NovelToon NovelToon
Sihir Brengsek

Sihir Brengsek

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Tamat / Epik Petualangan / Akademi Sihir / Fantasi Isekai
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Arifu

Shin adalah siswa jenius di Akademi Sihir, tapi ada satu masalah besar: dia nggak bisa pakai sihir! Sejak lahir, energi sihirnya tersegel akibat orang tuanya yang iseng belajar sihir terlarang waktu dia masih di dalam kandungan. Alhasil, Shin jadi satu-satunya siswa di Akademi yang malah sering dijadikan bahan ejekan.

Tapi, apakah Shin akan menyerah? Tentu tidak! Dengan tekad kuat (dan sedikit kekonyolan), dia mencoba segala cara untuk membuka segel sihirnya. Mulai dari tarian aneh yang katanya bisa membuka segel, sampai mantra yang nggak pernah benar. Bahkan, dia pernah mencoba minum ramuan yang ternyata cuma bikin dia bersin tanpa henti. Gagal? Sudah pasti!

Tapi siapa sangka, dalam kemarahannya yang memuncak, Shin malah menemukan sesuatu yang sangat "berharga". Sihir memang brengsek, tapi ternyata dunia ini jauh lebih kacau dari yang dia bayangkan!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arifu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menghadapi kegelapan

Hutan Naga Kegelapan semakin pekat. Kabut hitam yang mencekam terasa begitu padat, seolah-olah dunia di sekitar mereka menyusut, menekan nafas mereka dengan setiap langkah. Shin merasakan ketegangan yang luar biasa. Ada perasaan yang menggelora di dalam dirinya—sesuatu yang sangat familiar, namun jauh lebih besar dan lebih menakutkan dari sebelumnya.

Suara itu, suara Dewa Naga Kegelapan, terus menggema di dalam hutan. Setiap kata yang diucapkannya terasa seperti cambukan yang membakar Shin. Teriakan naga itu, begitu dalam dan mengancam, bukan hanya menggetarkan tanah di bawah mereka, tetapi juga mengaduk rasa sakit yang sudah lama terkubur dalam diri Shin.

Flashback

Shin berlari dengan napas tersengal, kakinya terasa berat dan lelah. Waktu itu, dia baru berusia lima tahun—terlalu muda untuk memahami sepenuhnya apa yang sedang terjadi. Namun, saat itu, dia melihatnya dengan jelas. Wajah orang tuanya yang penuh kasih dan perhatian, yang kini hanya tinggal kenangan. Ada perasaan yang menghantui—sesuatu yang begitu mengerikan dan sulit untuk dipahami oleh anak kecil.

Kegelapan, kabut, dan kemudian suara itu.

"Aku baru bangun dari tidur panjangku, bocah. Iseng aja bunuh orang, karena lo masih kecil, gue biarin deh... cup-cup, jangan nangis."

Suara itu... suara itu selalu menghantui pikirannya. Naga yang begitu besar, dengan mata merah menyala dan tubuh yang bersisik hitam, mengintimidasi mereka yang tak bisa melawan. Dan suara itu—suara yang menganggap kematian orangtuanya hanya sebuah lelucon.

"Kenapa harus lo? Kenapa harus orangtua gue?" Shin berteriak dalam hati, mencoba melawan ingatan itu. "Kenapa lo nggak bisa mati?!"

Tapi kini, saat suara Dewa Naga Kegelapan terdengar lagi di sekeliling mereka, Shin merasakan satu hal yang mengerikan: suara itu sama persis dengan yang pernah dia dengar bertahun-tahun lalu. Naga itu—Dewa Naga Kegelapan—adalah monster yang membunuh orangtua gue.

Kemarahan Shin meledak. Semua yang dia rasakan—kebencian, kesedihan, dan rasa sakit—terakumulasi dalam dirinya, menguasai seluruh pikirannya.

"Lo... lo yang bunuh orangtua gue!" Shin berteriak, matanya penuh dengan air mata yang mengaburkan pandangannya. "Kenapa lo nggak bisa pergi dan mati aja?!"

Emosi Shin semakin tak terkendali. Energi sihir dalam dirinya meluap begitu saja—kekuatan yang selama ini tersegel, kekuatan yang dia tak bisa kendalikan, kini meledak tanpa ampun.

Leo dan Alaric yang berdiri di dekatnya terkejut melihat perubahan Shin. Mereka tahu Shin bisa sangat emosional, tapi ini—ini adalah sesuatu yang lebih dari sekadar amarah biasa. Shin kini berada di ambang kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

"Shin, jangan! Ini bukan kamu!" Leo berteriak, mencoba menjangkau teman lamanya yang kini seakan berubah menjadi sosok yang sama sekali berbeda.

Namun, Shin hanya menggeram, tangannya terangkat, energi sihir meluap dengan liar dari tubuhnya. Serangan yang tidak terkontrol membuat udara di sekitar mereka bergetar hebat.

"Jangan coba berhentiin gue!" Shin teriak lagi, suaranya menggelegar. "Gue nggak butuh belas kasihan! Gue mau membunuh naga itu! Gue mau balas dendam!"

