NovelToon NovelToon
DEVANNA

DEVANNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Selingkuh / Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi / Office Romance
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Evrensya

Laki-laki asing bernama Devan Artyom, yang tak sengaja di temuinya malam itu ternyata adalah seorang anak konglomerat, yang baru saja kembali setelah di asingkan ke luar negeri oleh saudaranya sendiri akibat dari perebutan kekuasaan.
Dan wanita bernama Anna Isadora B itu, siap membersamai Devan untuk membalaskan dendamnya- mengembalikan keadilan pada tempat yang seharusnya.

Cinta yang tertanam sejak awal mula pertemuan mereka, menjadikan setiap moment kebersamaan mereka menjadi begitu menggetarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evrensya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Luluh Karena Mu

Revy melipat tangan di dada sambil mencondongkan kepala kepada Anna dengan dagu yang terangkat—begitu congkaknya. Lalu, ujung jari telunjuknya mulai ia mainkan di bahu Anna. "Kau bilang ingin balas memukul ku, dengan tangan hina mu itu? huh, kau pikir kau bisa menanggung akibatnya?"

"Saya bersungguh-sungguh!" Anna menepis jari sang kepala desainer dengan kasar, lalu mengepal kedua tangannya erat-erat, masih dengan ekspresi dingin yang mengintimidasi lawannya.

Si nyonya muda itu justru terkekeh, dengan tawa yang begitu menghina. "Keberanian saja tidak cukup untuk melawanku, kau pikir kau ini siapa? bahkan seujung kuku pun kau tidak sepantaran denganku. Berani memukul ku, yang akan hancur adalah tanganmu sendiri." Tunjuknya tepat di depan mata Anna yang terbuka lebar tanpa kedip.

"Saya tidak sedang melawan anda, saya hanya sedang melakukan perlawanan diri. Dalam hukum, itu tidak di nilai bersalah."

"Oh ya? coba perlihatkan bagaimana bentuk perlawanan dirimu, dan bagaimana hukum akan menetapkan keadilannya untukmu. Asal kau tau, di negeri ini, hukum ada dalam genggaman Ayahku." Ucap Revy dengan satu ujung bibirnya yang terangkat lebih tinggi, diikuti dengan perpindahan bola matanya.

"Mari kita coba!" tanpa aba-aba, tangan Revy langsung melayang tinggi hendak mendarat di wajah Anna yang sudah memar merah dan membengkak bekas pukulan pertama.

Detik itu juga, Anna mampu menangkap pergelangan tangan yang di penuhi oleh perhiasan itu, lalu menggenggamnya erat. Netra hijau Anna yang melotot seumpama mata kucing liar, yang mampu membuat kesombongan Revy runtuh seketika. "Jika hukum tidak memberiku keadilan, maka aku akan mendapatkannya dengan caraku sendiri, walau dengan cara menghilangkan satu tangan nakal ini. Bagaimana, nyonya?"

Anna sudah tidak lagi memperdulikan batas atasan ataupun bawahan, bahkan ia juga tidak peduli dengan bahasa yang dia pakai apakah itu sopan atau tidak, formal atau non formal. Bahkan, ia dengan sengaja menyematkan sedikit ancaman dalam kalimat yang di lontarkan nya, hingga mampu membalik keadaan dari yang tertindas menjadi penindas. Membalas kejahatan dengan kejahatan yang lebih besar, itulah satu-satunya cara untuk menaklukkan penjahat.

"Aku bisa gila disini lama-lama. Pak Ali antar aku pulang!" Revy langsung menarik paksa tangannya agar terlepas dari jeratan otot jemari Anna yang terasa begitu kuat mencengkram. Wanita cupu yang tampak lemah ini rupanya berhati dingin dan kejam.

"Pak Ali, carikan taxi untuknya, kemudian segera kembali." Devan segera menimpali setelah puas menyaksikan drama dua wanita di depannya. "Anna memang tidak butuh bantuan siapapun." Pikirnya.

