Follow my Instagram : @nataniacatherin_
Hai semua! dukung terus cerita yang akuu buat yaa, kalau kamu suka, like ya, kalau ada kesalahan dari cerita ku, berikan saran, agar kedepannya aku bisa bercerita dengan baik untuk novel terbaru ku..✨❤️
"Cinta dan Cemburu"
Kisah tentang Catherine yang harus menghadapi perasaan rumit antara cinta dan cemburu. Dalam perjalanan hubungan dengan Akbar, ia menemukan sisi lain dari dirinya dan orang yang dulu sering menyakitinya. Di tengah kedekatannya dengan Naufal, Akbar yang penuh kecemburuan mulai menunjukkan sisi gelapnya. Namun, meskipun penuh dengan rintangan, Catherine harus memilih antara cinta yang tulus dan hubungan yang penuh ketegangan. Akankah ia bisa menemukan kedamaian di antara perasaan yang bertarung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chaterine Nathania Simatupang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Antara Teman dan Cinta
Tiga bulan sudah berlalu sejak Catherine memasuki SMA. Meskipun Jenny telah pindah ke sekolah lain, persahabatan mereka tetap terjalin erat. Catherine merasa sangat merindukan sahabatnya, tetapi dia juga mulai menemukan jalan baru dalam hidupnya. Perubahan yang terjadi dalam dirinya sangatlah besar, dan dia merasa lebih percaya diri dalam menjalani hari-harinya.
Namun, ada satu hal yang membuatnya sedikit bingung. Akbar, yang kini satu sekolah dengannya, tampaknya semakin sering mendekatinya. Awalnya, Catherine merasa risih dan canggung. Tapi lama-kelamaan, setiap kali Akbar ada di dekatnya, dia merasa jantungnya berdegup kencang. Mungkin karena sudah lama tidak berinteraksi begitu dekat dengan Akbar, Catherine merasa sedikit canggung.
Akbar sering menunggu di dekat gerbang sekolah, lalu berjalan bersamanya ke kelas, atau tiba-tiba muncul di kantin saat Catherine dan teman-temannya sedang makan siang. Catherine berusaha tetap santai, meskipun terkadang dia merasakan kegugupan yang tidak biasa. Dia bahkan mulai tersipu malu saat Akbar berbicara padanya, seakan semua perasaan lama yang pernah dia simpan mulai muncul kembali.
Kadang-kadang, Naufal, teman dekatnya di SMA, melihat perubahan Catherine yang mulai merasa kikuk saat Akbar datang. "Ada apa, Cat?" tanya Naufal, yang juga menyadari kehadiran Akbar yang semakin sering menghampiri mereka. "Kamu kelihatan agak canggung setiap kali dia deketin kamu. Apa nggak nyaman?"
Catherine menggelengkan kepala, mencoba menutupi perasaan canggungnya. "Enggak kok, aku cuma... bingung aja. Akbar berubah banget. Mungkin dia cuma pengen temenan biasa, tapi aku jadi mikir-mikir lagi."
Naufal tersenyum sambil mengangguk. "Aku ngerti kok. Mungkin dia ada perasaan lebih, tapi kamu juga punya hak untuk memutuskan apa yang kamu rasakan. Jangan biarkan apapun membuat kamu merasa terpaksa."
Catherine hanya mengangguk. Dia tahu Naufal benar. Akbar memang punya sikap yang berbeda sekarang, dan dia bisa merasakannya. Tapi Catherine juga tahu bahwa dia harus lebih fokus pada dirinya sendiri dan masa depannya. Dia sudah cukup banyak berubah, dan tidak ingin terjebak dalam hubungan yang belum jelas.
Suatu sore, saat Akbar datang lagi mendekatinya di koridor sekolah, Catherine merasa semakin bingung. "Aku cuma mau ngobrol, Catherine," kata Akbar dengan suara lembut, meskipun ada sedikit kegugupan di matanya. "Aku nggak tahu kenapa, tapi aku merasa... dekat sama kamu lagi."
