleh Axel adalah bahwa ia telah menitipkan benihnya pada seorang wanita yang ia anggap sebagai musuhnya. Apakah masih ada benang merah yang mengikat keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
VANILLA KANGEN
Di dalam kamar tidurnya, Axel masih terus menatap foto yang tadi dikirimkan oleh Win. Ia bahkan tak bisa bekerja dengan fokus karena terus memikirkannya.
Apakah Jimmy menikahi Jessica? Apa mereka bersama? Dan … Vanilla adalah putri mereka? - Axel seakan terus mengumandangkan pemikiran itu di dalam batinnya.
Mata Axel sama sekali tak bisa terpejam sepanjang malam. Pikirannya terus saja tertuju pada Jimmy yang menggendong Jessica, juga bagaimana senyuman Jessica pada Jimmy.
Axel seperti kembali pada masa beberapa tahun lalu, di mana ia terpuruk setelah mengetahui bahwa Natasha berselingkuh darinya dan kenyataan bahwa Jessica berusaha menolongnya, tapi ia malah membalas dengan sikap jahat dan kejam.
Di atas tempat tidurnya, Axel menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia merasa lebih tenang di sana, sendirian.
**
“Ax!” Win yang tak dibukakan pintu oleh Axel, akhirnya menekan password unit apartemen Axel dan masuk ke dalam.
“Ax!” Sekali lagi Win memanggil Axel, tapi tak ada jawaban dari dalam.
Win akhirnya membuka pintu kamar tidur Axel, mendapati Axel masih berada di atas tempat tidurnya.
“Ax!” Win melangkah mendekat dan membuka tirai sebuah pintu kaca yang tersambung dengan balkon.
Namun, Axel sama sekali tak bangun. Win yang mulai curiga terjadi sesuatu pada Axel pun mendekat dan menggoyangkan tubuh atasannya serta sahabatnya itu.
“Ax, jangan menakutiku,” ujar Win, tapi tetap saja Axel tak mengindahkannya.
Win langsung menghubungi ambulance karena merasa ada yang janggal dengan kondisi Axel. Tak berselang lama, pintu apartemen terbuka. Win langsung berjalan keluar dan melihat seorang asisten rumah tangga yang memang disewa Axel untuk membersihkan apartemen setiap dua hari sekali.
“Selamat pagi, Tuan,” sapa Ruth, seorang wanita setengah baya itu.
“Pagi, Ruth.”
Sebuah bel kembali berbunyi di unit apartemen Axel dan kini Win yang membukanya. Pihak apartemen membatu petugas media masuk ke dalam dan mereka langsung membawa Axel yang tak sadarkan diri.
“Ruth, aku tinggal dulu.”
“Baik, Tuan,” Ruth segera kembali merapikan apartemen itu seperti hari-hari biasanya, sementara Win membawa Axel ke rumah sakit bersama petugas medis.
**
“Mommy …,” Vanilla duduk di atas tempat tidur, tepat di samping Jessica. Ia menggenggam sebelah tangan Jessica dengan kedua tangannya yang kecil sambil menciuminya.
“Mommymu tidak apa-apa, sayang,” ujar Dokter Flavia, dokter keluarga yang selalu rutin memeriksa kesehatan mereka sejak Jessuca melahirkan Vanilla.
“Mommy pingsan,” kata Vanilla dengan mata yang berkaca-kaca.
“Mommy hanya kelelahan saja dan udaranya terlalu dingin. Apa kamu tidak kedinginan?” tanya Dokter Flavia.
“No, Vanilla suka es krim, jadi Vanilla suka dingin,” jawab Vanilla, membuat Dokter Flavia tersenyum.
“Jaga Mommy baik-baik, okay,” pesan Dokter Flavia.
“Okay, Aunty Dokter.”
Flavia bangun dari duduknya dan mendekati Jimmy dan Verlin, “Kita bicara di depan.”
Jimmy menangkap sesuatu yang sepertinya kurang baik dari nada bicara Flavia. Ia langsung membawa Flavia ke ruang duduk, menjauh dari depan kamar tidur Jessica.
“Katakanlah,” kata Jimmy.
“Traumanya seakan kembali. Aku tidak tahu mengapa tapi apa yang dirasakan oleh Jessica sepertinya semakin parah tahun ini. Ia masih menyimpan sesuatu di dalam hatinya. Jika tak dilepaskan, aku tak bisa memastikan apa yang akan terjadi dengannya,” kata Flavia.
Jimmy mengerti apa yang dimaksud oleh Flavia, tapi jika trauma Jessica kembali, rasanya tak mungkin itu berhubungan dengan Axel. Lexy telah memutus semua informasi tentang Axel di ponsel Jessica, sehingga menantunya itu tak pernah mendapatkan berita atau informasi apapun tentang Axel.