Dan tentu saja Pak Ali lebih mematuhi perintah tuannya. "Mari nyonya, saya antarkan sampai ke depan." Ucapnya memberikan jalan keluar dengan isyarat tangan ke depan dan tubuh membungkuk hormat. Bagaimanapun juga, nyonya Revy adalah salah satu bagian dari kerabat dekat keluarga besar Artyom yang wajib ia muliakan.

Mau tak mau, Revy menuruti ajakan pak Ali dan segera beranjak keluar dengan menghentakkan heels nya keras-keras. Ia berjanji dalam hati akan membalas dendam pada wanita rendahan itu, dan menggali semua informasi tentangnya, agar ia bisa melakukan sesuatu yang mungkin saja bisa di jadikan ancaman untuk melemahkan Devan. Walau sedikit saja, Revy mengerti, dari pandangan Devan dan cara tunangannya itu menyebut nama Anna, ada sesuatu yang tak biasa disana.

Begitu kedua orang itu pergi, Devan langsung menutup pintu dan fokusnya langsung teralihkan kepada darah yang mengalir di dagu Anna hingga menetes membasahi shall rajut yang dipakainya. Ia lalu menarik tangan Anna menuju wastafel dan langsung membasuh darah itu dengan air mengalir.

"Boss, anda tidak perlu—" Anna sempat menolak di perlakukan seperti itu.

"Jangan bersuara." Potong Devan, yang terlihat tidak membutuhkan persetujuan pegawainya itu, dan terus saja membersihkan darah pada kulit Anna menggunakan tangannya sendiri, kemudian mensterilkan nya dengan sabun antiseptic. Setelah itu, Devan mengambil sapu tangan bersih untuk mengusap air pada dagu Anna hingga benar-benar kering.

"Berkumur." Suruh nya datar seperti biasa, sambil menyodorkan segelas air yang tersedia dalam gelas kaca, siapa tahu saja terdapat luka di dalam sana.

"Baik." Anna melirik Devan sekilas sebelum meraih gelas dari tangan si Boss yang sudah terisi oleh air yang bercampur cairan antiseptic. Anna lalu berkumur pelan, ternyata pipi bagian dalamnya terluka dan cukup perih.

Sementara itu sang Boss mengambil potongan es batu di dalam freezer dan membungkusnya dengan kain. Devan menggunakan itu untuk mengompres pipi Anna agar memar yang terdapat disana segera memudar.

"Boss, biar saya yang—"

"Aku bilang, diam." Devan lagi-lagi tidak memberikan Anna kesempatan untuk menolak bantuannya. Cukup lama Devan melakukan itu sambil menatap wajah cantik nan ayu itu penuh arti. Ada setitik luka yang melekat di matanya, seolah tidak suka jika wanita di depannya ini mendapatkan luka dari siapapun. Baik dunia luar maupun di dalam dunia Anna sendiri, mengapa tidak tersisa sedikit tempat yang lebih baik untuknya.

Devan menarik Anna menuju quite room, tempat dimana Cosmovoide bed nya itu berada. Ia mendudukkan Anna pada bantalan empuk yang nyaman, dan menekan bahu wanita itu sebagai peringatan agar dia tidak bergeser sedikitpun dari tempatnya.

"Boss, saya permisi ke bawah." Anna yang merasa tidak nyaman menerima perlakukan sebaik itu dari Boss nya, segera bangkit dan pamit untuk meninggalkan tempat ini.

Tapi si Boss memaksanya kembali duduk dengan menarik paksa pergelangan tangan si cleaning service dan menempatkan tubuh wanita itu pada posisi semula. "Duduklah disini dengan nyaman. Ini perintah!" ujarnya dengan penuh penekanan dalam nada suaranya.

Dengan berat hati, Anna terpaksa menuruti perintah Devan, dan mengatur cara duduknya lebih sopan dengan menempelkan kedua lututnya rapat-rapat, lalu meletakkan kedua tangannya di atas pangkuan. "Baiklah," ia mengalah.

