Cantik, kaya, muda, sopan, baik hati, cerdas, itulah Soraya Syifa Dewiana. Gadis berjilbab ini amat diminati banyak orang, khususnya laki-laki. Bahkan gangster pria terkenal di kota saja, The Bloodhound dan White Fangs, bersaing ketat untuk mendapatkan gadis yatim-piatu agamis ini.
Namun siapa sangka, dibalik semua itu, ia harus menikahi pemimpin gangster dari White Fangs, Justin, yang telah menggigitnya dengan ganas di malam Jum'at Kliwon bulan purnama. Satu-satunya cara agar Soraya tidak jadi manusia serigala seperti Justin adalah dengan menikahinya.
Hingga membuat Boss mafia sekaligus CEO untuk Soraya, Hugh, terkadang cemburu buta padanya. Belum lagi asistennya Hugh, Carson, yang juga menaruh hati padanya. Selain itu, ada rahasia lain dari gadis cantik yang suka warna hijau ini. Cukup psikopat pada 2 geng siluman serigala itu dan tangguh.
Lantas, siapa sesungguhnya yang akan Soraya pilih jadi suami sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Soraya Shifa Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25 : Balai Seni Violetta Center (Part 1)
Hari Minggu, Soraya yang sudah mengandung bayi, mulai mengidamkan sesuatu. Namun, yang ia mau adalah pergi ke balai seni yang ada di pusat kota.
"Jadi, kau maunya kita ke Balai Seni Violetta Center?" tanya Justin. Dengan sedikit malas-malasan.
"Iya. Hari Minggu tetap buka. Tapi bukanya nanti jam 11. Karena menunggu para murid yang beragama Kristiani selesai beribadah di Gereja," jawab Soraya.
"Oh!"
"Oh? Itu saja?"
Justin terdiam. Dengan santainya ia merokok sambil membaca laporan. Duduk di kursi kerjanya. Tapi, Soraya berpikir bahwa Justin mungkin tidak akan tertarik dengan itu.
Jadinya ia berkata, "Tapi kalau kau tidak mau ikut, tak apa. Aku bisa pergi sendiri. Atau kalau kau tidak mengizinkan juga, tidak masalah. Kita atau aku saja yang bisa pergi di hari lain."
Soraya masih tak mendapatkan jawaban apa-apa dari Justin. Namun, ia tersenyum dan pamit keluar dari ruang kerjanya Justin. Tahu Soraya mau keluar dari ruangannya, Justin tiba-tiba berdiri dan langsung saja bicara tanpa basa-basi lagi.
"Aku mau mandi dulu. Tunggu aku di ruang tengah nanti! Kita pergi jam 11."
Tanpa menoleh ke belakang, Soraya juga terdiam tidak bicara apa-apa. Tapi hatinya seperti senang. Ia lanjut berjalan dan keluar dari ruang kerjanya Justin.
Justin melihat istrinya sudah hilang tak terlihat lagi. Kemudian duduk kembali, dan memasang wajah seperti merasa bersalah.
...***...
Di balai seni Violetta Center...
Gedung tinggi besar dengan jumlah sekitar 6 lantai. Gedung ini seperti hotel bintang lima atau gedung putih, istana presidennya Amerika. Di sini, Soraya pernah belajar tentang 3 seni. Yakni seni drama teater, musik, dan tari.
"Selamat datang di balai seni Violetta Center! Saya Serina, selaku petugas kepala sekolah seni terbesar di negeri ini. Silahkan masuk!" ucap kepala sekolahnya, Serina Derifasa. Keluarganya secara turun-temurun mewarisi balai seni ini.
Soraya dan Justin masuk setelah di sambut hangat oleh Serina. Ia tahu siapa tamu yang datang ini. Dan ia kenal Soraya juga, karena dari ibunya yang pernah jadi kepala sekolah balai seni ini setelah kakeknya.
"Di lantai satu, ini semua kelas seni rupa. Anak-anak murid di ajarkan untuk membuat seni rupa terapan apapun. Seperti patung, guci, pahatan, dan lain-lain," jelas Serina.
