Rendra bisa menempuh pendidikan kedokteran lewat jalur beasiswa. Di kampus dia diremehkan karena miskin dan culun. Tak jarang Rendra bahkan dibully.
Namun dibalik itu semua, Rendra adalah orang yang jenius. Di usianya yang masih 22 tahun, dia sudah bisa menghafal berbagai jenis anatomi manusia dan buku tebal tentang ilmu bedah. Gilanya Rendra juga piawai mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Akibat kejeniusannya, seseorang menawarkan Rendra untuk menjadi dokter di sebuah rumah bordil. Di sana dia mengobati wanita malam, pecandu, orang yang tertusuk atau tertembak, dan lain-lain. Masalah besar muncul ketika Rendra tak sengaja berurusan dengan seorang ketua mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34 - Menolak
Mister Man tercengang mendengar penolakan Rendra. Dia sangat membenci orang yang menolak tawarannya.
"Kenapa kau langsung menolak? Kau bahkan masih belum tahu keuntungan menjadi dokter pribadiku. Aku akan membayarmu puluhan juta. Yang pastinya lebih tinggi dari rumah sakit mana pun!" ujar Mister Man.
Rendra terdiam. Dia memang sedikit tergoda dengan tawaran tersebut. Namun di sisi lain dirinya masih ingin fokus menyelesaikan studi kedokterannya. Lagi pula, ibunya pasti tak akan setuju jika dirinya melakukan pekerjaan terlarang, terlebih bersama gangster berbahaya seperti Mister Man.
"Mohon maaf, Tuan. Saya tetap tidak bisa. Kalau saya bekerja sebagai dokter sebelum lulus studi, maka sama saja namanya ilegal." Rendra berusaha menolak baik-baik. "Kalau begitu, permisi... Saya harus pulang sekarang," pamitnya sembari beranjak keluar pintu.
Mister Man cemberut. Ia menatap tajam pergerakan Rendra sampai menghilang.
"Apa Bos mau kami menculiknya? Itu akan lebih mudah," tawar Regi. Culik menculik, rampok merampok, serta melakukan berbagai kejahatan lain sudah biasa baginya dan anak buah Mister Man yang lain.
"Jangan! Biarkan saja dia pergi," ujar Mister Man sambil mengukir seringai di wajahnya. Dia lalu meminta Ibar untuk mengambilkan ponsel. Mister Man menghubungi seseorang saat itu juga.
...***...
Rendra kini telah keluar dari area rumah sakit. Dia berjalan ke halte bus karena hari itu Edho atau pun anak buahnya tak terlihat menjemput. Jadi Rendra memutuskan menaiki bus.
Tanpa diduga, Endah muncul dengan mengendarai sepeda motor Aji. Dia tidak sendiri, ada Vanya yang menemani di belakang. Rendra reflek berdiri dari tempat duduknya.
"Astaga! Mukamu kenapa bonyok begitu, Ren?! Kamu habis berantem?" timpal Endah yang cemas. Dia dan Vanya turun dari motor dan menghampiri Rendra.
Endah segera memeriksa keadaan wajah Rendra. Ia bahkan tak malu menyentuh lelaki itu. Berbeda dengan Vanya yang memilih memperhatikan saja.
"Aku nggak apa-apa." Rendra menjauhkan tangan Endah dari wajah. "Nanti aku akan cerita. Kalian ngapain di sini?" tanyanya.
"Kami datang untuk menjemputmu," kata Endah. Dia kembali menaiki motor. Duduk di posisi kemudi.
"Iya. Ayo naik!" suruh Vanya sembari menepuk jok belakang.
"Hah? Bertiga nih?" Rendra memastikan.
"Iya. Masa aku ditinggal. Cepat naik! Kau di tengah!" sahut Vanya.
Rendra menenggak salivanya satu kali. Naik motor berbonceng tiga? Lalu di apit oleh dua wanita dewasa? Tentu adalah hal berbahaya baginya. Terlebih Endah dan Vanya tampak berpakaian minim seperti biasa. Mereka mengenakan kaos oblong ketat dan celana pendek sepangkal paha.
"Nggak deh. Aku naik bus aja. Mbak Endah sama Mbak Vanya duluan aja," ucap Rendra.
"Ck! Kau ini ya! Kami udah susah payah datang ke sini buat jemput. Cepat naik! Kalau enggak, kita bukan teman lagi," ancam Endah.
"Lah, masa gitu aja ngambek. Kan demi kenyamanan dan keamanan juga. Lagian naik motor bertiga kan ilegal. Kalau kena tilang polisi gimana?" Rendra berusaha memberi alasan logis.
"Dih! Kau tahu apa? Malam-malam begini mana ada polisi yang kerja di jalanan. Mereka pada nongkrong tuh di karoke bareng LC!" sahut Vanya.
"Udah! Paksa aja, Van! Kita udah terlanjur ke sini juga!" perintah Endah.
Vanya mengangguk. Dia menarik paksa Rendra untuk ikut. Namun Rendra menolak dan berpegangan pada tiang halte bus.
"Aku nggak mau, Mbak!" kata Rendra. Kebetulan halte bus kala itu sepi. Jadi tidak ada orang yang melihat kejadian tersebut.
"Tetap nggak mau? Kalau gitu aku cium nih!" ujar Vanya. Dia berhenti memaksa Rendra, namun malah melayangkan ciuman ke pipi Rendra.
Cup!
Wajah Rendra sontak memerah malu. Terlebih dia sekarang berada di tempat umum.
"Gimana? Masih nggak mau? Aku cium lagi nih!" timpal Vanya. Dia siap kembali mencium Rendra dengan memajukan sedikit bibirnya.
"Iya, iya deh. Aku mau! Aku mau. Aku akan naik ke motor." Rendra akhirnya mengalah. Dia juga sigap menghindari Vanya yang nyaris kembali menciumnya. Rendra segera naik ke motor.
"Sini tasmu! Biar aku taruh di depan," usul Endah. Rendra pun memberikan tas ranselnya.
Vanya dan Endah lantas saling menatap dan tergelak. Nampaknya menggoda Rendra begitu menyenangkan untuk mereka.
Vanya lantas segera ikut naik ke motor. Tepatnya di posisi paling belakang. Membuat posisi Rendra terjepit di tengah.
maaf thor,apa beneran umur mister man dan rendra gak beda jauh 🤭mister man kan pria paruh baya