NovelToon NovelToon
Tolong Nikahi Aku, Paman !

Tolong Nikahi Aku, Paman !

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:36.6k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Shanna Viarsa Darmawan melakukan kesalahan besar dengan menyerahkan kehormatannya pada Rivan Andrea Wiratama. Kepercayaannya yang begitu besar setelah tiga tahun berpacaran berakhir dengan pengkhianatan. Rivan meninggalkannya begitu saja, memaksa Shanna menanggung segalanya seorang diri. Namun, di balik luka itu, takdir justru mempertemukannya dengan Damian Alexander Wiratama—paman Rivan, adik kandung dari ibu Rivan, Mega Wiratama.

Di tengah keputusasaan, Damian menjadi satu-satunya harapan Shanna untuk menyelamatkan hidupnya. Tapi apa yang akan ia temui? Uluran tangan, atau justru penolakan yang semakin menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kerikil

Tiga bulan telah berlalu sejak pernikahan mereka. Semuanya berjalan dengan baik, bahkan bisa dibilang sangat mulus. Tidak ada pertengkaran besar, tidak ada perselisihan yang berarti. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan ritme yang stabil. Namun, seperti halnya kehidupan pada umumnya, selalu ada batu kerikil yang menghadang. Jika pasangan yang menikah karena cinta pun bisa menghadapi masalah, apalagi mereka yang memulai semuanya dengan alasan yang jauh dari itu.

Hari itu, Damian sedang fokus mengerjakan pekerjaannya di kantor ketika ponselnya bergetar, menampilkan nomor asing di layar. Ia mengernyit, sedikit ragu. Namun, siapa tahu itu panggilan penting? Setelah beberapa detik menimbang, akhirnya ia memutuskan untuk mengangkatnya.

“Halo, dengan Damian.”

Suara di seberang terdengar familiar, membuat tubuhnya menegang seketika.

“Om...”

Damian terdiam. Napasnya tertahan sesaat sebelum akhirnya ia membuka mulut. “Rivan?”

“Gimana kabarnya Shanna, Om?”

Pertanyaan itu membuat Damian mengerutkan kening. “Kamu belum tahu apa-apa, Van?”

“Tahu apa, Om?”

Damian menarik napas dalam sebelum menjawab, “Shanna sudah menikah.”

Hening. Sesaat tidak ada suara dari seberang, sebelum akhirnya Rivan terkekeh pelan.

“Iya, aku tahu, Om. Om yang menikahi Shanna, kan?” Nada suaranya terdengar santai, tanpa ada kemarahan atau kekecewaan. “Aku ngerti, Om. Pasti Om mau nyelamatin Shanna dan anak aku.”

Damian menggenggam ponselnya lebih erat. Ada sesuatu dalam kata-kata itu yang membuat dadanya terasa sesak.

“Iya, Van...” katanya akhirnya. “Aku gak punya cara lain.”

“Gak apa-apa, Om. Aku titip mereka, ya? Kalau kuliahku sudah selesai, aku pasti balik jemput mereka.”

Damian mengatupkan rahangnya. “Mereka bukan barang yang bisa kamu titip-titip, Van.”

“Hehe... Yang penting, Om jaga mereka buat aku.” Suara Rivan terdengar enteng, seolah semua ini hanyalah titipan sementara. “Makasih banyak, Om, udah mau berkorban.”

“Tapi, Van—”

“Om, aku harus pergi. Ada Ayah.”

Sambungan terputus.

Damian masih terpaku di tempatnya, menatap layar ponsel yang kini gelap. Baru saja ia ingin mengungkapkan sesuatu—sesuatu yang selama ini ia pendam.

Tapi aku suka Shanna, Van. Aku melakukan ini bukan buat kamu, tapi karena aku ingin bersamanya.

Kata-kata itu hanya menggema dalam hatinya, tertahan di ujung lidahnya, tak pernah sampai pada orang yang seharusnya mendengarnya.

Sejak pagi, hari-hari Damian terasa lebih suram. Meski tetap profesional, ada sesuatu dalam sorot matanya yang tampak berbeda. Ia lebih banyak diam, hanya berbicara seperlunya, bahkan saat mengikuti meeting siang itu.