Catherine terdiam sejenak, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. "Akbar... aku nggak tahu harus bilang apa. Aku menghargai perhatian kamu, tapi aku juga nggak ingin membuat hal ini rumit. Aku lebih fokus ke diriku sekarang."
Akbar mengangguk, meskipun ekspresinya sedikit terluka. "Aku cuma pengen kamu tahu, Catherine, kalau aku... aku nggak akan paksa kamu untuk apa-apa. Aku cuma ingin jadi teman, kalau itu yang kamu inginkan."
Mendengar kata-kata itu, Catherine merasa sedikit lega. Mungkin, hanya mungkin, Akbar juga belajar untuk memberi ruang pada perasaan mereka. Dia menghargai bahwa Akbar tidak memaksanya untuk memilih segera, dan mereka bisa berproses dengan cara masing-masing.
Dengan itu, Catherine melangkah ke depan, memfokuskan diri pada perjalanan yang lebih besar: masa depannya, yang kini terlihat lebih cerah, penuh dengan kesempatan dan harapan baru. Sebuah awal baru untuk dirinya yang lebih kuat, lebih mandiri, dan siap menghadapi apapun yang datang.
...Benih-benih Cinta...
Hari-hari berlalu setelah ulangan Tengah semester yang sudah selesai, dan Catherine merasa dirinya semakin berkembang. Berbeda dengan sebelumnya, dia kini lebih mandiri dan semakin percaya diri. Namun, ada hal yang tidak pernah dia duga akan terjadi: mulai tumbuhnya perasaan aneh setiap kali Akbar mendekatinya.
Awalnya, Catherine mengabaikan perasaan itu, berpikir mungkin itu hanya efek dari pertemuan-pertemuan yang semakin sering terjadi. Akbar, yang kini lebih sering ada di sekitarnya, mulai memperlihatkan sisi dirinya yang lebih baik. Dia tidak lagi hanya menjadi sosok yang pernah meremehkan Catherine, melainkan seseorang yang mulai menghargai apa yang telah dicapainya.
Catherine merasa bingung. Akbar yang dulu sempat meninggalkannya kini menjadi sosok yang lebih perhatian. Setiap kali mereka berbicara, dia merasa seperti ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar percakapan biasa. Perhatian yang Akbar tunjukkan membuatnya merasa sedikit lebih spesial. Tapi, Catherine tetap berusaha keras untuk tidak terbawa perasaan.
Namun, ada momen tertentu yang membuatnya mulai meragukan dirinya sendiri. Suatu sore, setelah selesai berolahraga, Catherine duduk di bangku taman dengan Naufal, sahabat baiknya. Mereka berbicara tentang banyak hal, tapi pikiran Catherine terus teralihkan pada Akbar, yang sedang berbicara dengan teman-temannya tidak jauh dari mereka.
Naufal, yang melihat perubahan ekspresi Catherine, tersenyum dan menggoda. "Ada apa, Cat? Kamu kayaknya mikirin sesuatu."
Catherine menatap Naufal dengan ragu. "Aku... nggak tahu. Kayaknya aku cuma kebingungan."
"Kenapa bingung?" Naufal mendekat, memperhatikan wajah Catherine yang sedikit gelisah. "Aku tahu kamu agak bingung sama Akbar, kan?"
Catherine terkejut. "Kok kamu tahu?"
Naufal tertawa pelan. "Ya jelas lah, Cat. Kamu selalu jadi lebih ceria setiap kali dia ada di sekitar. Kalau kamu nggak ngerasa apa-apa, kenapa ekspresimu berubah kayak gitu?"
Catherine terdiam, merasa seperti terbuka dan diterawang. Naufal benar, tapi dia tidak ingin mengakui perasaannya begitu saja. "Mungkin aku cuma bingung, Naufal. Aku nggak tahu harus gimana."
Naufal tersenyum penuh pengertian. "Tapi kalau kamu mulai merasa nyaman sama dia, itu nggak salah, Cat. Perasaan itu datang tanpa kita rencanakan."
