Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mangkatnya Kaisar
Siang itu, sekelompok perwira dan dua orang panglima bersama selusin prajurit pengawal tampak mengawal jenderal besar Bao yang membawa jenderal lainnya didalam kurungan kereta.
Siasat itu sengaja mereka lakukan agar di sepanjang jalan, pihak pemberontak bawahan hartawan Ki melihat bahwa rencana hartawan Ki seakan berhasil.
Siaw Jin yang kini menyamar sebagai seorang prajurit tentara kerajaan menjalankan kudanya sambil melirik kesana kemari dengan senyuman penuh arti.
Setelah mereka masuk gerbang kota raja, mereka segera mendapatkan izin untuk menghadap kaisar membawa jenderal Shu yang seolah terlihat sebagai pesakitan.
Sesampainya mereka di ruang tunggu kaisar, semua yang ada disana segera berlutut, termasuk pemuda berkumis dan berjenggot yang tidak lain adalah Siaw Jin.
Jenderal Bao yang langsung mendapatkan pertanyaan tentang tugas tugasnya, memohon kepada kaisar agar dapat berbicara secara pribadi.
Kaisar yang penasaran segera menyuruh keluar menteri menteri dan panglima lain yang tidak berkepentingan dari ruangan itu.
Setelah keadaan aman, jenderal besar itu segera menceritakan tentang siasat yang telah di atur oleh pengkhianat Ki bersama antek anteknya.
"Siaw Jin inilah putra mahkota yang dulu dikabarkan tewas di himalaya baginda". Tutup jenderal Bao sambil menunjuk ke arah seorang tentara yang berlutut dihadapan kaisar.
"Jenderal Bao, aku tidak bisa begitu percaya dengan kalian. Benarkah dia putra ku?" tanya kaisar dengan suara angkuh.
"Benar. Saya adalah anak yang dulu ayahanda titipkan kepada keluarga Lim". Sahut Siaw Jin yang mendapat isyarat jenderal tua Bao.
"Apa buktinya kau putra mahkota? Jangan jangan kau hanya mengaku ngaku saja untuk mengincar harta dan pangkat ku". Tajam sekali perkataan yang keluar dari mulut kaisar membuat hati Siaw Jin perih bak diremas remas pisau.
Dengan mata merah menyala, Siaw Jin bangkit berdiri menatap mata kaisar secara langsung.
"Paduka kaisar yang sangat terhormat. Kau berikan pun seluruh kerajaan beserta kekayaan yang kau miliki tak akan ku terima. Tujuan ku kemari hanyalah agar anda jangan mencelakakan orang orang baik yang setia kepada anda. Aku malu menjadi putera mahkota. Mulai sekarang, aku bukan lah putra mahkota dan bukan pula putra mu.
Ucapan Siaw Jin berapi api dengan penuh amarah sambil membuka penyamarannya dan merobek baju nya tepat di bahu kanan atas dimana terdapat bekas hitam sebesar kelereng tanda lahirnya dari kecil.
Melihat tanda itu kaisar langsung menangis memanggil,
"Anak ku,"
Namun dengan langkah tegap tanpa memberi hormat, Siaw Jin keluar dari ruangan itu meski kaisar berteriak memanggil.
"Penjaga, tahan pemuda itu". Teriak kaisar sambil mengejar dibelakang Siaw Jin.
"Yang tidak mau terluka, jangan mendekat". Ucap Siaw Jin denga keras kepada seluruh pengawal istana yang mematuhi perintah kaisar.
Setiap penjaga yang mendekatinya, pasti akan terpental dengan mulut mengeluarkan darah atau lengan patah.
Siaw Jin yang di kusai rasa amarah itu tidak perduli lagi kepada apapun dan siapapun. Terjadi lah pengeroyokan puluhan pengawal istana melawan seorang pemuda berpakaian tentara.
