NovelToon NovelToon
Dokter Bar-Bar Kesayangan Mafia Tampan

Dokter Bar-Bar Kesayangan Mafia Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dokter Genius / Beda Usia / Roman-Angst Mafia
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Dibesarkan oleh kakeknya yang seorang dokter, Luna tumbuh dengan mimpi besar: menjadi dokter bedah jantung. Namun, hidupnya berubah pada malam hujan deras ketika seorang pria misterius muncul di ambang pintu klinik mereka, terluka parah. Meski pria itu menghilang tanpa jejak, kehadirannya meninggalkan bekas mendalam bagi Luna.

Kehilangan kakeknya karena serangan jantung, membuat Luna memilih untuk tinggal bersama pamannya daripada tinggal bersama ayah kandungnya sendiri yang dingin dan penuh intrik. Dianggap beban oleh ayah dan ibu tirinya, tak ada yang tahu bahwa Luna adalah seorang jenius yang telah mempelajari ilmu medis sejak kecil.

Saat Luna membuktikan dirinya dengan masuk ke universitas kedokteran terbaik, pria misterius itu kembali. Kehadirannya membawa rahasia gelap yang dapat menghancurkan atau menyelamatkan Luna. Dalam dunia penuh pengkhianatan dan mimpi, Luna harus memilih: bertahan dengan kekuatannya sendiri, atau percaya pada pria yang tak pernah ia lupakan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 : Menjadi orang biasa?

Rudolf tahu betul kalau pria tadi, Leonard, adalah orang yang bekerja untuk Angela, jadi dia harus memastikan mereka tidak meninggalkan jejak yang mencurigakan di pedesaan kecil ini. Dan seperti yang dia duga, Leonard berjalan cukup jauh, menuju arah hutan. Begitu mereka berdua jauh dari pandangan klinik, Rudolf mempercepat langkahnya dan akhirnya mendekati Leonard dengan wajah serius.

"Leonard, sedang apa kau disini?" tanya Rudolf dengan suara berat, hampir terdengar seperti suara pria yang baru bangun tidur. Leonard, yang ternyata sudah menunggu, menoleh dan tersenyum tipis, seolah sudah tahu siapa yang akan datang.

"Aku datang untuk menjemput kalian, Tuan Robert dan Nona Angela sangat khawatir. Sudah sebulan lebih kalian menghilang." jawab Leonard dengan nada santai, namun ada kekhawatiran yang jelas di matanya.

Rudolf mengerutkan kening. "Tapi Boss bilang kami harus disini beberapa waktu. Sebaiknya kau menyembunyikan diri di tempat lain, dan ingat kita tidak saling kenal disini." Rudolf menyelipkan kata-kata itu dengan hati-hati, takut kalau sampai orang-orang di desa mulai curiga.

Leonard mengangguk, namun senyum nakalnya muncul lagi. "Rudolf, Apa kalian tidak punya uang untuk membayar biaya klinik? Aku bisa memberikan kalian uang," godanya, mengangkat alis sambil menatap Rudolf dengan penuh sindiran.

Rudolf terdiam sejenak, tidak bisa menahan tawa yang hampir keluar. "Apa kau gila?" jawabnya, setengah tertawa dan setengah serius. "Luna dan kakeknya mengira kami orang biasa. Kalau tiba-tiba kami punya uang banyak, apa yang akan mereka pikirkan?"

Leonard tertawa kecil, menggoyangkan kepalanya seperti tidak percaya. "Tapi, kau serius... Apa yang sedang kau lakukan tadi? Menyapu dan mengelap? Apa kalian sedang mencoba profesi housekeeping?" katanya, seolah merasa lucu melihat betapa jauh mereka harus berpura-pura hidup seperti orang biasa.

Rudolf menyipitkan mata. "Sudah, jangan bercanda. Kita harus hati-hati. Kalau dokter Antonius dan gadis kecil itu tahu siapa kita sebenarnya, mereka bisa berada dalam bahaya." Rudolf memutar otaknya, berusaha mencari cara untuk menutupi semua jejak yang mungkin mengarah ke identitas asli mereka.

"Ya, ya, aku paham," jawab Leonard sambil mengangkat bahu, tidak terlalu terpengaruh dengan protes Rudolf. "Tapi aku hanya ingin memastikan kalian baik-baik saja. Tapi sekali lagi, kalau butuh uang, aku bisa memberi. Nona Angela menitipkan banyak uang padaku" ujar Leonard dengan nada menggoda.

"Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik kau cari tempat lain untuk menetap sementara. Aku akan berdiskusi juga dengan boss, kapan kita bisa kembali" jawab Rudolf dengan cepat, menahan senyum dan mencoba tetap serius.

Setelah beberapa saat berbicara, Rudolf akhirnya sadar kalau tidak ada gunanya berlama-lama di tempat ini.

"Rudolf, aku ingin mengatakan satu hal. Kalian harus segera kembali. Lebih cepat kalian pergi dari sini lebih baik" kata Leonard sambil melangkah cepat.

"Aku tahu itu" jawab Rudolf.

...****************...

