NovelToon NovelToon
Moonlight After Sunset: Black Magic

Moonlight After Sunset: Black Magic

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Balas Dendam / Epik Petualangan / Akademi Sihir
Popularitas:193
Nilai: 5
Nama Author: Riana Syarif

Buku kedua dari Moonlight After Sunset, bercerita tentang Senja, seorang gadis yang terlilit takdir membingungkan. Untuk mengetahui rahasia takdir yang mengikatnya, Senja harus membuang identitas lamanya sebagai Bulan dan mulai menjalani petualangan baru di hidupnya sebagai putri utama Duke Ari. Dalam series ini, Senja aka Bulan akan berpetualang melawan sihir hitam sembari mencari tahu identitas aslinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riana Syarif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kembali

"Perubahan hanyalah metafora dimana kau akan sadar bahwa saat ini dan sebelumnya itu berbeda."

****

Setelah kejadian tersebut, semuanya pun berubah. Senja yang sama sekali tidak peduli dengan hal itu memutuskan untuk segera pergi dari kediaman Duke. Ia lelah dengan semuanya yang ada disana, terlebih lagi dengan masalah ruang bawah tanah di kediaman Permaisuri.

Ruangan itu sangatlah aneh ditambah lagi dengan segala isinya yang sama sekali tidak masuk akal. Entah untuk tujuan apa ruang bawah tanah itu di bangun, namun satu yang pasti, Senja sangat tidak menyukainya.

Selain perasaan aneh yang ia dapatkan, ia juga secara tidak sengaja bertemu dengan monster aneh yang mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal padanya.

Demi menghilangkan stress karena gangguan dari berbagai pihak, akhirnya Senja memilih untuk hengkang dari kediaman Duke dan pergi menuju Hutan Kegelapan.

"Selamat datang Nona," seru Dian saat sinar teleportasi sudah menghilang dari hadapannya dan digantikan oleh sosok Senja.

Senja menganggukkan kepalanya sekilas sebelum memasuki rumah tua tersebut. Rumah tempat dimana Muna sering berlatih pedang disini dan tempat dimana ibunya selalu menghabiskan waktu disana.

"Lumayan," lirih Senja saat melihat seluruh area yang sudah di tata dengan rapi oleh Dian. Area itu nantinya akan digunakan Senja untuk berlatih bersama guru barunya.

"Nona silahkan duduk."

Dian datang bersamaan dengan secangkir teh hangat dan beberapa cemilan kering di tangannya. Ia kemudian menaruh semua itu di atas meja sebelum kembali ke lapangan untuk menyelesaikan sisa tugasnya.

Senja kemudian duduk sambil memperhatikan Dian yang sedang bekerja. Ia lalu dengan santainya memakan cemilan yang disediakan Dian satu-persatu.

Beberapa saat kemudian, Ristia muncul di hadapan Senja dengan sebuah kertas surat di ekornya. Kertas itu tampak usang dengan banyaknya kerutan kasar di setiap sisinya.

Senja yang melihat surat tersebut langsung mengulurkan tangannya pada Ristia dan mengambil surat tersebut. Ristia yang sama sekali tidak peduli dengan reaksi nona nya itu segera melingkarkan tubuh mungilnya ke dalam pergelangan tangan Senja saat itu juga.

"Sial," maki Senja dengan tangan yang mengepal erat surat tersebut.

Tanpa ia sadari api kecil mulai muncul dari telapak tangannya dan membakar habis seisi surat tersebut. Dian yang melihat suasana buruk hati Nona nya, memilih untuk tetap diam dan melanjutkan aktivitasnya.

Dian tahu jika dalam keadaan seperti itu, diam adalah pilihan terbaik. Karena, jika ia berusaha untuk ikut campur ke dalam masalah nona nya maka bisa dipastikan umurnya akan berkurang dengan cepat.

Dian yang sedang pura-pura tidak tahu dengan situasi Senja, kemudian menghela napas lega saat melihat cahaya putih terang yang menyelimuti area tersebut. Cahaya putih itu menandakan jika Senja sedang teleportasi saat ini juga.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, namun aku merasa kasihan pada kalian yang berani melawan Nona. Meski ia terlihat lemah dan rapuh, tapi kenyataannya...."

Dian menghentikan perkataannya dengan helaan napas panjang yang berat. Wajahnya acuh tak acuh saat mengatakan hal tersebut. Ia terlihat iba namun juga tidak peduli.

Dian kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya dengan tenang. Jujur saja ia merasa sedikit berterima kasih pada mereka karena telah membuat nona nya pergi dari tempat ini. Karena jika nona nya masih berada disini, mungkin saja ia akan terus menahan napasnya.

****

Akademi Adeline

"Kenapa begitu lama!" bentak sebuah suara dengan nada benci yang kental.

"Bukankah aku sudah memperingati mu sebelumnya?" lanjut suara tersebut dengan kasar. Ia terlihat tidak sabaran akan sesuatu, namun tidak ada yang tahu apa itu.

"Maafkan saya Nona, ini adalah kesalahan...."

"Itu memang kesalahan mu!" suara itu kembali memotong perkataan gadis mungil yang berdiri gemetaran di sudut ruangan.

"Aku sudah memperingati mu Kira, jangan membuat kesabaran ku habis dengan semua alasan sampah mu itu."

"Non..., Nona ini belum saatnya anda keluar. Akan ada saat dimana anda dan yang lainnya akan menikmati semua ini. Tapi..."

Kira mencoba untuk memberikan alasan yang logis untuk nona nya itu, namun itu belum cukup untuk bisa meredakan emosi nya.

