"Panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Samapai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu.
>_<
Bahkan hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita.
Aku yang begitu mengangumimu sejak kecil perlahan menjelma menjadi cinta, hingga salah mengartikan jika apa yang kamu lakukan untukku sebulan terakhir waktu itu adalah bentuk balasan perasaannku.
Terima kasih atas waktu sebulan yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Tolong jangan lagi seret aku dalam jurang yang sama, perasaanku tulus, aku tidak sekuat yang terlihat. Jika sekali lagi kamu seret aku kejurang permainan yang sama, aku tidak yakin bisa kembali berdiri dan mengangkat kepala.
This is me, Bee Ganendra.
I'm not Your Baby Bee Qiss anymore
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lo Kenapa?
"Tunggu di sini bentar ya."
Sagara memberikan ransel dna ponselnya kepadaku, sedangkan dia melangkah lebar memasuki toilet pria.
Dret ...
Ponsel di tanganku tiba-tiba bergetar, ada panggilan masuk, nama Gege muncul di layar ponsel dia.
GeGe
Keningku mengerut dan aku memicing melihat nama itu, siapa GeGe?.
"SAGARA ADA TELEPHONE!!" Teriakku.
Meskipun berteriak di depan pintu toilet pria, mataku tidka lepas dari layar ponsel dia yang masih menyala.
"Siapa yang nelpon?!" Tanya dia.
"Ge Ge, G.E.G.E" ejaku.
"Oh .. Gigi, angkat aja, bilang gue masuk cuci tangan di toilet."
Ternya Gigi, salah satu teman Sakura tadi.
Jempolku sudah akan menggeser untuk mengangkat panggilan Gigi, tetapi ponsel di tanganku seketika berhenti bergetar.
Aku mendengus sebal.
Kenapa Dia memberi anam Gigi dengan Gege?, hanya sekedar gaul aja, atau ... Ck.
Otakku berputar cepat, kuambil ponselku dan kudeal nomor Sagara. Ponsel dia kembali bergetar, nama Bilqis Ganendra muncul.
Si*l ... Dia menamaiku Bilqis Ganendra.
Aku terkekeh kecil seakan menertawakan diriku sendiri, memangnya apa yang aku harapkan.
"Gigi bilang apa?" Tanya Sagara yang ternyata sudah keluar dari toilet.
"Gue telat ngangkat" ucapku.
Kulempar ransel dan ponsel miliknya lalu berbalik badan, melangkah pergi.
Dia berhasil menangkap ponselnya atau tidak aku tidak perduli. Benar-benar tidak perduli, aku tidak berniat untuk berbalik badan saat dia mengomel.
"CHAKA IKUT!!!."
Aku berteriak dan berlari kecil saat melihat Chaka dan Daniel akan masuk kedalam mobil Daniel yang baru saja diantar valet.
"Loh, BEE!, LO KAN MAU IKUT GUE KE ..."
"GUE SIBUK!!!."
Aku balas berteriak pada Dia tampa mau berbalik badan.
*-*
Hap ..
Hap ...
Hap ...
Hari ini aku datang ke tempat latihan perusahaan keamanan milik Ayah dan Om Malvin, Papa Bang Je.
Demi menghilangkan bad moodku aku mengikuti usulan Chaka yang menjakku untuk latihan bela diri dengan para bodyguard di area gym uang disediakan oleh perusahaan keamanan ASG.
"AH!!!."
Aku berteriak dan melompat menendang salah satu karyawan yang kali ini menjadi lawanku.
Bugh ...
Lawanku terjatuh cukup keras.
Aku menyeringaii melihatnya, nafasku memburu karna terlalu melepaskan seluruh kekuatanku kali ini.
"Lo ada masalah ya?."
Chaka tiba-tiba datang dan melempar sebotol minuman padaku, dengan sigap kutangkap botol yang Chaka lempar.
Kulihat Chaka berjongkok untuk memberi sebotol air juga pada lawanku sebelum melangkah menghampiriku yang masih berdiri sembari meminum air.
"Ayo lawan gue" tantang Chaka.
"Enggak" tolakku.
"Meski mereka cowok, tapi beladirinya masih dibawa kita Bi. Kita kesini untuk bantu ngelatih mereka bukan bikin mereka babak belur."
Aku langsung merengut, "maaf."
Chaka berdiri di depanku dengan tangan berkacak pinggang, menatapku dengan tajam membuatku menunduk menghindari tatapannya.
Tatapan Chaka itu menakutkan, bukan menakutkan yang membuat nyaliku ciut. Tatapnya itu menakutkan dalam artian takut dia bisa membaca jalan pikiranku. Entah belajar dari mana, Chaka ahlinya membaca situasi, mimik wajah terutama milikku karna kami kembar.
"Karna Sagara?."
Tuh kan ... See ...
Chaka selalu bisa menebak, padahal aku tidka pernah lagi membawa-bawa nama Sagara beberapa hati terkahir ini. Kan aneh jika dia bisa mengetahuinya.
Tangan Chaka tiba-tiba mepuk-puk puncak kepalaku, membuatku perlahan mengangkat wajah melihatnya.
"Lo kenapa?, biasanya gak ambil pusing segala hal, kenapa kalau menyangkut Sagara lo berubah seratus delapan puluh derajat?. Apa Sagara se.ber.pengaruh.itu sama lo?."