Catherine menghela napas. "Aku cuma takut kalau perasaan itu cuma sementara, atau kalau dia cuma bermain-main."
Naufal menepuk pundaknya dengan lembut. "Hidup itu penuh ketidakpastian, Cat. Yang penting kamu jujur sama diri sendiri. Kalau kamu merasa ada yang beda sama Akbar, ya coba aja dulu. Kalau memang nggak cocok, kamu bisa mundur."
Catherine merenung, kata-kata Naufal membuatnya sedikit lebih tenang. Mungkin, memang benar apa yang dikatakan sahabatnya. Perasaan tidak bisa dipaksa, dan jika memang ada sesuatu yang lebih, Catherine harus siap untuk menghadapinya.
Hari berikutnya, Akbar mendekatinya setelah pelajaran selesai. "Catherine, mau jalan bareng ke kantin?" tanya Akbar dengan senyum yang membuat Catherine terdiam sejenak. Senyum itu seolah mengingatkannya pada perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya.
Catherine mengangguk pelan, mencoba menenangkan hatinya. "Oke, Akbar. Ayo."
Mereka berjalan berdampingan menuju kantin, dan meski suasana tampak biasa, Catherine mulai merasakan bahwa benih-benih cinta mulai tumbuh kembali di dalam dirinya, sedikit demi sedikit. Mungkin, ini adalah awal dari sesuatu yang lebih dari sekadar pertemanan.
Catherine merasa sedikit canggung saat Akbar mengajaknya ke kantin, tetapi dia berusaha untuk tetap tenang. Selama masa SMP tidak terlalu berinteraksi, pertemuan ini terasa berbeda. Akbar sudah berubah, lebih tenang dan tidak seperti dulu. Catherine merasa dirinya juga sudah lebih kuat, tapi ada perasaan aneh yang mengganjal di dalam dirinya. Apa yang sebenarnya dia rasakan terhadap Akbar?
Saat mereka berjalan menuju kantin, tiba-tiba Surya dan Adam muncul dari balik sudut, sambil tersenyum lebar. "Cie cie! Akbar, lu sama Catherine ya?" tanya Surya dengan nada menggoda. Adam ikut-ikutan, "Wah, siapa nih yang lagi dekat? Jangan bilang kalian pacaran!"
Catherine hanya tersenyum kaku, mencoba untuk tetap tenang meskipun rasa malu mulai merambat di pipinya. Akbar terlihat sedikit canggung, tetapi dia hanya tertawa kecil. "Gak kok, kami cuma makan bareng."
Namun, Surya dan Adam tetap melanjutkan godaan mereka, membuat suasana menjadi semakin canggung. Catherine bisa merasakan mata mereka yang penuh rasa ingin tahu. Meski tidak ada yang dikatakan secara langsung, kedekatan mereka memang cukup terlihat.
Akbar melihat Catherine yang mulai merasa tidak nyaman. "Sudah ya, jangan ganggu kami lagi," katanya dengan nada santai namun tegas, berusaha melindungi Catherine dari ejekan teman-temannya.
Setelah Surya dan Adam akhirnya pergi, suasana di kantin kembali menjadi lebih tenang. Catherine merasa sedikit lega, meskipun dalam hatinya ada kegelisahan. Apakah ini tanda bahwa Akbar mulai melihatnya lebih dari sekadar teman?
Akbar mulai mendekati Catherine lagi setelah beberapa waktu berlalu, dan dia mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Meski tidak pernah diungkapkan secara langsung, ada perasaan yang berbeda setiap kali dia berbicara dengan Catherine. Namun, dia tidak berani mengungkapkan perasaannya, merasa ragu apakah Catherine masih membuka hatinya untuknya setelah semua yang telah terjadi.
Di sisi lain, Catherine yang kini merasa lebih kuat dan lebih mandiri, mulai merasa sedikit canggung setiap kali Akbar mendekatinya. Ada perasaan yang datang kembali—perasaan yang pernah ia coba lupakan, namun kali ini ia mencoba menahan diri. Sebagai sahabat, Catherine merasa nyaman dengan Naufal, yang selalu ada untuknya, dan mulai merasakan ketakutan ketika Akbar kembali mencoba masuk ke dalam hidupnya.