"Kau hanya perlu berdiam diri tanpa perlu menolak apapun yang aku lakukan padamu, mengerti?" Devan semakin mendekatkan diri pada Anna dan tanpa izin menyentuh bibir merah wanita itu dengan sapu tangan yang sudah terlipat, menekan-nekan pada bagian dimana luka itu berada untuk menghentikan pendarahannya.

Tubuh Anna menegang karna nyeri yang timbul di bibirnya. Uh, manja sekali, luka sekecil ini mengapa harus terasa sakit di hadapan pria ini. Padahal bagi Anna sebelumnya, luka seperti ini bukanlah apa-apa. Ada apa dengan tubuhnya sekarang, mengapa mendadak melemah.

Lalu, terdengar suara pak Ali datang. "Saya datang!"

"Masuk!" jawab tuannya.

Setelah di izinkan masuk, pak Ali pun langsung menghadap kepada tuannya dan untuk kesekian kalinya ia mendapati Anna tengah duduk rapi di sisi Devan, kali ini nampak jarak mereka teramat dekat. Walau agak aneh dengan pemandangan itu, tapi pak Ali tidak begitu terkejut karna ini bukan pertama kalinya tuan Devan memperlakukan Anna dengan sebaik ini.

Selama ini, tuannya yang terkesan cuek dengan urusan wanita, justru berubah drastis dalam sekejap mata sejak kehadiran Anna. Lihat saja, tuannya itu kini menjadi lebih hangat, penuh perhatian, dan juga tatapannya begitu dalam kepada Wanita cleaning service itu.

Tidak mungkin kan jika selera wanita tuan Devan adalah wanita aneh dari kalangan bawah? yah, walaupun begitu, sebelumnya ada begitu banyak wanita yang semacam Anna ini mencoba menggoda tuan Devan, tak ada satupun yang mampu mencairkan hatinya yang beku.

Bahkan, sejauh ini, Devan terkenal dengan sebutan Misoginis—anti wanita—dalam artian diskriminasi gender yang memandang wanita itu tidak penting atau tidak berharga. Bahkan, issue tentang keretakan hubungannya dengan tunangannya pun baru-baru ini mulai menyebar di kantor. Sebab tuannya itu yang terlihat selalu acuh dan sama sekali tidak pernah bersikap manis pada nyonya Revy. Sungguh tak terduga.

"Pak Ali cepat ambilkan aku kotak P3K." Suara Devan memecah segala bentuk pikiran si asisten yang berputar.

"Baik tuan." Pria dengan jas berwarna abu kesukaannya itu segara pergi mencari benda yang di minta oleh tuannya. Tak lama kemudian ia datang kembali setelah menemukannya dan menyerahkan kotak berwarna putih itu kepada Devan.

Devan langsung meraihnya. "Kapan CEO Sedora akan tiba?" tanya nya tanpa mengalihkan pandangannya dari bibir Anna yang terluka.

"Kedatangan CEO Sedora di perkirakan lima belas menit lagi," jawab si pelayan setia.

Devan hanya memberi anggukan kecil. "Keluar!" titahnya kemudian, dengan isyarat gerakan kepala ke samping.

"Baik tuan." Dengan sangat patuh, pria berjas abu itu beranjak pergi tanpa menoleh kebelakang.

"Hadap sini!" Devan mengalihkan fokusnya kepada wanita yang hanya diam sejak tadi, bahkan tubuhnya yang kaku kelihatannya tidak membuat gerak sedikitpun. Devan memutar arah tubuh Anna tanpa basa-basi agar menghadap secara utuh kepadanya. Anna nampaknya tidak ingin membuat sang Boss kesal dengan penolakannya, iapun hanya bisa pasrah mematuhi apapun yang di perintahkan oleh Devan.

"Buka mulutmu!" ucap Devan yang sedang membuka kotak putih yang ada di pangkuannya.

Dengan ragu-ragu, Anna membuka mulutnya perlahan. Namun mengatup kembali karena ia benar-benar merasa tidak pantas menerima perhatian sebesar ini. Apa mungkin Devan akan mengobati luka yang ada di dalam mulutnya? bagaimanapun juga, ia harus tau diri, ia hanyalah seorang pelayan rendahan yang tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini.

