Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. DuaPuluhLima
Anna membantu Enzio menekan tombol panggil. Tak lama kemudian, dokter datang.
“Ada yang bisa saya bantu, Tuan Enzio?”
Enzio langsung ke inti pembicaraan. “Bisakah aku menghadiri acara pertunangan malam ini?”
Dokter mengernyit. “Pertunangan?”
Anna mengangguk. “Kami ingin tahu apakah kondisinya memungkinkan.”
Dokter berpikir sejenak, lalu memeriksa kondisi Enzio. Ia melihat luka di kepala pria itu, mengecek tekanan darahnya, dan memastikan semuanya baik-baik saja.
Setelah beberapa menit, dokter akhirnya berbicara.
“Secara medis, anda belum sepenuhnya pulih, Tuan Enzio. Tapi jika Anda benar-benar ingin menghadiri pertunangan, itu mungkin saja bisa. Tapi, setelah acara selesai, anda harus kembali untuk rawat jalan. Dan tidak boleh banyak aktivitas berat.”
Enzio mendengus. “Tentu saja.”
Dokter mengangguk. “Baiklah. Saya akan menyiapkan surat izin keluar untuk sementara waktu.”
Anna menatap Enzio dengan lega. “Lihat? Kamu bisa tetap melangsungkan pertunangan.”
Enzio mengerucutkan bibir. “Ya, ya. Kamu menang.”
Anna tersenyum tipis. Namun, jauh di dalam hatinya. Ia tidak merasa menang sama sekali.
_________
Malam ini adalah malam yang sudah ditunggu-tunggu oleh dua keluarga terpandang. Acara pertunangan antara Enzio dan Viona akhirnya tiba.
Restoran mewah yang disewa khusus untuk acara ini dipenuhi dengan lampu-lampu kristal yang berkilauan, menambah kesan elegan dan megah.
Di salah satu sudut ruangan, Enzio berdiri bersama kedua orang tuanya, Kania dan Adrian. Matanya tajam mengamati setiap sudut ruangan, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.
“Semuanya sudah diatur, Tuan,” lapor Leon, asisten setianya.
Enzio mengangguk pelan. “Bagus. Pastikan tidak ada yang terlewat malam ini.”
Leon segera pergi untuk memastikan segala persiapan berjalan sempurna.
Adrian yang memperhatikan putranya sejak tadi akhirnya berbicara, “Ada apa? Kalian terlihat serius.”
Enzio hanya tersenyum tipis. “Tidak ada apa-apa, Pa. Hanya sedikit kejutan kecil.”
Kania yang sejak tadi menatap putranya, menjewer telinga Enzio pelan.
“Kejutan apa lagi? Kamu kecelakaan seperti ini saja sudah membuat Mama terkejut! Dasar anak nakal.”
Enzio meringis kecil, meski bibirnya tetap melengkungkan senyuman samar. “Maaf,” ucapnya sembari mengecup punggung tangan Kania.
“Selamat datang, keluarga Tuan Bramasta Anggara. Silakan masuk,” ucap MC.
Semua tamu bertepuk tangan, menyambut kedatangan keluarga pengantin wanita.
Viona berjalan dengan anggun, menggandeng lengan ayahnya. Gaun merah marunnya yang mewah membalut tubuhnya dengan sempurna, membuatnya tampak seperti putri kerajaan.
“Di mana ibunya?” bisik Kania pada Adrian. “Aku bahkan belum pernah bertemu dengannya.”
Adrian menggeleng. “Sama, sayang. Selama ini, istri Bram jarang sekali muncul di acara penting. Mungkin karena dia sibuk dengan bisnisnya sendiri.”
Enzio tetap diam. Ia tidak terlalu peduli dengan percakapan kedua orang tuanya.
“Zio! Aku kangen!” Viona langsung meraih tangan Enzio. Namun, ia terkejut saat melihat perban di kepala pria itu. “Kamu kenapa, sayang? Sakit?”
“Hmm.”
MC kembali berbicara, mengarahkan Viona dan Enzio untuk berdiri di depan, menandakan acara tukar cincin akan segera dimulai.
Namun, sebelum langkah mereka beranjak, seseorang datang, menggandeng seorang gadis.
Theo berjalan masuk dengan seorang wanita di sisinya.
Wanita itu mengenakan gaun putih gading yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Riasannya lembut, menambah pesona anggunnya. Rambutnya disanggul rapi ke belakang, membuat leher jenjangnya semakin terlihat.
Semua mata langsung tertuju pada gadis itu. Termasuk Enzio.
“Anna…” gumaman pelan itu lolos dari bibirnya.
Viona yang berdiri di sebelahnya langsung meliriknya tajam. Matanya kemudian beralih ke arah gadis yang berdiri bersama Theo.
“Dia Anna?” Viona mengepalkan tangannya. Ia tidak percaya. Gadis kampungan yang dulu ia hina sekarang berubah menjadi angsa yang begitu cantik.
Bahkan kecantikannya jauh melampaui dirinya sendiri.
“Tidak! Aku tidak bisa membiarkan ini!” batinnya.
Sementara itu, Anna merasa gugup.
“Theo, aku malu…” bisiknya pelan. Risih dengan gaunnya yang sedikit seksi.
“Ada aku disini. Kalau kamu malu, kamu bisa menutupi wajahmu dengan topeng.”
Anna mencubit perut Theo, membuat pria itu tertawa pelan.
“Kamu menyebalkan.”
Theo hanya mengangkat bahunya, lalu menggandeng Anna mendekati Enzio dan Viona.
Saat Enzio dan Anna bertatapan, dada mereka berdebar keras. Seolah waktu di antara mereka berhenti.
Anna tersenyum tipis. “Selamat atas pertunangan kalian.”
“Terima kasih,” ucap Viona, namun dengan nada penuh ejekan. “Aku dan dia setara, baik dari status maupun penampilan. Jadi, jangan bermimpi untuk berdiri di samping calon suamiku.”
Enzio yang sejak tadi diam akhirnya menepis tangan Viona dari lengannya.
Bersamaan dengan itu, Laras masuk dengan tatapan angkuh dan penuh percaya diri. Tepuk tangan terdengar, namun tiba-tiba…
“Selamat datang, calon ibu mertua,” suara Enzio memecah suasana. “Ah, tidak. Lebih tepatnya, wanita buronan belasan tahun yang sudah membunuh nenekku.”
Semua mata tertuju pada Laras, yang kini berdiri di tempat dengan wajah tegang. Begitupun dengan Anna yang ikut berbalik.
“Ibu?” gumam Anna terkejut.
Siapa yang kemarin su‘uzon sama babang Zio?