Setelah pelajaran terakhir berakhir, Catherine merasa lega. Hari itu cukup melelahkan, dan dia hanya ingin segera pulang untuk beristirahat. Naufal, sahabat terbaiknya, sudah menunggunya di depan kelas. Seperti biasa, mereka berdua berangkat pulang bersama. Naufal sudah mengajak Catherine berbicara tentang proyek terbaru mereka, dan Catherine senang karena memiliki teman yang selalu mendukungnya.
Mereka berjalan keluar dari gerbang sekolah sambil tertawa, membicarakan hal-hal sepele yang selalu menghibur. Namun, langkah mereka terhenti begitu melihat Akbar di luar pagar sekolah. Akbar terlihat seperti sedang menunggu seseorang, dan ketika matanya bertemu dengan Catherine, dia segera melambaikan tangan.
"Hai, Cat!" sapa Akbar dengan senyum khasnya.
Catherine yang sedikit terkejut hanya memberi senyuman tipis dan melirik Naufal, yang sepertinya mulai merasa canggung dengan kehadiran Akbar. Mereka berdua tidak berbicara banyak tentang hal ini, tetapi Catherine bisa merasakan sedikit ketegangan di antara mereka.
"Aku cuma mau ngomong sama kamu sebentar, Catherine," ujar Akbar, tetap tersenyum.
Naufal yang biasanya tenang, kali ini tampak sedikit gelisah. Dia menatap Akbar dengan pandangan yang tidak bisa dibaca. Catherine merasa agak tidak nyaman dengan situasi itu. Di satu sisi, dia ingin berbicara dengan Akbar, tetapi di sisi lain, dia tidak ingin membuat Naufal merasa tidak enak.
"Naufal, kamu nggak usah khawatir," kata Catherine pelan, memberi tahu sahabatnya agar tidak merasa aneh.
Naufal mengangguk, meskipun ekspresinya masih menunjukkan sedikit ketegangan. "Oke, aku tunggu di depan," jawabnya, lalu berjalan menjauh untuk memberi mereka ruang.
Akbar mengamati Naufal yang pergi, lalu beralih ke Catherine dengan ekspresi yang lebih serius. "Aku nggak berniat ganggu kamu, Cat. Aku cuma pengen bilang... Aku mulai sadar kalau aku salah paham sama kamu dulu."
Catherine menatap Akbar dengan hati-hati. Tadi, dia hampir tidak mengenali Akbar yang dulu selalu santai dan cenderung membuatnya merasa tidak dihargai. "Akbar, kita sudah lewat dari itu," jawabnya dengan suara yang tenang. "Aku sudah berubah, dan aku nggak bisa kembali ke masa lalu."
Akbar terlihat agak terkejut, lalu mengangguk pelan. "Aku ngerti, dan aku cuma ingin bilang kalau aku menghargai kamu sekarang. Kamu jauh lebih kuat dari yang aku kira."
Catherine menahan napas. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam cara Akbar berbicara, seperti ada perasaan yang mulai tumbuh. Namun, dia memilih untuk tidak mengungkapkan apapun. Dia tidak ingin terlalu berharap, terutama setelah segala hal yang terjadi antara mereka sebelumnya.
"Terima kasih, Akbar," jawab Catherine akhirnya, memutuskan untuk tidak membuatnya lebih rumit. "Tapi aku punya kehidupan sendiri sekarang. Aku udah punya teman sejati yang selalu ada buat aku."
Akbar hanya mengangguk, walaupun dia tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa yang terbersit di matanya. Catherine bisa merasakannya, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa lagi kembali ke masa lalu. Mereka berdua hanya berdiri di sana beberapa saat, sebelum akhirnya Akbar pergi dengan langkah yang lebih berat dari sebelumnya.