Di sebuah tempat tersembunyi yang jauh dari perhatian, Leonard duduk dengan santai di kursi kayu usang. Ponselnya bergetar di atas meja, dan dengan cepat dia menjawab panggilan dari Angela, yang sudah tidak sabar menunggu kabar terbaru tentang Lucius.

"Tuan muda baik-baik saja," kata Leonard, dengan suara tenang, meskipun di dalam hatinya dia hampir tidak bisa menahan tawa. "Dia memang sempat terluka parah, tapi sekarang dia sudah bisa bergerak sedikit lebih bebas, meskipun harus tetap berhati-hati."

Angela di sisi lain langsung mendengus. "Jadi dia baik-baik saja, kan? Lalu kenapa kalian tidak segera pulang? Apa yang kau lakukan dengan Lucius?" tanyanya dengan nada setengah cemas, setengah penasaran.

Leonard menghela napas dan memutuskan untuk menyegarkan suasana. "Mereka memutuskan untuk tinggal beberapa hari lagi. Oh, aku punya beberapa foto yang bisa membuat nona tertawa. Kalau tuan Robert tidak percaya, nona bisa tunjukkan ini padanya," katanya sambil mengirim beberapa foto yang diambil diam-diam saat Lucius dan Rudolf sedang berbelanja di pasar kecil dan menyapu halaman di klinik.

Foto pertama menunjukkan Lucius, dengan wajah setengah bingung dan tangan penuh sayuran, terlihat sangat tidak nyaman berada di pasar. Di foto kedua, Rudolf yang tak kalah lucunya, sedang mencoba menawar harga sambil mengerutkan kening dan melipatkan tangannya dengan sangat serius, seolah dia sedang berada di konferensi dagang internasional. Tapi yang paling lucu adalah foto terakhir, saat mereka berdua sedang menyapu halaman klinik, di mana Lucius, yang sebelumnya seorang pria serius dan berwibawa, tampak sangat canggung memegang sapu. Seolah dia lebih terbiasa dengan senjata daripada alat rumah tangga.

Angela menatap foto-foto itu dan hampir meledak tertawa. "Kau tidak serius, kan? Lucius... menyapu halaman?! Hahaha! Oh, ini gila!" Angela tertawa terbahak-bahak, hingga suaranya terdengar jelas di seberang sana. "Daddy harus lihat ini! Tidak pernah aku bayangkan kalau adikku akan jadi... seperti ini. Lucius yang pemarah, sekarang jadi tukang sapu!"

Dengan canda tawa yang masih belum reda, Angela segera memanggil ayah mereka, Robert, yang sedang duduk di ruang kerja. "Daddy, lihat ini!" katanya sambil menahan tawa, dan dengan penuh semangat menunjukkan foto-foto tersebut kepada Robert yang tampak serius, duduk di kursi besar dengan gelas whisky di tangannya.

Robert melirik sekilas pada foto pertama dan langsung terkejut. "Apa ini?" katanya, hampir tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya. "Lucius? Menyapu? Ini tidak mungkin... apa ini benar?"

Angela semakin tidak bisa menahan tawa. "Tentu saja ini benar! Lihatlah dia! Dia sedang berbelanja sayuran! Haha! Lucius yang terkenal dingin dan angkuh, berubah jadi tukang sapu di desa!"

Robert memegang kepala, terkejut dan bingung. "Ini benar-benar gila. Anak ini... apakah dia sudah kehilangan semua rasa harga dirinya?" ujarnya, sementara Angela semakin terbahak, hampir sampai menangis karena tidak bisa menahan tawa.

"Tunggu, Dad, ada satu lagi," kata Angela, masih tertawa-tawa sambil membuka foto terakhir. "Lihat ini, Lucius dengan sapu di tangan, seperti... seperti tukang kebun yang baru dipekerjakan!"

Melihat foto itu, Robert akhirnya tidak bisa menahan diri. Dia tertawa keras, suaranya menggelegar di seluruh ruang tamu. "Hahaha! Ini adalah pemandangan yang tak pernah kubayangkan! Aku akan membingkai foto ini untuk kenang-kenangan."

Kedua ayah dan anak itu tertawa bersama, meski di dalam hati, Robert tahu bahwa ini adalah situasi yang sangat aneh dan tidak biasa. Tapi bagaimanapun, ini adalah sisi lain dari Lucius yang belum pernah mereka lihat sebelumnya, dan entah kenapa, itu membuatnya merasa sedikit lebih ringan.

Di tempat tersembunyi, Leonard yang melihat percakapan itu hanya bisa tersenyum puas. "Hahaha, aku harus menyimpan lebih banyak foto ini, rasanya sangat menyenangkan kalau aku ingin mengejek Rudolf nantinya."

...****************...

1
dheey
bagussss luna!!!
Ratna Fika Ajah
Luar biasa
Nurwana
mo tanya thor... emang umur Luna dan Lucius berapa???
Seraphine: Perbedaan usia 8 tahun
Jadi waktu Luna masih SMA dia 18 tahun.
dan si Lucius ini ngempet dulu buat deketin Luna sampai si Luna lulus jadi dokter dulu, karena bab2 awal dia masih abege 🤣✌️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!