"Boss, biarkan saya melakukannya sendiri," Anna memohon dengan sangat. Untuk kali ini, hati nuraninya tidak bisa membiarkannya.

"Hei...! aku tidak suka di bantah!"

"Baik," Anna menciut dalam sekejap.

Devan membuka tutup cream pelembab, kemudian mengambil secukupnya dan mengoleskannya ke bagian ujung bibir Anna terlebih dahulu. "Buka mulutmu lebih lebar lagi," pintanya kemudian. Sedang tangannya beralih mengambil salep luka.

Devan menekan kepalanya ke bawah, mencari keberadaan luka yang ada di dalam mulut wanita cupu ini. "Ini akan sedikit perih, tapi tahan sebentar saja," lirihnya dengan penuh ketelitian—menyentuh bagian dalam pipi Anna yang lembut dan kenyal. Devan melakukannya secara perlahan agar Anna tidak kesakitan.

Dan entah mengapa, sentuhan ujung jarinya ini membuat jantung Devan berdetak sangat kencang tanpa permisi. Ia tidak mengerti mengapa selalu terjadi debaran sehebat ini setiap kali ia berinteraksi cukup dekat dengan Anna. Sebagai pria yang sudah matang, Devan jelas tahu jawabannya, mungkin ia hanya berpura-pura tidak mau mengakuinya.

Aroma jasmine verbena tercium sangat kuat dari rambut kepala Devan yang berada tepat di depan wajahnya. Kening Devan yang halus ini membuat pikiran Anna kemana-mana saat menatapnya. Selama ini ia tidak pernah dalam posisi sedekat ini dengan lawan jenis, jadi wajar saja kan jika debaran hebat ini sangat mengganggunya. Di tambah lagi sentuhan ujung jari Devan pada titik sensitifnya membuatnya hatinya menggila. Anna segera membuang pandangannya ke atas, menatap langit-langit ruangan, menormalkan semua bentuk kekacauan yang terjadi di dalam kepala maupun hatinya.

Meskipun terasa perih ketika cream berwarna putih itu menempel di lukanya. Anna tetap bersikap profesional meski jantungnya telah menggelinding di lantai karna tak sanggup menahan rasa yang bercampur aduk di dadanya.

Dalam hati ia masih bertanya-tanya, untuk apa ia di perlakukan seperti ini, memangnya Anna di mata pria ini itu siapa? jelas-jelas Devan tidak pernah menanyakan identitas dirinya, apalagi mau tau apakah dia adalah gadis di halte bus itu atau tidak. Padahal dari jarak sedekat ini, dan perbincangan yang telah terlewati sejauh ini, tentu ada satu titik dari diri Anna yang bisa di kenali. Ah, sudahlah, apapun itu, Anna hanya tidak ingin terhanyut dalam harapan semu yang terlalu dalam.

"Selesai," Devan sudah selesai dengan kesibukan nya selama Anna berkutat dengan pikirannya.

Anna meraba bibirnya yang sudah di lapisi oleh perban kecil disana. "Terima kasih, Boss. Saya merasa sungkan menerima kebaikan anda."

Bukannya merasa tersanjung dengan ungkapan rasa terimakasih Anna, Devan justru memberikan wanita itu perintah selanjutnya. "Sekarang buka shall dan juga baju mu, cepat. Aku tidak punya banyak waktu." Devan melirik jam tangannya untuk yang ke dua kali, masih tersisa beberapa menit lagi.

"Untuk apa?" tanya Anna terkejut.

"Jangan pura-pura tidak mengerti maksudku, semalam aku melihat dengan jelas ada luka di sekitar lehermu dan tubuh bagian atas mu. Dan hari ini kau sengaja menggunakan benda rajut ini untuk menutupinya kan? aku hanya ingin memastikan, apakah kau sudah mengobatinya dengan benar." Devan kali ini merubah intonasi suaranya menjadi lebih normal.

"Oh itu, luka saya baik-baik saja."

