Kehidupan Ke Dua

Di sebuah bangunan sekolah yang sudah tak terpakai sejak puluhan tahun yang lalu, puing-puing bangunan yang sudah menjadi bangkai reruntuhan, sekitar area pagar besi yang di beri pembatas garis oleh pihak kepolisian bahkan warna kuning garis polisi pun sudah sangat memudar. Dan di sanalah seorang Ttheo Tinson berdiam diri, sendirian. Lelaki itu mendiami salah satu ruangan di gedung yakni perpustakaan yang lembab, gelap, bau busuk bangkai yang menyengat, banyaknya tikus serta tidak pernah tersorot cahaya matahari sekalipun bahkan dindingnya pun sebagian berlumut. Ada pula sisa-sisa darah yang sudah mengering dan menghitam. Ttheo Tinson itu, dia sudah sejak lama tinggal di sana.

Theo menyeret jasad seorang remaja perempuan yang lehernya sudah dia gigit dan dia isap habis darahnya. Menaruhnya asal-asalan di dekat manusia lainnya yang sudah dia culik dan dia ikat satu persatu bahkan di jadikan bahan stok persis seperti persediaan makanan. Rata-rata anak kecil perempuan, remaja perempuan dan seorang wanita yang umurnya tidak terlalu tua. Ttheo Tinson, lelaki itu kini menatap para korbannya yang tengah meronta-ronta meminta di lepaskan, mulut-mulut mereka pun di tutup menggunakan lakban membuat suara jeritan mereka tertahan di dalamnya. Sembari menjilat darah yang masih basah di sekitar bibirnya, Ttheo lalu berjongkok menarik salah satu dagu sang korban, seorang wanita. Menatap matanya sembari menyeringai. Darah segar yang di incarnya terutama kaum perempuan.

Sudah lama Ttheo melakukan hal ini, sejak dirinya di keluarkan dari sekolah. Ambisinya terhadap sesuatu hal yang di inginkannya benar-benar kuat, dia bahkan rela melakukan hal menjijikan seperti saat ini dan yang lebih menjijikkannya lagi adalah Ttheo tanpa hati sudah membunuh kedua orang tuanya sendiri lalu mengisap darah mereka sama seperti yang di lakukannya terhadap para korban lainnya. Sesuai dengan yang ada pada buku tua tanpa jilid, sudah usang dan kuno itu. Sebuah buku yang di temukannya, di kurung di dalam tanah bangunan sekolahan yang kini jadi tempat dirinya tinggal.

Tertulis di sana, di salah satu lembarannya.

Darah segar yang mengalir dari para perempuan ialah darah suci dan darah segar yang mengalir melalui orang terkasih ialah darah suci pula. Tidak ada yang bisa menolak kesucian darah mereka. Dan meminum darah mereka yang suci, untuk membangunkan sebuah jiwa dari kegelapan yang sudah lama mati.

Adalah salah satu ritualnya. Dan itulah mengapa Ttheo rela melakukannya. Mengisap darah perempuan dan juga kedua orang tuanya. Tidak heran jika banyak pemberitaan orang hilang di mana-mana secara misterius.

Setelah mengisap habis darah manusia. Selanjutnya adalah Ttheo akan pergi ke sebuah pemakaman kota. Dia akan memakan tanah kuburan pada salah satu makam ke makam lainnya. Dia juga akan merapalkan sebuah mantra, berdiri di tengah-tengah makam seorang diri seraya merentangkan kedua tangannya, memejamkan mata seolah sedang menyerahkan diri kepada jiwa-jiwa yang sudah mati di sana lalu di lanjutkan bermeditasi. Dan selalu begitu, berulangkali dia kerjakan. Kemudian Ttheo akan menyayat area tubuhnya di beberapa titik lalu meneteskannya, menumpahkan darahnya sendiri ke atas salah satu lembaran buku yang halamannya kosong dan hanya tertuliskan satu tulisan singkat saja di tengah halaman.

Ercinukter.

Yang artinya terkunci.

Bahkan lelaki itu kini sudah bisa mengendalikan snomster berkat ritual yang di jalankanya.

Dan Ttheo, hendak membangunkan seorang jiwa yang jahat dari kegelapan yang sudah terkurung lama di dalam sana. Sebuah buku tua tanpa jilid.

...****************...