Abimana jatuh cinta pada seorang gadis cantik bernama Sarah Candra sejak pertemuan pertama dimalam mereka berdua dijodohkan.
Abimana yang dingin tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia menyukai Sarah.
Hal itu membuat Sarah khawatir, jika ternyata Abiamana tidak menyukai seorang wanita.
Berbagai hal ia lakukan agar mengetahui kebenarannya. Sampai pada akhir dimana Abi menyatakan perasaannya dan mengajak ia menikah.
Berbagai ujian menghampiri keduanya, hingga sempat terancam membatalkan pernikahan yang sudah disusun jauh-jauh hari, hingga kembalinya sang mantan kekasih yang meminta nya untuk kembali dan menyebar rahasia yang dilakukan Sarah jika ia menolak.
Akankah hubungan keduanya berhasil hingga ke jenjang pernikahan? Ataukah keduanya akan mencari jalannya masing-masing?
Simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apakah Aku Harus Pulang?
Selama disini aku setidaknya sedikit bisa melupakkan Abimana, aku melakukan banyak hal yang akan membuatku tidak sempat memikirkannya.
Aku selalu menyibukkan diriku dengan bekerja maupun kegiatan lainnya. Tapi bukankah aku melakukan hal yang sia-sia ketika aku mengangkat telepon dengan hati yang berdebar?
Jack menelponku dan aku langsung saja membukanya. Haruskah aku kembali ke Indonesia? Tapi untuk apa, hubungan itu sudah berakhir. Kami sudah memutuskan untuk tidak menikah saja. Akari memperhatikan kekhawatiranku.
" Sorehanandesuka? Shinpai shite imasu ka?
".
(Ada apa? Mengapa kau khawatir) tanyanya mengusap pundakku.
" Abi, watashi no Motto. Kare wa hijo ni byoki de, byoin ni hakoba remashita. Shitasi yujin kara ie ni kareu yo ni iwa rewashita ".
(Abi, mantan calon suamiku. Ia sakit keras dan sudah dibawa ke Rumah Sakit. Aku diminta pulang oleh teman dekatnya) ungkapku.
" Dewa, naze shinpai suru no ka? ".
(Lalu, mengapa kau khawatir?" tanyanya kali ini menatap ke arahku.
" Watashi wa kare no fiansede wa arimasen ".
(Aku sudah bukan tunangannya).
" Hantoni, anata no itta koto wa hontodesu! ".
(Sungguh, benarkah yang kau katakan!" ucapnya.
" Sara o mite, anata wa kare no fianse ka do ka, mada soko ni ikanakareba naranai. Sore wa anata no kako no seide wa naku, anata ga ningendakaradesu. Anata ga ki ni shinai no wa, anata no kako to kare ga awatta to iu kotode wa arimesan ".
(Dengar Sara, kau tunangannya apa bukan, kau harus tetap kesana. Itu bukan karena masa lalu kalian, tapi karena kau adalah manusia. Bukan berarti karena hubungan kalian berakhir, maka kau tidak peduli.
" Dakara Indoneshia ni kaeranakya ikenai ".
(Jadi aku harus kembali ke Indonesia).
" Hai, naze anata wa son'nani osoi nodesu ka ".
(Ya, mengapa kau begitu lamban sekali) ujar Akari sambil tertawa dan aku pun ikut tertawa atas ucapannya.
Akari membantuku memesan tiket Pesawat dari Tokyo ke Jakarta hari ini juga. Aku merasa cukup sedih sekali harus meninggalkan Tokyo dan Akari juga, tapi Akari mencoba menenangkanku dengan mengatakan bahwa ia akan menyusulku kesana dan kami akan kembali kesini bersama-sama.
Bagaimana pun bagiku Tokyo adalah rumah kedua ku setelah Indonesia.
" Issho ni konai? ".
(mengapa kau tidak ikut aku saja sekarang!" tanyaku ketika kami sedang di dalam Mobil perjalanan ke Bandara.
" Koko ni wa mada takusan no shigoto ga arimasu. Sore ga owattara, sugu ni soko ni ikimasu ".
(Pekerjaanku disini masih banyak. Setelah itu selesai, aku akan segera menyusulmu kesana!" ungkap Akari. Kami sampai ke Bandara dan aku mengurus segala sesuatu untuk keberangkatan ini.
Perjalanan akan dimulai sebentar lagi. Aku merasa sedih sekali karena berpisah dengan Akari. Karena aku merasa kami baru saja berbincang dan di tempat inilah aku sekarang.