Anehnya bukan pemuda itu yang terdesak, malah pengawal yang jumlah nya hampir seratus itu yang terpental beterbangan malang melintang terkena pukulan dan tendangan Siaw Jin.
Hingga akhirnya Siaw Jin memutuskan meloncat ke atas genteng untuk melarikan diri agar tidak bertambah banyak jatuh korban di istana tersebut.
Dengan tangisan dan suara meraung, kaisar yang angkuh dan sombong itu memohon mohon maaf kepada anak nya yang tidak menghiraukan apapun yang keluar dari mulutnya.
"Anakku," Suara seorang wanita setengah tua yang masih terlihat cantik menghentikan langkah Siaw Jin yang berlari di atas bangunan dekat taman.
Secepatnya Siaw Jin menghampiri wanita itu sambil menitikkan air mata, Siaw Jin merasa amat sangat rindu belaian wanita didepannya itu.
Setelah dipeluk ibunya, Siaw Jin malah menangis mengguguk di bahu sang bunda melepaskan semua rasa tertekan nya atas apa yang terjadi barusan.
"Ibu, maafkan aku. Aku harus pergi. Aku tak akan bisa hidup bersama dengan suami mu itu". Ucap Siaw Jin sambil melepaskan rangkulannya.
Permaisuri yang dulunya seorang selir itu hanya berkata,
"Apakah kau akan meninggalkan ibumu lagi setelah puluhan tahun kita berpisah nak?"
"Maaf ibu, terpaksa. Aku bukanlah pangeran dan putra mahkota. Aku hanya ingin jadi diriku. Kenangan mu ibu akan ku ingat sampai mati". Jawab Siaw Jin.
"Simpanlah giwang ini. Berikan giwang dan gelang yang dulu kuberikan padamu untuk menantu ku kelak. Jika ibumu ini masih hidup saat kau menikah, jangan lupa kunjungi ibu". Ucap permaisuri sambil menangis kencang.
"Nak, anak ku". Suara kaisar terdengar sangat dekat dengan mereka.
Secepat kilat Siaw Jin melompat kembali ke atas bangunan dan melarikan diri keluar tembok istana.
Awalnya kaisar menyuruh pengawal menangkapnya. Namun atas perintah istrinya, hal itu di urungkan nya.
Siaw Jin berlari hingga sampai keluar tembok besar kota raja. Di pinggiran hutan besar sebelah barat dia duduk menangis tersedu sedu sambil menggenggam sepasang anting pemberian ibunya barusan dan memegang saku nya dimana gelang yang dulu terampas dari tangan Siaw Kim adik angkatnya selalu dibawa dan disimpannya.
Kaisar yang ditinggal oleh putra semata wayangnya itu segera memberikan mandat kepada Jenderal tua Bao untuk urusan menumpas pemberontakan mantan perdana menteri Ki.
Sedangkan dia dan istrinya mengurung diri dikamar selama beberapa hari kemudian, kaisar pun jatuh sakit.
Entah akibat penyesalannya atau kerinduannya kepada Siaw Jin atau juga mungkin kerisauannya atas kerajaan yang tidak akan ada penerusnya lagi jika Siaw Jin satu satunya putra mahkota tidak bersedia.
Begitulah nasib kaisar yang sudah terbiasa disanjung dalam memakmurkan dan menyenangkan hati seluruh rakyat, namun dia malah menyakiti hati keluarga nya sendiri dengan kesombongan dan kecongkakan yang selama ini di pupuk oleh para bawahannya.
Sebulan setelah sakit sakitan seperti itu, kaisar pun akhirnya meninggal tutup usia dalam rasa penyesalan yang sangat besar.
Kepemimpinan sementara di pegang oleh Jenderal Bao dimana kelak dia berencana mencari Siaw Jin untuk menyerahkan kembali tampuk kekuasaan ayahnya itu.
***~###~***
Suatu malam di luar tembok kota raja dalam hutan yang lebat sebelah utara, barat, timur dan barat daya, ribuan pasukan berlapis lapis di atur disana oleh para panglima kerajaan Khitan dan para pembantu hartawan Ki.