"Jangan membuatku terlihat kasar karna memaksa mu, Anna." Suara berat Devan lagi-lagi meluluhkan wanita itu.

"Baiklah," akhirnya Anna melepaskan kain hitam yang melilit lehernya, lalu membuka tiga biji kancing bagian atas seragam biru nya. Nampak lah sebuah leher dengan kulit seputih susu, seolah transparan, hingga menampakkan urat-urat hingga aliran darahnya yang terdapat beberapa luka lebam dan juga bekas cakaran disana, masih tergambar jelas di permukaannya. Sangat kontras dengan warna kulit wajahnya yang berlapis foundation gelap yang sudah terhapus sebagian.

"Apanya yang baik-baik saja, kondisinya justru lebih parah, jika kau membiarkan nya, itu bisa infeksi." Cecar si pria maskulin itu yang selalu bisa memperlihatkan ekspresi datarnya, meskipun darah yang mengalir di tubuhnya sedang berdesir keras.

"Stok obat luka di rumah saya habis. Saya akan mampir ke apotik sepulang kerja nanti."

"Stok obat habis? luar biasa. Kau bahkan menyetok obat dan juga menghabiskannya. Mengapa kau senang sekali terluka, mengapa kau tidak mencoba menghindarinya?"

Anna tidak bisa menjawab apa-apa, yang di katakan Devan memang benar adanya. "Bagaimana mungkin aku bisa menghindar, sebab satu-satunya hal yang menghubungkan aku dengan Ibu hanyalah melalui pukulan-pukulan itu. Mungkin itu terdengar aneh, tapi komunikasi diantara kami berlangsung seperti itu." Anna hanya bisa bercerita dalam hati.

"Kau tidak mendengarkan aku? aku bilang tekuk kepala mu ke samping." Devan mengulangi perintahnya yang di abaikan oleh wanita di depannya yang entah pikirannya sedang kemana, pandangannya mendadak kosong.

Anna mengambil kembali kesadarannya. "Ahh, ya."

Devan mulai mensterilkan luka pada leher Anna terlebih dahulu, baru kemudian mengoleskan pelembab dan obat luka disana. "Tahan sekali lagi, mungkin kali ini akan lebih sakit, karna lukamu sudah sedikit berair."

Devan melakukan pekerjaannya bak seorang Dokter profesional. Pasalnya ia bergadang semalaman hanya untuk mempelajari bagaimana cara yang benar untuk merawat luka. Bahkan sebelum berangkat bekerja, ia memerintahkan pak Ali untuk menyempatkan diri mampir ke Rumah sakit pribadi milik keluarga Artyom hanya untuk mengambil perlengkapan perawatan luka.

Setelah selesai melapisi leher Anna dengan perban, dan merawat beberapa luka lebam yang terdapat pada bagian atas dadanya, Devan memakaikan kembali kancing baju Anna dan melilit kan kain panjang itu pada lehernya. "Lain kali, aku harap kau tidak terluka lagi." Ucapnya penuh harap.

Tatapan mata Devan yang memancarkan ketulusan, membuat Anna merasa tenang, jiwanya seolah di belai dengan sentuhan hangat yang begitu nyaman. Lensa biru itu kini bersinar seperti benda langit yang senang sekali di lihatnya pada malam hari. Benar-benar indah dan mengagumkan.

"Saya akan menjaga diri dengan baik. Maafkan saya jika saya selalu merepotkan anda, dan selalu menempatkan anda dalam masalah."

"Lakukan saja sesukamu, semua tingkah lakumu itu, aku menyukainya."

"Ya?" Anna langsung terpengarah.

"Maksudku, kau tidak perlu minta maaf untuk hal itu." Ralat pria itu langsung, yang mulutnya selalu menyampaikan ucapan yang bersebrangan dengan hatinya.

"Terima kasih atas kebaikan anda, Boss." Anna tidak tahu harus berkata apa selain hanya mengungkapkan rasa terimakasihnya yang besar.