Alaric dengan cepat melangkah maju, menarik pedangnya dan mencoba menghadapi Shin. "Shin! Kamu sedang melawan dirimu sendiri! Jika kau terus seperti ini, kau akan membakar semuanya, termasuk dirimu sendiri!"

Namun, Shin tidak mendengarkan. Sihir yang keluar dari tubuhnya semakin kacau, mengarah ke segala arah tanpa kendali. Pusat dari kekuatan itu adalah kebencian, dan kebencian itu melukai dirinya lebih dari yang bisa dia bayangkan.

Leo menatap Shin dengan ekspresi khawatir, tetapi dia tahu tidak ada waktu untuk ragu. "Shin! Tahan dirimu!" serunya, sambil berlari menuju Shin untuk mencoba menahan serangan yang datang.

Namun, Shin menatap Leo dengan mata yang penuh amarah. "Lo nggak ngerti, Leo! Lo nggak ngerti apa yang gue rasain!" Dia mengayunkan tangannya, dan energi sihir yang sangat kuat meledak, menciptakan gelombang perusak yang menghancurkan tanah di bawah mereka.

Di tengah kekacauan itu, suara naga terdengar lagi, lebih keras dan lebih menakutkan. "Kau pikir bisa mengalahkanku, bocah? Aku adalah Dewa Naga Kegelapan. Tak ada yang bisa mengalahkanku. Termasuk dirimu."

Shin berhenti sejenak, matanya terbelalak. Semua yang dia rasakan—semua amarah yang meluap, kebencian yang menguasai dirinya—membuatnya hampir tidak bisa berpikir dengan jernih.

"Itu dia," Shin bergumam, suaranya serak. "Naga itu... Dewa Naga Kegelapan. Lo yang bunuh orangtua gue."

Air mata mulai mengalir di wajah Shin. Dia terjatuh ke lutut, tak mampu lagi menahan beban emosional yang datang. Semua perasaan yang selama ini dia pendam, rasa sakit yang dia coba lupakan—semuanya kembali lagi dengan sangat kuat.

Alaric yang melihat Shin terjatuh segera berlari menghampirinya. "Shin, tenanglah. Ini bukan jalan yang benar. Kamu bisa melawan ini, kamu bisa mengendalikan dirimu."

Leo juga mendekat, menarik Shin ke pelukannya. "Shin, kita semua ada di sini untuk lo. Jangan biarkan kebencian itu menghancurkanmu."

Namun, sebelum Shin bisa merespon, kabut hitam kembali berputar, menutupi mereka dari segala arah. Suara naga itu kembali terdengar, kali ini lebih dalam dan mengerikan.

"Jika kalian berpikir kalian bisa mengalahkanku, kalian salah besar," suara itu terdengar lebih mendalam, lebih menakutkan. "Aku adalah akhir dari segalanya. Bahkan yang kalian percayai sebagai kenyataan akan runtuh di hadapanku."

Di tengah suara yang menggema itu, sebuah sosok muncul dari balik kabut—Arvin, dengan ekspresi serius dan matanya yang tajam.

"Kalian tak akan menang jika terus seperti ini," kata Arvin dengan suara tenang, meskipun ada ketegangan yang jelas tergambar di wajahnya. "Shin, Leo, Alaric... kalian harus berhenti. Dewa Naga Kegelapan itu bukan sesuatu yang bisa kalian hadapi dengan cara biasa."

Shin mengangkat kepalanya, matanya merah dan penuh air mata. "Lo... lo tahu sesuatu, kan? Lo tahu bagaimana caranya gue bisa ngelawan dia!"

Arvin menatap Shin dengan intens. "Kekuatanmu, Shin, bukanlah sesuatu yang bisa dikendalikan dengan amarah. Kamu harus belajar untuk menerima dirimu sendiri, bukan mengabaikan rasa sakit itu. Dewa Naga Kegelapan—itu adalah bagian dari takdirmu. Kamu tak bisa mengalahkannya dengan kekuatan yang terpendam."

Shin menatap Arvin dengan kebingungan, hatinya dipenuhi keraguan. "Apa yang lo maksud? Apa yang harus gue lakuin?"

Arvin berjalan mendekat, dan dengan suara lembut namun tegas, dia berkata, "Kamu harus mengendalikan kekuatanmu. Tapi bukan dengan kebencian. Jika kau terus seperti ini, bahkan yang terbaik pun takkan mampu menolongmu."

Shin merasa ada yang aneh dengan kata-kata Arvin. Ketika dia mendongak, naga itu muncul lagi, lebih besar dari sebelumnya, dengan tatapan mengancam yang penuh kebencian.

"Jadi, kau datang lagi? Aku sudah menunggumu, bocah," suara naga itu menggema lagi, mengisi seluruh hutan dengan teror.

Shin berdiri, tangannya terangkat, energi sihir yang lebih kuat dari sebelumnya meluap. Namun, di balik amarah dan kebenciannya, Shin mulai mendengar kata-kata Arvin kembali. "Jangan biarkan kebencian itu menguasai dirimu."

Namun apakah dia bisa mengontrol dirinya sendiri? Akankah Shin berhasil menghadapi Dewa Naga Kegelapan tanpa kehilangan dirinya sendiri?

1
Ajeng Sripungga
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!