"Baiklah, berdasarkan hasil analisa, proyek ini menunjukkan progres yang sesuai dengan ekspektasi. Kita akan lanjutkan pembahasan pada pertemuan berikutnya. Terima kasih, selamat siang," tutup Damian, suaranya terdengar datar namun tetap tegas.

Tanpa berlama-lama, ia keluar lebih dulu, diikuti oleh Willy yang sigap menangkap perubahan suasana dalam diri sahabatnya.

"Rooftop dulu bentar, bro," ajak Willy sambil menepuk bahunya.

Damian tak banyak protes, hanya mengangguk dan mengikuti langkah sahabatnya menaiki tangga menuju atap gedung.

Sesampainya di sana, Willy menyalakan rokok, mengisapnya dalam-dalam, lalu menghembuskan asap ke udara. Ia melirik Damian yang berdiri di sampingnya, bersandar pada pagar pembatas dengan tatapan kosong ke arah langit kota.

"Lo kenapa, Dam?" tanyanya akhirnya.

Damian menghela napas sebelum menjawab, "Rivan. Tadi dia ngehubungin gue."

Willy menaikkan alis. "Terus?"

"Dia udah tau gue sama Shanna nikah."

"Bocah itu marah ke lo?" Willy tertawa kecil. "Udah, jangan nanggepin dia."

"Bukan, Wil," Damian menggeleng pelan. "Justru sebaliknya. Dia seneng gue nikahin Shanna. Dia ngira gue lakuin ini buat nyelamatin Shanna dan bayi dalam kandungannya."

Willy mengerutkan dahi. "Lah, terus? Emang kenyataannya gitu, kan?"

"Itu yang bikin gue gak enak." Damian mengusap wajahnya. "Dia bilang bakal balik suatu saat buat jemput mereka. Gue gak suka apa yang udah jadi milik gue di-claim orang lain."

Willy terdiam sejenak, memilih kata-kata dengan hati-hati. "Dam... haduh, gimana ya ngomongnya? Gak enak juga sih. Tapi sorry sebelumnya, bro, Rivan itu ayah biologis anak dalam kandungan Shanna. Suka atau engga, itu kenyataannya. Dan hubungan darah itu gak bisa diputus, sekalipun ada perpisahan atau pernikahan orangtuanya."

Damian menatapnya tajam, rahangnya mengeras. "Iya, gue ngerti."

"Gue tau lo orangnya posesif," lanjut Willy. "Lo gak bisa berbagi apa yang udah jadi milik lo, dan gue paham itu. Tapi, Dam, sebaik-baiknya lo nutupin ini, suatu saat pasti bakal kebongkar juga."

"Ya... gue tutupin aja sampe kebuka sendiri," gumam Damian, suaranya terdengar lelah.

Willy mendengus, lalu menatapnya serius. "Dan di saat itu, apa lo yakin anak lo bakal bisa nerima kalau dia bukan darah daging lo? Gimana kalau dia nyari bapak kandungnya? Gimana kalau dia lebih milih Rivan dibanding lo?"

"Gak mungkin, Wil," Damian langsung menyanggah. "Gue bakal besarin dia sebagai anak gue, dan gak ada yang bisa nyaingin apa yang gue kasih buat dia."

Willy menghembuskan asap rokok terakhirnya sebelum membuang puntungnya ke asbak di dekat mereka. Ia menepuk bahu Damian, tatapannya lebih dalam kali ini.

"Gak ada yang gak mungkin, Dam," katanya pelan. "Saran gue, selagi bukan Shanna yang punya perasaan ke lo, jangan lo kasih hati lo abis-abisan buat dia. Inget, dalam satu hal Rivan lebih unggul dari lo. Rivan punya hati Shanna lebih dari empat tahun. Bahkan, cewek sebaik Shanna aja bisa nyerahin kehormatannya ke dia. Itu tandanya secinta itu dia ke Rivan. Lo sadar, kan, Dam?"