Catherine melangkah ke arah Naufal yang sudah menunggu. Dia merasa campur aduk, antara lega karena bisa menyelesaikan pembicaraan dengan Akbar dan cemas tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam hati Akbar. Namun, yang terpenting saat ini adalah dirinya sendiri—dia tidak bisa lagi bergantung pada orang lain untuk merasa lengkap.
"Naufal," panggil Catherine saat mendekati sahabatnya. "Maaf kalau situasi tadi bikin kamu nggak nyaman."
Naufal hanya tersenyum dan memeluk Catherine. "Aku selalu ada buat kamu, Cat. Jangan khawatir tentang apapun."
Dengan senyuman di wajahnya, mereka berdua melanjutkan perjalanan pulang, merasa lebih kuat dari sebelumnya.
Akbar merasa ada yang berbeda sejak beberapa minggu terakhir. Ia sadar bahwa perasaannya terhadap Catherine mulai berubah. Entah kenapa, setiap kali melihatnya bersama Naufal, hatinya terasa sedikit terguncang. Meskipun mereka hanya sahabat, Akbar tak bisa mengabaikan perasaan yang mulai muncul begitu saja. Rasanya cemburu melihat kedekatan Catherine dan Naufal, terutama karena dia tahu betapa pentingnya Naufal bagi Catherine selama ini.
Pada suatu sore, Akbar duduk bersama Surya dan Adam di kantin sekolah. Mereka bertiga sudah lama bersahabat, dan sudah sering kali berbicara tentang segala hal. Kali ini, Akbar tak bisa menahan uneg-uneg yang mengganjal di hatinya.
“Gue... gue merasa aneh belakangan ini,” kata Akbar dengan suara pelan, matanya tertuju pada meja di depannya.
Surya yang duduk di sebelahnya, memandang dengan cemas. “Aneh gimana maksudnya?”
Akbar menghela napas panjang. “Gue... cemburu, Sur. Cemburu liat Catherine sama Naufal. Mereka berdua selalu bareng, dan gue... gue nggak tahu kenapa, tapi rasanya nggak enak banget."
Adam yang duduk di seberangnya langsung menatapnya. “Lu serius? Kenapa lu cemburu sama mereka? Mereka kan cuma sahabat.”
“Gue tahu... tapi kadang gue berpikir lebih dari itu,” jawab Akbar, suara penuh kebingungannya. “Kayaknya ada yang beda, Adam. Gue nggak pernah merasa gini sebelumnya. Gue... suka sama Catherine, dan gue nggak tahu harus gimana.”
Surya mengangguk pelan. "Gue ngerti, Akbar. Tapi lu harus paham juga, kalau Catherine itu punya jalan hidupnya sendiri. Kalau dia nyaman sama Naufal, itu bukan berarti dia punya perasaan yang sama. Gue tahu lu suka sama dia, tapi kalau dia belum ngasih tanda-tanda, kita nggak bisa paksain."
Akbar meresapi kata-kata Surya. Memang, Catherine selalu menunjukkan sisi mandirinya dan tidak pernah menunjukkan ketertarikan lebih kepada dirinya. Selama ini, ia hanya melihat Catherine sebagai teman, tetapi belakangan ini dia merasa lebih dari itu.
“Apa yang harus gue lakuin, ya? Gue takut kalau gue ngedeketin dia, malah bikin dia nggak nyaman,” kata Akbar, suaranya sedikit ragu.
Adam menepuk bahunya. “Coba pelan-pelan, bro. Jangan buru-buru. Kalau dia emang nyaman sama lu, nanti pasti dia akan kasih tanda-tanda.”
Malam itu, setelah pulang dari sekolah, Akbar tidak bisa tidur. Ia terus berpikir tentang Catherine, tentang apa yang harus dilakukan. Namun, satu hal yang jelas baginya: ia tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka. Ia tahu bahwa Catherine sangat dekat dengan Naufal, dan meskipun itu membuat hatinya sedikit sakit, ia juga harus belajar menerima kenyataan.
