Terlahir dari keluarga berada dan putri bungsu satu satunya, tidak menjamin hidup Sabira Rajendra bahagia.
Justru gadis cantik yang berusia 18 th itu sangat di benci oleh keluarganya.
Karena sebelum kelahiran Sabira, keluarga Rajendra mempunyai anak angkat perempuan, yang sangat pintar mengambil hati keluarga Rajendra.
Sabira di usir oleh keluarganya karena kesalahan yang tidak pernah dia perbuat.
Penasaran dengan kisah Sabira, yukkkk..... ikuti cerita nya..... 😁😁😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Bira kenapa ngomong kaya gitu, mana ada kakak senang kamu keluar dari rumah kita." sela Aura berpura pura sedih.
Dan itu membuat teman teman Aura kesal, karena melihat sahabat mereka bersedih.
"Hee... Sabira, ternyata benar ya, klau loe itu memeng jahat, suka membuat Aura bersedih, dan di marahi oleh keluarga loe, itu semua gara gara ulah loe." marah sahabat Aura.
Sabira hanya memutar mata malas, mendengar tuduhan yang terbalik itu.
Tari makin kesal saja mendengar ucapan teman Aura itu.
"He... Mpok Ati, jangan asal tuduh aja loe jadi orang, loe cari kebenarannya dulu." ketus Tari
"Sudah sudah jangan berantem, malu di lihatin orang, lagian kalian nggak usah ikut campur, ini urusan adik kakak, sudah biasa kok, jadi jangan di ambil hati ucapan Sabira." lerai Aura seperti ibu peri, yang sangat baik hati.
Itu jelas membuat Sabira dan Tari ingin muntah.
Teman teman Aura di sana begitu terharu mendengar ucapan Aura yang sangat lembut itu.
"Cih... Dasar siluman." cibir Tuti.
Malas berdebat, Sabira mendekat ke arah Aura, dan berbisik di telinga Aura.
"Pergilah, sebelum gue kasih tau teman teman loe, klau loe hanya anak pungut di keluarga gue, gue pergi dari rumah, bukan karena gue kalah, tapi gue hanya ingin loe merasakan gimana mempunyai keluarga utuh, sebelum loe di depak dari rumah itu, loe pikir darah tidak lebih kental dari air, gue yakin sebentar lagi abang gue bakal menemukan bukti kelicikan loe, dan bila waktu itu tiba, jangan menyesal telah menjadi orang jahat dan loe terbuang dari keluarga gue." bisik Sabira penuh penekanan.
"Loe ingat satu hal, tidak selamanya kejahatan itu akan menang, jadi... Selama gue masih diam, jangan loe pancing amarah gue, nikmati saja yang loe miliki sekarang ini, asal loe tau, sahabat sahabat loe itu, nggak ada yang tulus bersahabat sama loe, mereka bersahabat dengan loe, hanya sering loe traktir." bisik Sabira di telinga Aura.
Aura yang mendengar itu semakin kesal dan ada ketakutan di dalam hatinya, dia berusaha terlihat baik baik saja, namun tanganya tidak bisa berbohong, karena terlihat sekali tangan itu menggenggam erat tali tas yang dia sandang.
"He... Apa yang loe lakuin sama sahabat gue, anak pungut! " sentak salah satu teman Aura.
Tentu saja ucapan teman Aura itu membuat Tari tertawa terpingkal pingkal, ternyata Aura sudah mengarang cerita sejauh ini, apakah wanita itu tidak takut, klau rahasianya sendiri yang akan terbuka.
Sementara Aura di buat kaget dan kelimpungan mendengar ucapan temannya itu.
Sementara Sabira hanya tersenyum miring mendengar kata kata yang terucap dari bibir Aura.
"Ckckck..... Karangan loe bagus juga, apa loe nggak akan menyesal telah membuat fitnah seperti itu, klau semua orang tau siapa loe, apa loe nggak akan menyesal." cibir Tari menatap sinis Aura.
"Ayo, teman teman. Kita pergi, kasian adik gue mau makan, makanannya belum habis, kita sudah menganggu." lerai Aura yang tidak ingin memperpanjang masalah, dia juga sangat takut, klau Sabira mengungkapkan siapa dia di depan teman temannya, bisa di musuhi dia oleh teman temannya itu.
"Tapi, Ra..." teman Aura masih belum puas dengan kelakuan Sabira barusan.
"Udah nggak apa apa kok, kita pergi aja." paksa Aura.