"Jika kau tidak bisa menempati janji mu, maka kau sendirilah yang akan menjadi medianya."

Suara itu membuat Kira tidak bisa bernapas, ia menekan udara disekitarnya dengan keras sehingga membuat oksigen yang ada disana menghilang dengan cepat.

Kira yang tidak bisa menahan dirinya mulai jatuh seperti orang kesetanan. Ia bergoyang kesana-kemari dengan kasarnya sembari mencari udara segar untuk dihirup namun sekuat apa pun ia mencari, ia sama sekali tidak menemukan apapun.

Rasanya sangat sesak sehingga Kira terlihat seperti ulat nangka yang sedang berjoget ria. Ia bahkan tidak sadar jika kulitnya mulai memucat dan mengelupas dengan cepat.

"Hahaha, waktumu tidak lama lagi Kira. Jadi pastikan siapa yang akan menjadi wadah berikutnya."

Suara itu menggema dengan kencang membuat ketakutan Kira semakin besar. Ia dengan susah payah berusaha untuk bangkit namun upayanya gagal karena tekanan kuat itu masih memenjarakannya.

"Aku menunggu siapa lagi yang akan kau bawa kali ini," lirih suara itu dengan ujung lidah yang penyapu bibirnya. Ia menjilati bibirnya dengan nakal sebelum menghilang dari kegelapan ruangan.

"Hah..., Hah...., Hah...!"

Akhirnya Kira bisa bernapas dengan lega, namun itu tidak membuat wajahnya terlihat baik. Ia malah menjadi semakin gugup dengan keringat dingin yang membasahi seluruh tubuhnya.

"Aku harus bisa menemukan tubuh yang cocok untuknya," batin Kira sambil membenahi pakaiannya. Ia kemudian kembali melihat ke arah kegelapan sebelum memilih untuk pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"Nona," panggil pelayan pribadi Kira sambil menyerahkan nampan berisi air jeruk segar. Kira tanpa ragu mengambil air tersebut dan meminumnya. Rasa manis dan segar dari jeruk tersebut berhasil membuat tenggorokan Kira menjadi lebih baik dari sebelumnya.

"Nona, Nona Senja telah kembali," bisik pelayan itu tepat di telinga Kira. Ia kemudian tersenyum hangat pada saat nona nya melihat dia dengan wajah tidak percaya.

"Saya melihat kereta kudanya memasuki area Akademi."

Pelayan itu kemudian menceritakan apa yang baru saja ia lihat. Wajahnya sangat bersemangat saat menceritakan semua hal tersebut. Ia bahkan tidak melewati satu hal pun saat menceritakan apa yang ia baru saja dilihatnya.

Kira mulai tersenyum, bibirnya naik 180° lebih tinggi dari pada sebelumnya. Ia terlihat bersemangat dan dengan percaya diri, Kira berdiri dari duduknya.

"Kerja bagus."

Kira memuji pekerjaan pelayan pribadinya itu sebelum pergi meninggalkan kamarnya. Ia terlihat sangat bahagia dengan senyum licik yang kini menggantikan senyum bahagianya itu.

"Sekarang aku sudah memiliki apa yang kau inginkan, dan aku jamin kau pasti akan sangat menyukainya," batin Kira sambil memikirkan senyum puas sosok yang ia di panggil nona itu.

****

"Ada apa Senja?" tanya Maya yang merasa aneh dengan perilaku Senja saat ini.

"Tidak ada, hanya saja..."

Senja menghentikan perkataannya sambil menyentuh punggung belakangnya yang terasa sangat dingin. Ia merasa seakan badai akan menerjang dirinya cepat atau lambat.

"Apa punggung mu sakit?" tanya Zakila sembari menyentuh punggung belakang Senja.

"Tidak, hanya saja ini terasa sangat dingin."

"Oh astaga, itu pasti pertanda bahwa kau akan terkena demam."

Zakila terlihat panik, ia kemudian menarik pergelangan tangan Senja dan hendak membawanya pergi.

"Senja tidak sakit, apa kau tidak bisa melihat wajahnya baik-baik saja. Mungkin itu hanya perasannya saja," Seru Maya yang berhasil menghentikan langkah kaki adiknya itu.

"Itu benar, mungkin ini karena efek perjalanan panjang," balas Senja sambil melepaskan pergelangan tangannya dari Zakila.

"Huh," gerutu Zakila kesal. Ia kemudian melepaskan pegangannya dari Senja sebelum melangkah pergi menuju Luna.

"Dasar anak kecil," seru Maya yang mengikuti Zakila dari belakangnya.

"Hmm...!!?"

Senja merasa aneh dengan dirinya beberapa saat yang lalu. Itu bukan perasaan semacam kesal atau apapun, melainkan perasaan takut akan sesuatu yang besar.

"Aneh," lirih Senja sambil melihat ke arah belakang punggungnya, dan tepat saat itu ia tidak sengaja melihat Kira yang sedang berdiri tidak jauh darinya sambil memasang senyum ramah yang tampak begitu aneh.

"Ah, ternyata kau." batin Senja dengan wajah dinginnya. Ia kemudian dikagetkan dengan Maya yang sedang menarik tangannya.

"Ayo pergi," seru Maya yang saat ini sedang menatap sinis ke arah Kira.

"Jangan pedulikan orang gila sepertinya," lanjut Maya dengan nada suara kesal.

"Baik."

Senja kemudian pergi mengikuti Maya meninggalkan lorong dimana Kira masih berada di ujung jalan dengan senyum misteriusnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!