Di sebuah universitas yang terletak kota, ada dua mahasiswa yang datang dari latar belakang yang sangat berbeda. Andini, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang sangat fokus pada studinya, selalu menjadi tipe orang yang cenderung menjaga jarak dari orang lain. Dia lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan, membaca buku-buku tentang perilaku manusia, dan merencanakan masa depannya yang penuh dengan ambisi.
Sementara itu, Raka adalah mahasiswa jurusan bisnis. raka terkenal dengan sifatnya yang dingin dan tidak mudah bergaul, selalu membuat orang di sekitarnya merasa segan.
Kisah mereka dimulai di sebuah acara kampus yang diadakan setiap tahun, sebuah pesta malam untuk menyambut semester baru. Andini, yang awalnya hanya ingin duduk di sudut dan menikmati minuman, tanpa sengaja bertemu dengan Raka.
Yuk guys.. baca kisah tentang perjalanan cinta Andini dan Raka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 TAHIRA YANG SEMAKIN MENYEBALKAN.
Pagi itu, langit cerah dan udara segar mengalir lembut di taman kampus. Raka dan Andini berjalan beriringan, setelah joging pagi. tangan mereka saling menggenggam erat. Tawa kecil Andini menggema ketika Raka menceritakan hal konyol tentang masa kecilnya.
"Aku nggak nyangka kamu pernah nyangkut di pohon waktu kecil!" ujar Andini sambil tertawa.
Raka tersenyum lebar. "Ya, dan butuh tiga orang tetangga buat nurunin aku."
Mereka duduk di bangku taman yang menghadap ke danau kecil, menikmati momen kebersamaan yang jarang bisa mereka dapatkan di tengah kesibukan, tugas kampus dan pekerjaan Masing-masing. Namun suasana damai itu mendadak berubah.
Dari kejauhan, seseorang berjalan mendekat. Langkahnya mantap, senyum sinis sudah mengembang di wajahnya.
"Andini," suara itu menggema, dingin dan tajam seperti angin musim dingin.
"Masih suka main drama di taman, ya?" sindir Tahira sambil melirik tajam pada Raka.. " Ternyata lo pinter juga ya, cari pasangan.. pantas gak mau di jodohin ternyata punya ikan kakap hahaha.. "
" Tapi percuma punya cowok kaya, toh lo belum tentu di nikahi oleh dia " Tunjuk tahira kepada Raka.
Andini mengepal tangannya, tapi Raka meraih tangannya dengan lembut, memberi isyarat agar tetap tenang.
"Aku nggak butuh lebih, karena aku sudah punya yang terbaik," jawab Andini mantap, menatap mata Raka dengan penuh keyakinan.
Tahira menyipitkan mata. "Kau pikir cinta itu cukup? Dunia nyata nggak sesederhana itu. apa lagi cewek kaya lo.. Siap-siap saja lo jadi sampah "
" Jika sudah menjadi milikku, maka jangan harap bisa lepas " sahut Raka pelan tapi tegas. " kami akan hadapi dunia nyata itu bersama. "
Tahira mendesis pelan, tapi tak berkata apa-apa lagi. Ia membalikkan badan dan berjalan pergi dengan langkah cepat. Andini menghela napas panjang.
"Dia belum berubah," gumamnya.
Raka memeluknya erat. "Biarkan dia. Yang penting kita di sini, bersama."
" mending sekarang kita cari sarapan " Ajak Raka mengelus pipi Andini dengan lembut " Kekasihku tidak boleh, tidak sarapan "
Andini mengangguk kecil " Eum.. " Jawab Andini, tersenyum manis.
Usai sarapan, Andini langsung ber siap-siap untuk kuliah. " Nana, sofi. ayok kita berangkat bareng " Ajak Andini.
" iya, ndin sayang... " Jawab nana dengan nada bercanda.
Mereka berjalan beriring kedalam kelas dengan sedikit candaan.
" Andini "
" Raka " Andini, menoleh kearah suara.
“ Kamu sudah mau masuk kelas? "
" Eum.. " Jawab Andini
" Yasudah, semangat belajarnya ya. aku gak ikut kelas kamu dulu, soalnya aku ada kelas pagi juga "kata Raka sambil menyentuh pipi andini. “Kalau ada apa-apa, kabarin aku. Aku selalu di sini.”
