Naya seorang wanita yang ceria seketika berubah hidupnya setelah mengalami kecelakaan kerja. Tak hanya mengalami kelumpuhan, satu persatu nasib malang mulai hadir di hidup Naya. Meskipun atasan tempat Naya bekerja bertangung jawab atas Nanya namun itu tidak mampu membuat hidup Naya lebih baik.
Lalu bagai manakah Naya menjalani hidup dengan nasibnya yang malang itu ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadis Scorpio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menangislah
Suasana terasa hening sepanjang perjalanan menuju ke perusahaan. Sesekali Boby melirik atasannya yang duduk di kursi belakang melalui kaca spion. Wajah Damar tampak datar seperti biasa, tapi Boby dapat merasakan jika dia akan menerima kemarahan dari pria itu. Dan benar saja, begitu tiba di perusahaan, Damar meminta Boby langsung ke ruangannya.
"Apa yang kau katakan sehingga membuat Naya menangis ?" tanya Damar dengan nada suara yang dingin. Yang menandakan jika pria itu sedang marah.
Damar bukanlah seorang yang mudah emosi. Dia cendrung selalu tenang dalam menghadapi masalah atau situasi apa pun. Damar tidak pernah memarahi seseorang di depan orang banyak, juga tidak pernah marah dengan cara memaki dengan kata-kata yang kasar sehingga Damar memiliki aura seorang pemimpin yang berwibawa dan disegani.
Boby menghela napas panjang setelah keluar dari ruangan atasannya. Padahal dia hanya menanyakan kabar Naya dan menyemangati wanita itu. Tapi karena melihat Naya menangis, Damar jadi marah padanya.
"Sepertinya mulai hari ini aku harus menjaga jarak dan berhati-hati ketika bicara dengan Naya." gumam Boby sambil berjalan masuk ke dalam ruangannya.
Sekarang Naya sudah jadi istri dari atasannya, jadi dia pun harus menghormati dan memperlakukan Naya sebagai Nyonya nya. Nyonya Damar. Boby jadi geli sendiri dengan julukan baru yang dia berikan untuk Naya. Beruntung sekali temannya itu bisa menikah dengan atasan mereka. Sudah tampan, kaya dan baik juga.
*
Pukul empat sore Damar pulang. Namun ia tidak langsung pulang ke rumah. Meskipun menjalani hari yang melelahkan, Damar tetap pulang ke rumah sakit. Dia sudah mendapatkan laporan langsung dari dokter yang memeriksa Naya. Baik itu dari dokter spesialis saraf maupun dari dokter psikiater. Selain itu Damar juga meminta laporan dari perawat yang ia tugaskan untuk menjaga Naya.
Tak ada yang serius, kondisi luka pasca operasi Naya juga mulai membaik. Hanya saja Naya mengalami gangguan trauma karena kejadian yang menimpanya beberapa hari ini. Hal ini wajar jika Naya mengalami mimpi buruk, tapi seiring berjalannya waktu akan hilang jika mendapatkan dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat.
Naya terkesiap ketika melihat Damar datang. Saat ini dua orang perawat sedang membantu Naya membersihkan tubuhnya, membuat Naya jadi malu. Selesai menggantikan pakaian Naya, kedua orang perawat itu lalu keluar.
"Bagai mana keadaan mu hari ini ?" tanya Damar yang kini duduk di sofa.
Pria itu bertanya sambil membuka dasi dan kancing kerah kemejanya.
"Lebih baik, pak. Bekas operasinya sudah tidak sakit lagi." jawab Naya yang kemudian langsung memalingkan wajahnya.
Naya malu melihat Damar ketika pria itu membuka kancing kemejanya.
"Bagus. Jika keadaan mu semakin membaik, dokter akan mengizinkan mu pulang beberapa hari lagi." kata Damar yang kemudian beranjak menuju lemari pakaian dan mengambil baju ganti sebelum masuk ke kamar mandi.
Naya hanya menganguk tanpa melihat ke arah Damar, sampai pria itu hilang di balik pintu kamar mandi.
Hari ini keadaan Naya memang tampak lebih baik, tapi di saat sendirian Naya masih menangis karena sedih atas kepergian sang ayah dan juga pernikahannya yang batal. Seharusnya tiga Minggu lagi mereka menikah. Tapi siapa sangka musibah yang menimpanya di pabrik malah merubah seluruh kehidupannya.
Naya mengusap air matanya yang jatuh begitu saja setiap kali mengingat nasib dirinya yang tragis.
"Menangis lah jika itu bisa meringankan kesedihan mu. Tapi jangan terlalu larut. Ayah mu sudah tenang di sana. Dia pasti ingin melihat mu hidup dengan baik di sini." kata Damar tiba-tiba yang kini sudah berdiri di sampingnya.
Pria itu mengulurkan beberapa lembar tisu kepada Naya untuk menyeka air matanya.
Entah sejak kapan pria itu berdiri di sana dan melihatnya menangis. Apa karena terlalu larut dalam pikirannya sehingga Naya tidak menyadari kehadiran Damar atau memang pria itu berjalan seperti melayang di udara sehingga tidak menimbulkan bunyi langkah kakinya. Yang pasti Damar selalu membuat Naya terkejut.