Akari mengirimiku pesan sesaat sebelum aku benar-benar naik pesawat. Ia berpesan agar aku berhati-hati. Itu sukses membuat airmataku jatuh, ia sudah seperti saudara bagiku dan kini aku akan meninggalkannya. Pesawat akan berangkat sebentar lagi, Akari ia melambaikan tangannya di kejauhan.
***
Sara ga hikoki ni norou ta shita toki, namida ga koboremashita. Kore de wakaremashu. Kare o koko ni tomete okubekidesu ka, soretomo ima sugu kare ni shitagaubekidesu ka? Kanojo wa watashi ni totte shimai no yona shonzai de, watashi ni takusan no yoikoto o oshiete kuremashita. Kare wa mata, watashi ga kekkon shitakunai to iu mondai ni tsuite watashi to giron shimasitha. Kare wa, kokoi-sha o eru tame ni wa kekkon shite kodomo o motsu koto ga hissuda to iimashita. Sore wa itsumo watashi o warawashe, watashi wa itsumo sore ni tsuite kangaeru to itte imasu. Sara ga hikoki ni nottanode, watashi ma koko kara denakereba narimasendeshita. Sayonara Sara
watashi wa kanojo ni tawofuru.
Air mataku luruh saat Sara akan menaiki Pesawatnya. Inikah saat kami akan berpisah. Haruskah aku menahannya disini atau aku yang harus mengikutinya sekarang? Ia seperti saudara perempuan bagiku, ia mengajariku banyak hal positif baginya. Ia juga akan berdebat denganku tentang persoalan aku yang tidak mau menikah.
Ia bilang menikah dan memiliki keturunan adalah hal yang harus agar memiliki keturunan. Itu selalu membuatku tertawa dan aku selalu mengatakan bahwa aku akan memikirkannya.
Sara menaiki Pesawatnya dan itu berarti bahwa akupun harus segera pergi dari sini. Selamat tinggal Sara aku melambaikan tangan padanya. Bye, Sara.
" Akari-san, kamu temannya Sarah, bukan? ". Darekaga watashi ni itta, (ucap seseorang menggunakan bahasa Indonesia).
" Ih, apaan sih, dia loh gak ngerti bahasa Indonesia ".
" Hai, iya, watashi wa Sara no tomodhacidesu. Indoneshia go ga sukoshi wakarimasu ".
(Hai, iya, aku temannya Sara. Aku bisa sedikit mengerti bahasa indonesia). Watashi wa karera ni gikochinaku naranai yo ni iimashita, (ujarku agar mereka tidak canggung).
" Apa yang kau lakukan disini? "
" Ih, apa sih, dia enggak ngerti loh, aku aja yang tanya ".
" Anata wa koko de nami o shite iru no? ".
(Apa yang sedang kau lakukan disini?).
" A, watashi wa Sara o otoshimasu! ".
(Oh, aku habis mengantar Sarah).
Karera ga iroirona koto o tazuneru mae ni, watashi wa sayonara o iimashita. Watashi wa karera o shirimasenshi, saraa mo issho ni iru to wa omoimasen. Watashi wa sore ga kiniirimasen.
(Sebelum mereka bertanya banyak hal, aku berpamitan lebih dulu. Aku merasa tidak mengenal mereka dan kupikir Sara pun tidak dekat dengan mereka. Aku tidak menyukainya.
Futari no on'nanoko kara hontoni hanarete shimau mae ni. Watashi wa amari sukide wanai hito ni aimashita. Sore wa watashi no kyodaidesu. Doyara futari no on'nanoko o shitte iru yo de, nihongo ga hanaseru on'nanoko ga koibitodatta yodesu. Watashi wa nani mo iwaju ni karera o nokoshimashita. Imoto no himei mo ki ni naranai.
Sebelum aku benar-benar menjauh dari kedua gadis itu. Aku bertemu dengan seseorang yang tidak begitu aku sukai, yah itu kakakku. Rupanya ia mengenal dua gadis itu, sepertinya gadis yang bisa berbahasa Jepang itu adalah kekasihnya. Aku berlalu meninggalkan mereka tanpa mengatakan apa-apa. Aku bahkan tidak peduli pada teriakkan kakakku itu.
°°°
Aku akhirnya tiba di Jakarta setelah mencapai perjalanan selama 7 jam 29 menit. Aku belum memberitahu Ibu dan Ayahku kedatanganku, aku tidak ingin membuat mereka menjemputku.
Aku sampai ke Indonesia setelah waktu memasuki sore hari. Jalanan tampak ramai sekali, sebelum aku menuju rumah aku lebih dulu mengabari Jack. Setidaknya ia tahu jika aku sudah berada disini.