"Baiklah. Waktunya aku untuk menemui tamuku. Bawalah obat itu untukmu, obat terbaik yang resep kan oleh Rumah Sakit Artyom, jangan lupa oleskan dua kali sehari. Dan kalau lukanya sudah mengering, segera gunakan tabir Surya agar tidak meninggalkan bekas." Pesan Devan bak seorang Dokter sungguhan. Iapun bergegas bangkit untuk mempersiapkan diri menyambut tamunya yang akan segera tiba.

Devan membersihkan tangannya, merapikan pakaiannya, dan juga menyemprotkan parfume ke beberapa titik tertentu di tubuhnya, lalu mengambil tas hitam yang tergeletak di lantai akibat ulah Revy tadi. Devan langsung meninggalkan ruangan tanpa berucap sepatah katapun kepada Anna, seolah memberikan ruang kebebasan bagi wanita itu untuk melakukan apapun sesuka hatinya disini.

Anna menghela nafas panjang yang sudah tertahan sejak tadi, ia mulai goyah oleh perasaan yang seolah sengaja di pupuk kembali—oleh sikap manis Devan yang penuh perhatian. Anna senang sekaligus menolak perasaan ini, tidak seharusnya ia membiarkan dirinya luluh begitu saja, ia harus tahu betul dimana posisinya.

Anna bangkit dan melangkah menuju ruang kerja, ia berniat membereskan semua bekas kekacauan yang telah terjadi. Namun suara getaran benda pipih yang menyala di atas meja Devan mengalihkan perhatiannya. Devan tampaknya memang sengaja meninggalkan ponselnya disini.

Anna mencoba mengintip layar handphone yang menyala redup itu, lalu membaca sebuah pesan teks yang tertera di layar kuncinya. Anna tidak sengaja menyentuhnya sehingga pesan itu terbuka. Yang benar saja, ponsel sang CEO tidak terkunci.

"Devan! mengapa kau menyalahkan orang lain atas kegagalanmu mengurus perusahaan mu sendiri? Revy sudah bekerja keras dengan melakukan yang terbaik semampunya. Jangan bertingkah berlebihan. Bahkan Ibu kali ini memintaku untuk berbicara padamu yang keras kepala. Tapi kau tau kan, aku tidak suka bertele-tele, aku lebih suka menghajar wajahmu yang menyebalkan itu. Tunggu saja kedatangan ku, aku tidak suka menunda-nunda."

Sebuah pesan dari anonim, nomornya tidak tersimpan di kontak Devan. Tapi bahasanya seperti dia adalah orang yang memiliki sebuah ikatan yang dekat dengan Devan. Apakah ini adalah pesan dari kakaknya? lalu apakah hari ini Boss dalam bahaya?

"Lalu aku harus apa?"

1
Tutupet
keren thor ada gambarnya tiap cerita
Evrensha: Haha,, iya, makasih beb... Makasih bgt udah mau baca2.
total 1 replies
ナディア 🎀
Dayyemmm critanya bkn cenat cenut tapi seruuu/Sob//Rose/
Evrensha: oh my God, dear. thanks you so much udah baca novel aku..... Tengkiyuuu, love you. aku fikir cerita aku gak bagus, tp ada yg Muji lohhh..
total 1 replies
miilieaa
pukul yuk ana /Silent/
Evrensha: betul, lgsg hajar smpe jera. haha
total 1 replies
Delita bae
mangat, Egi udh up . mau up lagi👍🙏
RYN
dah di sini dulu... mampir bentar karena gak ada kerjaan.
Evrensha: makasih dah mampir cuma buat liat tulisan yg bgini adanya. wkwk
total 1 replies
RYN
Pengen komen banyaak banget... tapi sedikit kesalahan sih, terlalu banyak narasi dan gak seimbang. Err, bagusnya pake sudut orang pertama kali gini.
Evrensha: nah iya sih kamu bener. emang terlalu banyak narasi disini. apalagi di bab 1 ini.
tapi, kalo aku kasi beberapa alasan mngkin agak masuk akal.