Di sisi lain, Catherine merasa kebingungannya juga mulai berkembang. Akbar yang tiba-tiba lebih sering mendekatinya dan menunjukkan perhatian lebih membuatnya merasa ada yang berbeda. Namun, Catherine juga bingung. Dia terlalu fokus dengan pertemanannya bersama Naufal dan tidak ingin ada kerumitan dalam hubungan mereka.
Namun, entah kenapa, Catherine mulai merasa cemas setiap kali Akbar memperlihatkan sikap yang lebih perhatian. Sebuah perasaan yang sulit untuk dijelaskan muncul, seakan ada ketegangan yang tidak bisa diabaikan.
Catherine duduk di taman sekolah, menatap layar ponselnya. Pesan dari Akbar muncul di notifikasinya. Setelah beberapa minggu, Akbar mulai lebih sering menghubunginya. Tidak ada alasan jelas, hanya obrolan ringan yang selalu berhasil membuat Catherine merasa sedikit canggung. Terutama karena dia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam cara Akbar berbicara.
"Hey, Cat. Lagi ngapain?" Pesan Akbar masuk.
Catherine membalas, agak ragu. "Lagi istirahat aja, Akbar. Kamu sendiri?"
"Aku lagi nunggu teman. Kayaknya nggak ada yang asik deh. Kalau kamu, gimana? Sama Naufal lagi?" Akbar membalas dengan nada yang sedikit lebih menggoda.
Catherine bisa merasakan sedikit nada cemburu dalam kata-kata Akbar. Sebenarnya, dia sudah sering bersama Naufal akhir-akhir ini. Mereka memang teman dekat, dan Catherine merasa nyaman. Tapi entah kenapa, perasaan aneh mulai muncul ketika Akbar bertanya tentang Naufal.
"Kenapa, Akbar? Emangnya kenapa kalau aku sama Naufal?" Catherine mencoba menjaga nada suaranya tetap santai, meskipun ada perasaan cemas yang tiba-tiba muncul.
Akbar sedikit terdiam sebelum membalas. "Gak apa-apa, cuma... kadang aku mikir, aku juga pengen bisa lebih deket sama kamu. Tapi kamu malah sibuk sama Naufal."
Catherine merasa sejenak bingung. "Kamu kok jadi kayak gini, Akbar? Kita kan cuma teman."
Akbar menghela napas melalui pesan. "Aku nggak tahu, Cat. Aku cuma merasa kayak ada yang beda akhir-akhir ini. Aku nggak bisa ngebendung perasaan itu."
Catherine terdiam sejenak, membaca pesan tersebut beberapa kali. Ada rasa takut dan bingung dalam dirinya. Di satu sisi, dia tahu bahwa dia sudah melangkah jauh dan menjadi lebih percaya diri, tapi di sisi lain, ada juga perasaan khawatir bahwa hubungan dengan Akbar bisa kembali mengarah ke sesuatu yang rumit.
"Akbar, aku masih butuh waktu, oke?" Catherine akhirnya membalas, berusaha mengatur kata-katanya dengan hati-hati.
Akbar tidak langsung membalas. Beberapa menit berlalu, dan Catherine merasa jantungnya berdebar kencang. Apakah Akbar benar-benar menyukai dirinya, atau hanya sekedar merasa canggung karena mereka sempat dekat dulu?
"Ya, aku ngerti, Cat," balasan Akbar datang dengan singkat. "Aku cuma nggak mau kehilangan kamu, gitu aja."
Catherine menarik napas panjang, matanya menatap layar ponselnya. Ada perasaan tidak pasti yang mulai mengganggu pikirannya. Apakah dia siap untuk menghadapi perasaan Akbar? Atau apakah dia justru lebih nyaman dengan Naufal, yang sudah lama menjadi teman dekatnya?
Seiring pesan-pesan itu tertunda, Catherine merasa kesal pada dirinya sendiri. Dia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama lagi, tapi di saat yang sama, dia tak bisa menghindari rasa bingung yang muncul dalam hatinya.