“Baiklah. Apa ada resep yang harus ditebus?” tanya Jimmy.
“Tak ada, karena yang ia butuhkan hanya ketenangan.”
Jimmy menganggukkan kepala tanda mengerti. Setelah mengantar Dokter Flavia keluar, Jimmy kembali masuk dan menemui Verlin.
“Apa ada sesuatu yang terjadi selama aku pergi?” tanya Jimmy.
Verlin mulai berpikir. Jimmy pergi sehari sebelum ia juga pergi ke kota bersama dengan Vanilla. Tak ada kejadian yang melibatkan Jessica.
“Tak terjadi apapun. Jessica tak pergi ke mana pun. Ia selalu di rumah. Hanya aku yang pergi bersama Vanilla ke kota,” jawab Verlin.
“Uncle! Aunty!” Vanilla tiba-tiba membuka pintu kamar dan menghampiri keduanya.
“Vanilla, ada apa? Apa Mommy sudah bangun?” tanya Verlin.
“Hmm … Mommy sudah bangun, tapi Mommy menangis,” jawab Vanilla.
Jimmy pun langsung melangkah ke arah kamar tidur Jessica, sementara Verlin menggendong Vanilla dan mengikuti langkah Jimmy.
“Jess.”
“Ahh Jim, kamu di sini. Maaf, apa aku merepotkan kalian?” tanya Jessica saat melihat Verlin juga masuk ke dalam kamar tidurnya.
“Jangan bangun dulu, istirahatlah,” kata Jimmy.
“Aku tidak apa-apa,” kata Jessica.
“Jess!” Ntah mengapa tiba-tiba Jimmy berbicara sambil setengah berteriak. Verlin yang berada di dekatnya juga ikut kaget dan langsung memeluk Vanilla yang ada dalam gendongannya.
“Bisakah sekali saja kamu menuruti permintaanku? Atau aku perlu memanggil Tuan Lexy dan Nyonya Gia ke sini?” tanya Jimmy. Jimmy tahu kalau Jessica hanya menurut pada pasangan itu. Mereka yang telah menyayangi Jessica dengan sangat, seperti anak kandung mereka sendiri.
“Grandpa, Grandma? Mainan!” teriak Vanilla tiba-tiba, “Aku mau Grandma!”
“Jangan, Jim. Maaf, maafkan aku. Aku hanya merasa bosan saja,” kata Jessica.
“Kalau kamu merasa bosan, besok kita akan ke kota. Ada festival pasar malam di sana, untuk menyambut musim dingin,” kata Jimmy.
“Ke kota? Vanilla mau ke kota! Yeayyy!! Aku mau bertemu dengan Uncle Ax!” teriak Vanilla yang seketika lupa dengan keinginannya bertemu dengan Gia dan berharap pada mainan.
Uncle Ax? - batin Jimmy.
Jessica kembali terdiam saat Vanilla mengatakan itu. Ia yakin Jimmy pasti juga bertanya-tanya di dalam hatinya.
“Ooo Uncle Ax itu adalah pria yang ditemui Vanilla di kota waktu aku ke sana. Ia yang menemukan Vanilla ketika aku hanpir saja kehilangannya,” kata Verlin yang melihat tanda tanya di wajah Jimmy.
“Uncle, ada sesuatu yang mau aku katakan padamu. Gendong,” pinta Vanilla dengan bibir yang dikerucutkan.
Jimmy pun menggendong Vanilla karena ia ingin bertanya lebih banyak pada putri Jessica itu.
“Apa ada sesuatu yang Vanilla mau ceritakan pada Uncle?” tanya Jimmy. Ia berbicara dengan Vanilla di dalam kamar tidur Jessica.
“Uncle, tahu tidak …,” Vanilla melirik ke arah Verlin, kemudian berbicara dengan setengah berbisik pada Jimmy, “Aunty masa lirik-lirik Uncle Ax, padahal Uncle Ax kan punyaku. Marahi Aunty, Uncle!”
“Uncle Ax? Uncle belum pernah bertemu dengannya,” kata Jimmy.
“Makanya kita ke kota. Uncle Ax pasti ada di kota. Waktu itu Vanilla ketemu di sana dan Uncle berjanji akan menemui Vanilla lagi, tapi …”
“Tapi apa?” tanya Jimmy.
“Aku lupa memberikan alamatku,” jawab Vanilla, “Vanilla kangen Uncle Axel.”
🌹🌹🌹
terimakasih ya kak, 👍👍👍👍👍😍😍😍😍
kalo mau nggak enak. mending skip wae... terus ngorok atw ngrumpi...
kasian othor, nggak gampang lho🤭