sebab, kalo di baca lebih ke bab2 depan, percakapan makin banyak sih. trus karna ini hanya scene masa lalu dgn hanya waktu pertemuan berapa jam saja, like a dream, jadi aku bikin banyak narasi untuk membuat pembaca mengenal karakter dan konflik cerita ini ke depannya. biar faham lah apa yg akan terjadi selanjutnya pada 5 THN mendatang—di bab 4.
total 1 replies
RYN
ONOMATOPE ini gak sesuai...
Evrensha: onomatope yg benar yg kek mana ih, kasi tauuu, biar gue lgsg revisi. kalo hujan turun deras emang gak cocok dgn bunyi byur kek nyiram air se ember. hahaha 😂
total 1 replies
RYN
Jirr, kalau bener ada cewe begini pas gw di tinggal nikah, gw bakal dengan senang hati lakuin bersama./Sweat/
RYN
Seimbang kan lagi narasi dan dialog nya. Bukan menggurui dan merendahkan, tapi dialog terlalu banyak begini kurang menarik perhatian pembaca.
Evrensha: jirr tulisan gue acak Adul bgt🤦🤦🤦🤭 makasi suhu masukannya.
total 1 replies
RYN
Kalo ini pake ‘—,’ aja, tapi gak apalah. Variasi setiap orang berbeda.
RYN
Nah, yang ini baik nya tambah tanda kutip. Terakhir, pembaca tidak ingin mengetahui seberapa detail jarak mereka, revisi seperti ini "Jarak mereka cukup dekat," atau tambahkan variasi seperti "beberapa langkah," "Selangkah lagi, "beberapa meter," dsb.
Evrensha: ohh gitu.. oke2👍👍👍
total 1 replies
RYN
Err, ada beberapa kesalahan yang ku temukan, "Melampiaskan nya," jangan di pisah, revisi "Melampiaskannya." Lalu keputus-asaan jangan tambahin ‘-.’ Terakhir, narasi terlalu bertele-tele dan panjang.
Evrensha: oke, masukan siap di kantongi semua. btw gue jg lagi bingung ini menempatkan kata 'nya. di satukan apa di pisah. coz banyak penulis hebat yg di pisah. kalo emang di satukan yg bener, ilmu sih ini.
total 1 replies
Jihan Hwang
kata² yang puitis...bagus bgt...
mampir di novelku ya/Smile//Pray/
Jihan Hwang: sama²/Smile/
Evrensha: Makasi kak....
total 2 replies
Delita bae
mangat up nya😇👍🙏
Delita bae: sip. udah minta up lagi.😇👍
Evrensha: ok siap 🙏👍
total 2 replies
Delita bae
💪💪💪👍💪💪🙏
Evrensha
udah up kak bab selanjutnya.
Delita bae
up ya mangat👍🙏
Delita bae
💪💪💪💪💪👍👍🙏
RYN
Keren kak... mmpir sejenak. Segini dulu hehe, jam berangkat kerja soal nya/Smile/
Evrensha: Bukan gagal sih. blm waktu ya aja.
atau emang kita harus merubah strategi menulis.

menganalisis apa yg di sukai pasar, genre apa yg lagi booming, gaya kepenulisan apa yang di gemari.
soalnya kalo di lihat, gaya kepenulisan yg klasik dgn narasi yg panjang lebar udah agak kurang di minati, anak2 generasi skrg sukanya yg serba simple, to the point, dan mudah di fahami, tanpa banyak mikir.

Mau nggak mau, sebagai penulis yg pngen tulisan nya banyak pembaca emang harus banting stir, gmna biar tulisan nggak mmbosankan, terutama pada bagian alur cerita yang setau aku pada sukanya yg sat set sat set. Tapi itu nggak mudah, teorinya aja yg gampang. wkwk
mumet ya.
RYN: Di MT tapi malu pas bacanya lagi... malu sumpah/Facepalm//Facepalm/
total 7 replies
Delita bae
bintang untuk mangat up nya. 😁
kalo boleh kasih bintang nya juga😇👍👍🙏
Delita bae: 😍💚👍👍🙏
Evrensha: siap akak
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!