Chaka mengucapkan kalimat terakhir penuh tekanan dengan meta menatapku semakin tajam saja.
Sumpah, aalah satu hal yang aku tidak suka dari hubungan kembara ini adalah perasaan yang terlalu kuat satu sama lain, dan aku sudha mengatakan itu sebelumnya.
"Ck!" aku berdecak dan menepis tangannya, "sok tau lo."
Aku berjalan menuju kursi yang tersedia di pinggir ruangan, mengeluarkan handuk kecil dari dalam tasku untuk mengelap keringat.
Handuk yang semula kering sekarang basah, ternyata aku sesemangat itu latihan tadi.
Dret ...
Ponselku yang sejak tadi aku letakkan di atas meja bergetar, saat kulihat nama Sagara muncul di layar ponselku.
"Gak lo angkat?" Tanya Chaka yang sudah duduk di sampingku.
"Enggak."
Masih teringat nama Gigi yang dia simpan di ponselnya hari itu, dan itu membuatku berdecak, membalik layar ponselku dan duduk dengan lemas di kursi yang aku duduki.
"Nanti anter gue kecaffe dulu, udah itu lo balik ama supir."
Kepalaku langsung menoleh pada Chaka, "ngapain lo kecaffee?."
"Anak cowok di kelas kita kumpul."
"Gue ikut."
"Enggak" Chaka menatapku dengan tajam lagi, "gak ada anak ceweknya Bi."
"Gampang kalo masalah itu" ucapku dengan menyengir.
Kuraih ponselku dan mencari nama seseorang yang bisa aku minta tolong, dari pada bosan di rumah week en ini, lebih baik aku ikut Chaka kumpul sama anak-anak.
"Yardan, nanti ajak Gladis ke caffee juga ya, gue gak mau jadi cewek satu-satunya di caffe nanti."
"Ini beneran Bil ..."
Tut ...
Kututup panggilan sebelum Yardan menyelesaikan kalimatnya, karna aku tahu apa yang akan dia katakan.
"Serius ini Bi kembaran gue?" Tanya Chaka yang aku jawab dengan mengangkat kedua bahuku, "lo sebenernya kenapa?. Sebesar itu masalah lo sampek nelpon Yardan?, si Yardan pasti belingsatan nerima telepon lo untuk pertama kalinya, wahahaa ...."
*-*
Pulang dari Caffee alu tidka langsung pulang seperti Chaka, aku malah pergi kerumah Bang Al dan kak Ameera.
Aku duduk dikelilingi dengan beberapa serigala milik Bang Al, entah siapa nama mereka aku sudha lupa karna sudah narang kemari. Bang Al yang seorang aktor, Kak Ameera yang perawat dan anak-anak mereka yang sudah sekolah full day membuatku jarang kesini.
"Dek idah makan belum?."
"Belum" jawabku.
Kudengar helaan nafas Bang Al yang duduk di sampingku, meraih salah satu serigalanya dan memangku serigala itu.
Kusandarkan kepalaku kebahu Bang Ar, "membubarkan kelompok mafia sesulit itu ya Bang?" Tanyaku.
Bukannya langsung menjawab Bang Al malah terkekeh kecil, "memangnya apa hubungannya bubarnya kelompok mafia Ayah Elio, sama hubungan kamu dan Sagara."
"Aku gak ngomongin Sagara loh Bang" protesku sembari memukul lengannya.
"Alah ... di balik pertanyaanmu itu pasti ada Sagara."
"Ck."
Aku berdecak, menarik lengan Bang Al dan memeluknya erat. "Gak ada hubungannya denganku dan Sagara Bang. Aku bertanya begitu, siapa tahu ada harapan Elio bisa bersama Sakura, karna Sakura secinta itu sama Elio."
"Hanya berharap Elio dan Sakura bersama?, bagaimana dengan kamu da ..."
"Aku tidak mengharap apapun Bang" potongku sembari mengeratkan pelukanku pada lengan Bang Al.
"Kalau begitu kenapa sekarang terlihat sangat dekat Dek?."
"Hanya menggunakan waktu sebaik mungkin."
"Kalau nanti gak bersa ..."
"Gak papa Bang" potongku.
"Kenapa?, mungk ..."
"Bang" potongku melepas pelukanku di lengannya dan menatap Bang Al dengan kesal. "Abang dan yang lainnya sudah tahu kenapa, jadi jangan buat aku mengandai-andai."
Bang Al tersenyum segarais, diturunkannya serigala yang dia pangku dan menarikku dalam pelukannya yang hangat.
Tangan Bang Al mengelus-elus rambutku, "kalau begitu berhenti membuat sketsa moment kamu dan dia. Buang-buang waktu, tenaga dan kertas aja."
Aku terkekeh kecil mendengarnya, aku yang selalu membuat sketsa tentang dia, sepertinya bukan lagi rahasia.
*-*
.
Tolong tinggalin jejak dan komennya dung Readers 🙏 bagaimana pendapat kalian tentang cerita ini, ngebosenin atau enggak😇 mohon sarannya ya 🤗
Terima kasih sudah mampir 🙏
Lope you 😘
Unik_Muaaa💋