Luna terpaksa menjadi istri ke-3 dari seorang Tuan yang bernama Daru. Suami Luna sebelumnya di nyatakan telah meninggal dunia dan rupanya memiliki banyak hutang.
Mereka harus Menjadi Pelunas Hutang Suami nya yang katanya berjumlah puluhan Triliun. Luna hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Ia tidak sepenuhnya percaya bahwa suami yang sangat di cintai nya meninggalkan penderitaan untuk nya dan anak-anak.
Ibu dari tiga orang anak itu harus membayar semua hutang suaminya dengan menikah dan menjadi budak. Luna hanya bisa pasrah menerima namun kesedihan selalu melanda kala anak-anaknya harus ikut mendapatkan siksaan.
Mampukah mereka menjadi takdir yang mengejutkan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jumli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Umpan
"Apa maksud mu?" tanya Daru.
"Bukankah Rio juga hilang di rumah sakit ini? Mungkinkah orang itu sama? Orang yang menculik Rio dan juga yang menjemput Ayah serta Ibu di bandara?"
Perkiraan Andre cukup masuk akal.
"Pihak rumah sakit sudah mencari, tapi katanya tidak menemukan Rio. Bagaimana ini, Tuan," lanjut Luna.
Ia awalnya berpikir mungkin Rio hanya jalan-jalan dan tersesat di wilayah rumah sakit. Sekarang jika seperti itu kemungkinan nya, kekhawatiran wanita itu bertambah. Bagaimana kalau anaknya Rio benar-benar di culik?
"Tunggu Ndre, kalau memang mereka orang yang sama, lalu apa untungnya ikut menculik Rio?" tanya Nisa menemukan keganjalan dari pikiran Andre yang sangat mungkin itu.
"Entahlah kakak Ipar. Untuk mengetahui itu kita harus tahu siapa dalangnya," jawab Andre
"Kita harus pulang sekarang mengantar Nisa, lalu cari mereka," ujar Daru tiba-tiba dan di setujui oleh semua orang.
______________________
Cup
"Sayang, aku pergi cari Ayah dan Ibu dulu. Kamu baik-baik di rumah, ya," kata Daru lembut sambil mengecup kening sang Istri.
"Suami ku, maaf. Aku tidak bisa ikut bantu mencari," sesal Nisa, perasaan bersalah terlihat di air wajahnya yang tampak pucat.
"Tidak apa-apa, justru kamu harus tetap di rumah dan istirahat dengan baik," ucap Daru sambil tersenyum menawan. Senyuman itu hanya Nisa seorang yang sering menikmatinya karena Daru jarang tersenyum pada orang lain.
Daru turun ke lantai bawah meninggalkan Nisa yang di temani maid. Di bawah Andre dan Luna yang nampak cemas sudah menunggu.
"Kak Luna, baiknya Kakak Ipar di rumah saja. Kasian anak-anak. Biar kami yang mencari," ujar Andre.
Ia melihat anak-anak Luna yang lain mengintip di balik dinding. Sepertinya anak-anak itu tidak berani mendekat karena merasakan ketenangan yang mereka bawa pulang.
"Tidak Tuan Andre, saya harus ikut. Anakku pasti ketakutan di luar sana," balas Luna cepat.
"Memang nya kalau kau ikut bisa apa? Jangan menambah masalah, tunggu saja di rumah!" seru Daru tegas pada Luna.
Ibu dengan tiga anak itu hanya bisa menerima titah dari Daru tersebut walau perasaan nya tidak bisa tenang jika hanya berdiam saja di rumah.
"Ndre, ayo. Kita susul Kenzo," ajak Daru dan segera bergerak dengan langkah lebar keluar dari rumah.
Luna hanya melihat kepergian mereka dengan mata sayu, tidak tahu harus berbuat apa. Setelah kepergian Daru dan Andre, Putri dan Batu perlahan mendekati Ibu mereka yang nampak tidak baik-baik saja.
"Ibu, Ibu kenapa?" tanya Putri. Gadis kecil itu ikut sedih jika Luna seperti saat ini.
Luna tersenyum dan berjongkok memeluk kedua anaknya. Wanita itu tidak mau bercerita pada dua anak ini, rasanya Ia tidak mau menanggung beban pada anak-anaknya yang lain. Mereka masih sangat kecil untuk mengetahui hal-hal berat seperti hilangnya Rio.
"Ibu tidak apa-apa. Ibu baik-baik saja," kata Luna sambil memeluk kedua anaknya.
Tanpa di pinta air mata wanita itu jatuh begitu saja, rasanya mata Luna memanas dengan sendirinya kala teringat bagaimana Rio sekarang. Membayangkan itu Luna semakin erat memeluk kedua anaknya tersebut.