Mereka semua siap dengan senjata untuk menyerang kota raja. Sekitar delapan ribu pasukan sudah disusupkan dari lima bulan yang lalu.
Tiba saat nya mereka bergerak merebut tahta kerajaan dinasti qing. Bersama pasukan yang jumlah nya sangat banyak itu masih ada orang orang kang ouw (dunia persilatan) yang terdiri dari ahli silat dan ahli kungfu tingkat tinggi.
Maka dapat dipastikan, sedikit saja lengah, pihak kerajaan akan menemui kebinasaan nya.
Namun seperti juga layaknya manusia lainnya, hartawan Ki juga terlalu percaya diri atas siasat siasat nya yang jenius menurut nya, sehingga saat sedikit lagi penentuan akhir hingga pecahnya serangan, dia lengah mengira para jenderal dan kaisar mampu di adu domba.
Jenderal Bao yang telah mendapatkan mandat kaisar segera mengatur barisan pendam dan menarik bala bantuan dari provinsi lain ke kota raja.
Semangat nya bertambah tatkala dia melihat Xiansu telah berkunjung ke rumahnya bersama empat orang murid yang terdiri dari dua lelaki dan dua gadis Xiansu bertandang dan disambut dengan berita suka dan berita duka bertubi.
Setelah melewati tiga hari masa berkabung, jenderal Bao segera memberikan tugas masing masing kepada seluruh pembantunya termasuk Xiansu.
Beberapa prajurit tangguh juga diutusnya untuk mencari jejak Siaw Jin.
Masyarakat saat itu belum semua tau kepergian baginda kaisar ke langit biru menghadap tuhannya. Maka kota raja terlihat seperti biasa, aman dan tenteram serta ramai sebagaimana hari hari biasa.
Kita tinggalkan dulu jenderal Bao dan Xiansu yang sibuk mengatur persiapan perlawanan ditengah kemelutnya kerajaan yang sementara ini tanpa pemimpin pasti.
Siaw Jin melihat masih kepada dua benda di tangannya itu sebelum akhirnya dia berlari ke arah barat sekencang kencang nya hingga pada suatu tikungan tajam, hampir saja dia menabrak seorang gadis yang menunggang kuda hitam sedang perlahan lahan.
"Hei,,, kau buta ya? Tidak lihat ada orang sebesar ini di depan?" Celetuk Naya yang saat itu hampir sampai ke tembok besar kota raja.
"Maaf, aku tidak melihat ada orang. Hanya melihat kuda ada kuda". Sahut Siaw Jin sambil mengeringkan air matanya yang masih tersisa di wajah tampannya.
"Hei, siapa sih kamu? Kau menangis ya? Dasar pemuda dusun, sudah besar masih cengeng." ejek gadis yang kini telah turun dari kudanya.
"Sekali lagi maafkan aku. Permisi". Ucap Siaw Jin yang telah mengetahui bahwa gadis cantik didepannya itu adalah Raghnaya.
Gadis yang dulu pernah satu kereta bersamanya ketika pulang ke gunung mung li.
"hei, enak saja kau main pergi pergi begitu saja. Sini duduk dulu. Aku ingin bertanya padamu. Kau pasti orang sini kan? Kau tentu tau jalan daerah sini. Kalau ke kota raja kemana? Jalan hutan aman atau lebih aman jalan besar. Heii,, jawab. Malah bengoong saja".
Kicauan Naya terlihat sangat indah di mata Siaw Jin sehingga beberapa saat barusan memang dia bengong terpana terpesona tertarik tergila gila pokoknya ter ter ter ter lah semuanya.
"bagaimana aku bisa menjawab! Kau ngoceh saja dari tadi seperti beo". Celetuk Siaw Jin yang keceriaannya kembali perlahan lahan.
BERSAMBUNG. . .