Setelah itu aku menuju Rumah menggunakan Taksi. Barang bawaanku tidak banyak, aku hanya membawa satu buah Koper dan sebuah tas ransel. Setelah sampai disini, entah mengapa aku begitu mengkhawatirkan Abimana.
Benar jika hubungan kami berakhir. Namun aku berharap ia baik-baik saja. Aku mencoba untuk melupakan perasaanku. Aku tidak ingin itu membuat aku dan Abi merasa tidak nyaman.
Telponku berdering dan ada sebuah nama yang muncul di layar. Itu Jack. Aku segera mengangkatkannya.
Ia bertanya benarkah aku sudah sampai di Jakarta, dan aku langsung mengiyakannya.
Entah mengapa, namun kedengarannya ia nampak bahagia sekali ataukah itu hanya perasaanku saja. Ia menawarkan diri untuk menjemputku namun aku menolak karena aku sedang dalam perjalanan menuju rumah. Aku mematikan telponku dan segera istirahat. Ini melelahkan sekali.
Aku di bangunkan oleh supir Taksi. Ia menjelaskan jika aku sudah sampai pada alamat yang sedang aku tuju. Ia membantuku menurunkan barang dan membawakannya sampai ke depan pagar. Setelah memberi bayaran aku langsung menuju ke dalam.
Rumah tampak sepi, assisten lah yang membukakan pintu. Ia sendiri tampak terkejut melihat aku.
"Nona, benarkah ini kau? Apa yang membuatmu dari Jepang dan kembali kesini!" ucapnya keheranan. Aku hanya diam tak menanggapinya.
Aku segera ke Kamar dan segera beristirahat. Aku tahu aku mungkin akan cukup mengejutkan seisi rumah besok. Tapi aku memilih untuk menjelaskannya besok saja, lagi pula Ayah dan Ibu sudah beristirahat.
***
" Oh my god, Sarah! Kau membuatku terkejut, sejak kapan kau sampai disini!? ". tanya Mama, ia cukup terkejut melihatku. Papa yang mendengar itu pun menghampiri kami.
" Oh astaga, ada apa, Nak? Sejak kapan kau kesini? ". lanjut Papa yang tak kalah terkejutnya.
" Kau bahkan tidak mengabari kami. Mengapa kau tiba-tiba pulang! Kau bosan disana? ". lanjut Mama dengan pertanyaan lainnya itu membuatku kebingungan harus memulai dari mana.
" Ma, Pa, dengar. Aku tidak lama disini, aku hanya mengunjungi kalian! ". jelasku berusaha meyakinkan keduanya. Sementara mama terus menatapku dengan menautkan alisnya antara ragu dan percaya.
" Baiklah aku akan mencoba mempercayainya! ". tambah mama melanjutkan Sarapannya.
Aku berhasil membuat mama tidak melanjutkan pertanyaan-pertanyaannya. Tapi masih ada satu lagi, Papa. Ia menatapku dan meminta penjelasan meski ia tidak mengatakannya.
" Kau kesini karena Abimana? Baguslah jika begitu, maka kau tak harus repot untuk kembali lagi kesana. Papa pun tidak suka kau ke Jepang! Itu jauh sekali! ". Papa meninggalkanku setelah mengatakan itu, sungguh itu membuatku semakin pusing saja.
" Benarkah, jadi Nona kembali kesini untuk menikah dengan Tuan Abimana?! ". tambah Asisten Mama yang bekerja disini.
Aku menatapnya tajam tanpa mengatakan apa-apa dan meninggalkannya. Baru saja aku akan pergi keluar sesuai janjiku dan Jack.
Mama memanggilku dan memintaku bergabung di Meja makan. Entah apa yang di bicarakan Papa, raut wajah mama nampak sangat antusias sekali.
" Dengar, Sarah. Kita akan mengatur pernikahanmu sekali lagi! ". ucap Mama tanpa meminta pendapatku. Baru saja aku akan mulai menjelaskannya, Papa sudah melanjutkan ucapannya bahwa ia dan kedua orangtua Abimana menyetujuinya.
Aku cukup terkejut dengan itu semua. Bagaimana bisa dalam waktu sekejap mereka bisa mengatur semuanya. Aku pikir itu baru beberapa saat yang lalu.
" Dengar, Sayang. Kami sudah mengatur ini cukup lama ". tambah Mama. Aku meminta penjelasan tapi tak ada yang mengatakan apa-apa.
" Mama mu benar, kau jangan khawatir. Abi tidak mempermasalahkannya! ". jelas Papa. Itu berhasil membuatku terkejut dan sedikit khawatir.
Bagaimana mungkin Abi tidak mempermasalahkannya, sementara alasan kami memutuskan pernikahan adalah karena hal tersebut. Papa mungkin tidak mengetahuinya, tapi Mama.