"Bu, panas," cicit Bayu merasa tercekik dengan pelukan kuat dari Luna, entah apa yang terjadi pada ibunya itu sampai bersikap tidak seperti biasanya.
Luna tersadar, Ia menghapus cepat air yang sempat mengaliri kedua pipi dan melepaskan pelukannya. Tanpa sadar Ia memeluk kencang kedua anaknya itu.
"Maaf, Nak. Ibu terlalu bersemangat," bohong Luna sambil tersenyum berusaha agar tidak terlihat sedih.
Kedua anak itu tidak mempermasalahkan nya, mereka hanya ikut membalas senyuman sang Ibu.
"Yuk, kita masuk di dalam. Putri tidak boleh kelamaan berdiri. Jangan sampai kelelahan," ujar Luna berdiri sambil menggandeng kedua anaknya kanan dan kiri mengajak mereka untuk masuk dalam kamar.
_____________________
Daru dan Andre berjalan cepat di lorong bandara, menuju tempat parkir tempat Kenzo menunggu. Mereka baru saja tiba, dan meskipun harapan untuk menemukan petunjuk baru tampak kecil, Daru masih berharap bisa mendapatkan informasi lebih lanjut.
"Kenzo, bagaimana perkembangan pencarian?" tanya Daru dengan nada tegas, mencoba menekan rasa frustasi yang mulai memuncak.
Kenzo menggelengkan kepala, matanya yang lelah menunjukkan betapa beratnya tugas yang mereka jalani.
"Belum ada kabar, Tuan Daru. Semua petunjuk yang kami dapatkan hanya berputar pada titik yang sama. Tidak ada jejak baru tentang Tuan Besar Damar atau pun Nyonya Besar Kartika," ujar Kenzo tampak lelah dan merasa bersalah untuk ketidakbecusannya.
Andre yang berjalan di samping Daru, mengernyitkan dahi, merasa tidak puas.
"Lalu, apa yang bisa kita lakukan sekarang? Apa kita cuma menunggu informasi yang tak kunjung datang?"
Daru menghela napas, berusaha menenangkan adiknya.
"Tuan, ada satu hal yang mungkin masih bisa kita gali, Nyonya Luna. Dia adalah orang terakhir yang bersama mereka sebelum kejadian itu."
Kenzo ingin menghubungi Daru tentang hal ini sebelumnya, tapi karena Ia tahu bagaimana hubungan kedua orang itu, Ia tidak jadi bertanya dan baru mengusulkan sekarang.
"Benar," jawab Andre, mengangguk setuju.
"Luna bisa jadi kunci. Namun, dia sendiri masih terjebak dengan situasi anaknya yang hilang," lanjut Andre mengingat Luna yang tadi di suruh menunggu di rumah.
Daru memandang Kenzo dengan tajam.
"Itu yang ingin aku bicarakan. Rio, anak Luna, hilang di rumah sakit. Aku yakin, ini bukan kebetulan. Ini pasti ada kaitannya."
Kenzo terdiam sejenak, mencerna kata-kata Daru.
"Jadi, Anda pikir seseorang sengaja membuat Nyonya Luna cemas? Mengarahkan perhatiannya pada Rio, sehingga dia tidak bisa fokus mengantar Tuan Besar Damar dan Nyonya Besar Kartika?" tanya Kenzo.
Rupanya seperti itu awal mulanya
Daru mengangguk, wajahnya serius. "Ya, itu yang aku curigakan. Orang itu mungkin ingin Luna merasa terpaksa meninggalkan Ayah dan Ibu bersama supir dan pengawal saja, supaya mereka bisa diculik tanpa ada gangguan."
Andre menyeringai, meski raut wajahnya cemas.
"Dan kalau memang begitu, berarti kita sedang berhadapan dengan seseorang yang sangat licik, ya? Seseorang yang tahu cara memanfaatkan kelemahan orang lain."
"Mungkin saja Tuan Andre. Berarti orang yang pertama kali di nyatakan hilang adalah anak Luna?" tanya Kenzo. Daru dan Andre mengangguk serentak.
"Kalau begitu kita harus menemukan keberadaan Rio terlebih dahulu. Takutnya orang ini sengaja menjadikan Rio umpan, ataupun Tuan dan Nyonya Besar umpan nya," lanjut Kenzo.
Andre terdiam dengan analisis Kenzo yang sangat masuk akal tersebut. Ia menatap Daru menunggu respon sang Kakak atas ucapan Kenzo tadi.
"Kalau begitu, ganti kerahkan tim pencarian ke rumah sakit," titah Daru tegas.
"Baik Tuan. Apa boleh saya membawa serta Nyonya Luna? Takutnya ini ada kaitannya dengan beliau," izin Kenzo. Daru setuju dan mereka pun mulai meninggalkan tempat pertemuan tersebut.