Dilihat oleh Soraya dari jendela kelas. Semuanya sudah mulai belajar. Setiap kelasnya belajar membuat patung atau arca dari batu dengan cara di pahat, keramik, semen, dan lainnya.
"Selain patung, ada juga latihan pembuatan makam untuk dikeramik atau disemen. Tapi, ini sedikit muridnya," ucap Serina.
"Buat makam?" Justin tidak mengerti.
Serina mengangguk dan menjawab, "Benar, Tuan. Ini makamnya untuk menembok makam Islam. Yang sudah bertahun-tahun hanya tanah dan batu nisan. Kami juga buat peti mati untuk jenazah non muslim. Biasanya, yang pesan adalah orang Katholik atau Kristiani Protestan."
Serina menunjukkan hasilnya semua. Ada juga yang terbuat dari tanah liat. Keramiknya pun tidak sembarangan.
"Ayo, kita ke lantai dua. Di atas sana, kita tunjukkan kelas seni tari," ajak Serina. Ketiganya ke kelas di lantai atas.
...***...
Di lantai kedua...
Semuanya kelas tari. Tarian dari seluruh dunia dipelajari di sini, mulai dari tari balet, salsa, hingga tarian tradisional Indonesia juga di pelajari di sini.
"Semuanya ada. Untuk breakdance ala musik K-Pop juga di pelajari di sini. Kami menggunakan musik K-Pop yang klasik, hingga yang modern," jelas Serina.
Soraya serius melihat kelas tari tradisional asal Indonesia. Justin memperhatikan istrinya dengan raut wajah yang campur aduk, antara senang dan masih sedikit bosan.
"Kamu tahu? Dulu aku ikut kelas tari tradisional, balet, dan salsa. Tapi, aku harus berhenti karena kepepet," bisik Soraya pada Justin.
Justin hanya mengangguk. Ia melihat ke anak-anak yang berlatih balet, salsa, tarian tradisional, dan breakdance dengan lincahnya. Kembali wajahnya ke arah Soraya. Wajah bosannya sekilas sirna.
Istrinya jika dilihat baik-baik, seperti tersenyum senang. Dan seperti ada rasa ingin menangis. Sekilas tapi tajam, air mata dari kedua mata Soraya seperti akan mengalir.
Justin segera mengeluarkan kotak tisu kecil, lalu mencabut sehelai tisu itu. Dan memberikannya pada Soraya tanpa menoleh.
*SREEEK!*
*SRET!*
*SET!*
Soraya menoleh pada Justin. Dan mengambil tisu itu. Benar saja, air matanya mulai mengalir. Namun, ia berusaha untuk tidak menangis.
Ketiganya segera menuju lantai ketiga.
...***...
Lantai 3...
"Nah! Di lantai tiga ini, kelas musik. Semua kelas dipisah-pisah sesuai pelajaran alat musik yang mereka pelajari. Yang kelas 1A, ini kelas belajar piano. 2A ini untuk gitar, 3A untuk alat musik tiup, seperti seruling, recorder, atau pianika. 4A, ini untuk belajar biola. 1B ini drum dan rebana bersatu. Rebana akan kita latih pada anak-anak jika ada undangan acara bulan suci Ramadhan, Maulid Nabi, atau takbiran menjelang lebaran Idhul Fitri," jelas Serina.
"2B untuk apa?" tanya Justin dengan sedikit dingin.
Serina tersenyum dan menjawab, "Nah, ini kelas khusus untuk latihan kami yang ditunjuk untuk mengikuti acara-acara besar. Seperti orkestra atau pelatihan rebana untuk acara-acara Islam itu. Dan untuk anak-anak Kristiani, latihan untuk menyanyikan lagu-lagu dan musik perayaan Natal mereka."
Akan tetapi, Soraya masih tetap saja terdiam melihat kelas piano. Seperti dia ingin memainkan piano juga. Ada yang hitam, putih, atau yang klasik kuno berwarna coklat.