"Loe benar benar orang yang baik hati Ra, sudah ikhlas menerima anak pungut itu di rumah dan berbagi kasih sayang orang tua dan abang berasama loe, tapi dia tidak tau diri, malah merasa dia yang menjadi tuan rumah, gue benci melihat adik loe itu." kesal teman Aura.
"Tapi gue senang loh, dia tau diri, tanpa di minta untuk keluar dari rumah loe, dia keluar sendiri, mungkin dia sadar kali ya, klau dia hanya anak pungut." sinis teman Aura.
"Ehhh... Sudah sudah... Ayo kita pergi." Aura menarik ke dua tangan sahabatnya itu, terlihat wajah panik dan salah tingkahnya.
"Cih... Dasar manusia aur auran, bisa bisanya dia memutar balikan fakta, yang anak pungut siapa coba, astaga... Dasar sundel bolong kunti sialan, menyebalkan." maki Tari menatap sengit kepergian Aura dan teman temanya.
Sabira hanya geleng geleng kepala, melihat kekesalan sahabatnya itu.
"Sudah lah, ayo lanjut makan." ajak Sabira.
"Hilang sudah selera makan aku, tapi nggak apa apa lah di paksa aja, sayang makanan ini, mubazir klau di tinggal." celoteh Tari, yang katanya kehilangan selera makan, kini lihat lah dia makan begitu lahapnya.
Sabira terkekeh dan geleng geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.
"Nih, gue tambahin ayamnya." ucap Sabira meletakan sepotong ayam ke atas piring Tari.
"Ahhh... Kau memang sahabat yang terbaik, tau saja aku kehabisan tenaga meladeni ular kepala dua tadi." kekeh Tari.
Sabira kembali menggelengkan kepalanya, dan dia juga ikut menyantap makanan di depan matanya.
"Ha... Kenyang sekali." ucap Tari mengusap perutnya yang sedikit membuncit karena kekenyangan.
"Ya udah yuk... Kita lansung berburu, nanti keburu sore." ajak Sabira.
"Gas keun lah... " sangat Tari.
Ke dua gadis remaja itu lansung menyusuri mall itu, mencari apa yang di butuhkan oleh Sabira, dengan sabar Tari mengikuti dari belakang, dan membantu membawakan barang belanjaan Sabira.
"Keknya udah cukup deh." ucap Sabira memperhatikan setiap belanjaannya.
"Stok makanan nggak di beli? " tanya Tari.
"Mau sih, tapi gimana cara bawanya." sahut Sabira.
"Kamu tenang aja, udah ada sopir papa di bawah, aku minta tolong sama papa untuk jemput kita di sini." santai Tari.
"Haa... Serius kamu, ihh.. Aku nggak enak loh, ngerepotin om." kaget Sabira.
"Santai aja kali, papa aja nggak keberatan kok." acuh Tari.
"Ihh... Kamu mah, suka gitu." keluh Sabira.
"Udah lah, ayo cepatan, kita ke bagian makanan." ajak Tari menarik sebuah troli dan memasukan semua belanjaan Sabira ke dalam troli tersebut.
"Nggak muat kayanya, tambah satu troli lagi." ujar Tari.
Sabira hanya pasrah, dan mengikuti sahabatnya itu, dan agar tidak memakan waktu banyak, dan sopir papa Tari kelamaan menunggu, Sabira lansung dengan sigap mencari apa yang dia butuh kan.
"Kamu ada kulkas di rumah itu Bir? " tanya Tari yang memang tidak sempat melihat lihat di kontrakan Sabira itu, karena dia hanya fokus sama sahabatnya saja kemaren itu.
"Ada." sahut Sabira.
Tari mengangguk tanda mengerti, dia pun ikut mengambil beberapa minuman kaleng dari rak dan memasukan ke dalam troli.
"Kayanya cukup deh, nanti klau kurang, biar bi Tuti yang belanja." ujar Sabira.
"Ya sudah." ucap Tari.
Mereka menuju kasir untuk membayar belanjaannya.
Bersambung....
Haii... Jangan lupa like komen dan vote ya.... 😘😘😘
Nih, mamak double up pagi pagi, biar mengobati rasa kecewa para pembaca mamak, sekarang mamak lanjut ke dunia nyata dulu ya, mudah mudahan nanti ada waktu, mamak kasih up lagi, tapi nggak janji, ok😁 kita lanjut esok hari 😁😁
ᴄᴘᴛ ʟᴀʜ ᴋᴀᴜ ʙᴋᴛ ᴋɴ