Damian terdiam. Kata-kata Willy menggema di kepalanya, menamparnya dengan realitas yang selama ini enggan ia hadapi. Ada bagian dari dirinya yang ingin menyangkal, tapi seberapa keras pun ia mencoba berpikir logis, kata-kata itu tetap terasa menyakitkan. Sebuah kebenaran yang tak ingin ia terima.

Dalam perjalanan pulang, Damian menatap lurus ke depan, kedua tangannya mencengkeram setir lebih kuat dari biasanya. Matanya memerah, dadanya bergemuruh penuh amarah. Untuk pertama kalinya, ia merasa enggan pulang. Pikirannya terlalu berat, terlalu berisik, membuat rumah bukan lagi tempat yang menenangkannya.

Tanpa berpikir panjang, ia merogoh ponselnya dan menekan nomor Willy.

"Wil, lo masih di kantor?" tanyanya, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya.

Dari seberang telepon, Willy mendengus. "Hmm... kan lo yang ngasih gue kerjaan sialan ini. Bikin gue gak bisa balik," keluhnya.

"Lo tinggalin aja. Gue ada kerjaan lain buat lo," ucap Damian singkat.

"Apa?"

"Temenin gue minum. Gue lagi males balik, kepala gue penuh. Gue butuh nenangin pikiran."

Willy mendengus kecil. "Bukannya makin pulih, malah makin rusak tuh pikiran lo, bro."

"Setidaknya lebih tenang," Damian membalas dengan nada datar.

Hening sesaat, sebelum akhirnya Willy mengalah. "Oke, oke, gue paham. Kita ketemu di klub?"

"Ya, tempat biasa," jawab Damian.

"Alright, on my way."

Damian akhirnya membanting stir ke arah berlawanan dari rumahnya.

1
April Lia
duhhh damian bijak bnget bikin klepek² gk sih 😍😍
April Lia
buat Damian bucin sebucin² ma shana begitu jga shana buat bucin ke damian biar gk ada nma mantan ganggu mereka
Ghinatanzila Valery
bagus crtnya
Tarini Rini
lanjutan nya mana ?
Suciati Ginting
kenapa gak lanjut" thor
Lina
lanjuut thor jngn nggantung
marnimamgeso
lanjut dong kak
Lina
athor mana lanjutan nya ,
Popo Hanipo
saking baiknya si damian wkkk nanti jangan bilang karna mau nolong ya🤣
Valen Angelina
hahahaha pompa asi kok jadi pompa yg lain si kwkwkwk
Popo Hanipo
ibunya kena baby blues tersangka utama sedang enak2 kuliah yah begitulah,,dimana2 yang menjadi korban itu perempuan
Popo Hanipo: kalo tersangka udah nyesel dari kemaren2,,aku nungguin si mega mendung sama suaminya yang nyesel apalagi kalo smpai di masa yang akan datang si rivan gak bisa kasih cucu lagi bakal tambah seru
Lina: yg bikin spa yg repot spa ,athor kenapa lengkap gini penderitaan senan dan Damian ,coba ke mereka ber2 bikin gitu bahagia biar si tersangka nyesel 😄
total 2 replies
Popo Hanipo
kak bisakah damian jangan pakai bahasa formal saat bicara dengan shanna kyk kurang enak bacanya kan sudah suami istri
Popo Hanipo: oalah ya ya aku kan jadi inget aldebaran wwkwk
Narata: bisa kakak kuu .. ini emang settingannya di giniin dulu. nanti ada waktunya ya hihi
total 2 replies
Popo Hanipo
bagus
Sukemi Nak Murtukiyo
trima kasih up nya kak,,,,,,,,ditunggu selanjut, semakin seru.
Narata: Siap kakak kuu. jangan lupa beri semangat buat author yaa
total 1 replies
Sukemi Nak Murtukiyo
kak upnya jangan lama lama,,,,,,,,
Dian Fitriana
up
Lina
di sini yg paling sakit Damian ,yg banyak berkorban ,jngn lah senan kembali pada Riva othor
Narata: betull sakit banget jadi damian hiks
total 1 replies
Dian Fitriana
up
Risma Waty
Keep strong Shan...
Risma Waty
Nemu istilah kedokteran yg baru nih ..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!