Andini tersenyum lembut. “Terimakasih Ka. Kamu selalu bikin aku semangat "
Setelah berpisah dengan Raka, Andini, nana dan sofi masuk dalam kelas, Tapi tanpa diduga, ia kembali berhadapan dengan orang yang menyebalkan.
Seorang gadis duduk di barisan depan dengan gaya angkuh yang sangat familiar. Saat Andini mendekat, gadis itu menoleh… dan benar saja.
“Tahira?” ucap Andini setengah tak percaya.
Tahira menatapnya dengan senyum penuh kemenangan. “Surprise. ternyata kita satu kelas, ya! Ternyata buat sampai di kelas ini tidak sulit " Ucap Tahira dengan sombong.
Nana tersenyum sinis " Wah wah wah.. ternyata, selain lo gak punya otak! lo juga gak punya harga diri " Ledek Nana " Sory ya ndin.
" Sudah jangan di ladenin, lebih baik kita duduk " Ajak Andini, malas untuk berdebat dengan tahira.
" Awas lo " Ancam nana.
" Sini lo kalo berani! " Balas Tahira yang menantang.
Andini dan sofi menenangkan nana agar tidak semakin memanas.
" Kenapa sih ndin, kamu malah nyuruh aku buat duduk " Keluh nana
" Yang waras lebih baik ngalah aja " Bisik Andini.
Pembicaraan ringan Andini, nana dan sofi terhenti ketika pintu kelas terbuka. Seorang pria paruh baya dengan kemeja rapi dan kacamata tipis masuk sambil membawa setumpuk berkas. Suasana kelas langsung hening.
“Selamat pagi, semuanya,” ucapnya dengan suara tenang namun berwibawa. “ Di semester ini, kalian akan belajar memahami salah satu hal paling kompleks di dunia, yaitu manusia.”
Andini duduk tegak, mencatat sejak awal.
“Pertama-tama,” lanjut Pak Wirya, “kita akan bahas tentang perilaku manusia. Apa itu perilaku? Sederhananya, ini adalah segala bentuk respons atau tindakan yang bisa diamati secara langsung.”
Ia menulis di papan.
Fungsi Perilaku.
Untuk mendapatkan sesuatu (tangible/reward)
Untuk menghindari atau menghentikan sesuatu (escape/avoid)
Untuk mendapatkan perhatian
Karena sensorik atau kebiasaan (stimulasi internal)
“Kalian akan menemukan bahwa hampir semua tindakan manusia bisa dikaitkan dengan fungsi-fungsi ini,” katanya sambil berkeliling ruangan. “Misalnya, kenapa kalian duduk di sini? Bisa jadi karena ingin ilmu, nilai, atau sekadar karena takut dicap malas.”
Beberapa mahasiswa tertawa pelan. Pak Wirya melanjutkan dengan membahas teori-teori psikologis: behaviorisme, kognitivisme, psikoanalisis, hingga humanistik.
Andini makin fokus. Ia menulis dan mencerna apa yang di jelaskan oleh pak wirya.
“Freud bilang manusia digerakkan oleh dorongan bawah sadar. Tapi Skinner percaya, semua perilaku bisa dijelaskan lewat konsekuensi dan penguatan.”
Menjelang akhir kelas, Pak Wirya menutup dengan kalimat yang membuat Andini merenung.
Menjelang akhir kelas, Pak Wirya menutup dengan kalimat yang membuat Andini merenung.
“Psikologi bukan cuma soal memahami orang lain. Tapi juga belajar mengenali diri sendiri.”
Saat bel berbunyi dan kelas berakhir, Sofi menoleh ke Andini. “Gila, seru banget ya. Baru awal aja udah bikin mikir.”
Andini mengangguk. “Iya… kayaknya aku mulai ngerti kenapa manusia bisa serumit itu.”
Namun di balik pikirannya yang mulai terbuka oleh pelajaran, ia sadar, memahami teori itu satu hal. Tapi memahami orang seperti Tahira… bisa jadi lebih rumit dari apapun yang tertulis di buku.