Mama menghampiriku dan membisikkan sesuatu. Ia bilang Abi mencintaiku. Aku terdiam mendengar itu, entah aku bisa mempercayainya atau tidak. Tapi tunggu, ada apa dengan hatiku. Mengapa aku merasa senang ketika mendengarnya.
Papa dan Mama pamit ke Kantor. Aku segera menghubungi Jack. Untuk menanyakan alamat rumah sakit, tapi sepertinya ia sedang sibuk. Sebab tidak ada yang mengangkat teleponku. Aku mencoba menghubunginya sekali lagi, tapi hasilnya sama.
Apakah aku harus menelpon Abi saja. Baiklah aku akan menghubunginya saja, aku tidak akan mengatakan apa-apa, hanya bertanya mengapa Jack tidak mengangkat teleponku, ia pasti tahu, sebab kemana-mana Jack selalu bersamanya. Aku hanya cukup mengatakan itu atau bertanya sedikit tentang keadaannya.
Aku mencari nomor dengan nama Abi, aku segera menghubunginya dan ternyata tersambung. Sungguh aku merasa tidak menentu.
Aku kembali merasa ragu namun tidak mungkin memutuskan telepon yang sudah terlanjur masuk. Seseorang mengangkatnya. Namun bukan Abi, itu bukan suara Abi melainkan seorang perempuan.
" Ya, siapa? ". ujar seseorang dari balik telepon.
" Maaf, kau siapa? Aku Sarah! ". ujarku. Entah mengapa hatiku mendadak merasa panas.
Siapa perempuan ini? Dia tidak mungkin sekertaris Abi. Abi tidak memiliki sekertaris perempuan. Jika bukan lalu siapa dia?
" Mengapa kau yang mengangkat telepon ini? Kurasa aku tidak Salah nomor! ". ungkapku berusaha untuk tenang.
" Tunggu, Sarah. Sepertinya aku mengenal seseorang yang bernama Sarah! Baiklah temui aku di The Caffe ". ucapnya lalu menutup panggilannya.
Agar tidak terus merasa penasaran aku segera menemui perempuan itu di tempat yang ia sebutkan. Aku menunggu gadis itu namun ia belum kunjung datang juga.
" Menyebalkan ", ujarku setelah menunggunya cukup lama. Saat memperhatikan sekeliling mataku menangkap sosok seseorang yang sepertinya aku mengenalinya. Aku tersenyum kecut mengetahui ia adalah Jack. Berani sekali ia mengabaikan teleponku.
Mata kami tiba-tiba saling melihat satu sama lain. Aku segera menghampirinya ia nampak cukup terkejut melihat aku yang sekarang tengah berdiri dihadapannya.
" Sarah, apa yang kau lakukan? ". tanyanya sedikit gugup.
" Kenapa, kau terkejut melihatku! Bukankah sudah kukatakan jika aku sudah sampai disini tadi malam! ". bentakku setengah berteriak.
" Kenapa kau bilang begitu! ". ujar ia mencoba mengalihkan pembicaraan kami.
" Dengar, sepertinya kau sengaja mengabaikan panggilanku! ". Jack terlihat ragu, entah apa yang dia pikirkan. Iya menyebalkan sekali. Saat iya akan mengatakan sesuatu seorang wanita menghampiri kami.
" Sarah! ". panggilnya menatapku dari bawah ke atas, ia nampak tidak menyukaiku.
" Benar kan kubilang, sepertinya aku pernah melihatmu! ". ujarnya sambil menatap ke arah Jack.
" Kamila, apa yang kau lakukan kemari? ". tanya Jack. Namun gadis itu hanya mengabaikannya.
" Aku tidak ingin berbasa-basi, kembalikan telepon nya! ". pintaku pada gadis yang bernama Kamila. Sepertinya ia dan Jack saling mengenal.
" Tenang saja, aku mengenal pria pemilik telepon ini! Aku bahkan bisa mengembalikannya sendiri! ".
" Bagaimana kau bisa mengenal Abi? ". tanyaku.
" Kau mengenal Abi? ". tanya Jack kemudian.
" Ada apa dengan kalian! Tenang saja, aku akan memberikannya sendiri! ". kata gadis itu dengan cueknya.
Tanpa menunggu nya lama aku segera merampas telepon itu dari genggamannya. Sebelum aku melakukan itu, pria yang yang sedang kami bicarakan sudah berdiri di hadapan kami.
Abi menatapku, entah apa yang ia pikirkan, aku hanya terdiam tak berani menatapnya kembali. Suasana yang tadi cukup berisik, kini nampak hening!