Ini Kisah Anak Loli
Lita kini yatim piatu, ibunya meninggal dunia saat melahirkannya sementara ayah biologisnya hingga detik ini dirinya tidak tahu.
Kakek Neneknya juga telah meninggal dunia karena kecelakaan di hari perpisahan sekolah Lita di bangku SMP, harta warisan milik keluarganya habis tak bersisa untuk membayar hutang Kakek Nenek.
Dan akhirnya Lita menikah dengan seorang pria yang begitu meratukan dirinya dan membuatnya bahagia, namun ternyata semua kebahagiaan itu hanya sebentar.
Ikuti ceritanya yuk!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Pernikahan itu lebih dari sekedar hubungan antara dua orang, Ambu. Aku harus menerima keluarganya juga dan sebagai seorang janda anak dua, aku tak yakin mereka akan menerima aku dan belum lagi ketakutan aku..... Bahwa dia tidak akan mencintai Leon dan Daniel dengan sepenuh hati" suara Lita menciut
Sekarang ini banyak kasus kekerasan oleh orang tua tiri kerap terjadi, tak satu pun yang ingin aku saksikan menimpa anak-anakku. Lebih baik aku mengubur rencana menikah lagi, Ambu"
Lita mengatakan itu dengan mata berkaca-kaca sembari menoleh pada kedua putranya yang masih asik bermain, Ambu mendengar itu kekecewaan tergambar jelas di raut wajahnya.
.
.
.
Setelah berpikir semalaman, akhirnya Lita menerima tawaran Ambu Aminah untuk bekerja di warung sembakonya. Meski begitu, Lita tetap bersikeras untuk mandiri dan mengontrak sendiri.
Ambu Aminah menghela napas panjang dengan raut wajah kecewa, dengan suara bergetar menahan sedih Ambu mengatakan sejak ada Lita rumah mereka terasa ramai lagi.
Ada yang selalu menemaninya, jika Lita benar-benar pergi dari rumah mereka pasti rumah terasa sepi lagi. Mendengar itu Lita hanya bisa menundukkan kepala, dengan perasaan tak enak.
Membuat Abah Hasan menegur Ambu, untuk tidak memaksa Lita buat tinggal disini karena takut Lita jadi tak nyaman. Ambu Aminah menarik napas dalam-dalam, dengan wajah berat hati.
"Ohh ya, Neng. Kamu mau ngontrak dimana? Bagaimana kalau di rumah yang ada di depan warung sembako kami? Itu kosong dan Pak RT berniat menyewakannya, kalau kamu mau nanti Abah bicarakan pada Pak RT" tanya Abah sembari menoleh ke arah Lita
"Rumah yang dulu di tempati Pak Santoso itu, Abah? Rumahnya kan kecil, hanya ada dua ruangan. Masa Lita disuruh tinggal disana sih, Abah" kata Ambu dengan nada suara yang tak menyetujui
Abah dengan lembut menimpali, tak apa kecil yang terpenting bisa berteduh dan nyaman. Lita juga hanya tinggal bersama kedua putranya, jadi tak masalah kecil karena jika besar nanti lelah beberes.
Ambu yang masih keberatan masih protes jika rumah itu sudah lama tidak di tempati sehingga cat-nya sudah pudar, lagi-lagi Abah dengan lembut merespon akan mencat ulang rumah itu agar Lita dan kedua putranya merasa nyaman.
Aisyah yang telah mendengarkan turut menawarkan pada Lita, bagaimana apa Lita mau mencoba mengontrak di depan warung sembako milik keluarga mereka.
Lita hanya mengangguk lalu dengan nada penuh harapan mengatakan yang penting dirinya bisa belajar mandiri lagi, Ambu masih tampak ragu karena Lita belum melihat kondisi rumah itu.
"Belum tentu kamu cocok dengan rumahnya"
"Aku gak masalah, Ambu. Apapun kondisinya, yang penting itu jadi rumah itu untuk aku dan anak-anakku" sahut Lita dengan pelan sembari mengulas senyum manis
Ambu menarik napas dalam, wajahnya tertekan oleh berat rasa kecewa. Ekspresi murungnya begitu menonjol di tengah kehangatan ruang keluarga, Abah meminta Ambu jangan cemberut.
Untuk mencairkan suasana mengatakan Lita hanya pindah beberapa rumah ke depan, jika Lita sudah bekerja tentu akan terus bertemu dengan Ambu namun raut wajah Ambu tak berubah.
"Memang bisa bertemu, Abah. Tapi rasanya tetap berbeda, rumah ini akan terasa sepi lagi" kata Ambu bibirnya mengerucut, menekan penuh kata sepi.
"Ya makanya Ambu suruh si Ujang pulang dan menikah, supaya kita segera punya cucu juga" usul Abah lagi, mencoba mengangkat topik pembicaraan yang lain.
"Si Ujang mana mungkin mau menikah kalau Teteh belum menikah, tak elok rasanya adik laki-laki melangkahi tetehnya"
Di sudut lain Aisyah menundukkan kepala kekecewaan menyelimuti wajahnya, lalu Aisyah berucap lirih penuh kesedihan meminta maaf karena telah menghambat Abian untuk menikah.
Suara Aisyah yang hampir tak terdengar namun cukup untuk membuat keheningan menyelimuti ruangan, Ambu Aminah menatap Aisyah dengan pandangan penuh penyesalan.
"Maafkan Ambu, Teh. Ambu tak berniat melukai hati kamu, Ambu tahu Teteh sudah punya keinginan untuk berkeluarga tapi belum bertemu jodoh yang tepat untukmu. Maafkan Ambu ya, kalau ada kata-kata yang menyinggung"
Suara Ambu bergetar, tanda rasa bersalah yang mendalam. Aisyah menatap Ambu, berusaha menyembunyikan kesedihannya dan mengatakan bahwa dirinya tak tersinggung sama sekali.
"Teh, kamu serius ingin menikah? Kalau ada pria yang berniat mendekatimu bagaimana? Atau mau Abah carikan jodoh untukmu" tanya Abah Hasan dengan hati-hati, agar tak melukai hati putrinya.
"Kalau memang ada pria yang serius ingin berumah tangga dan di jodohkan dengan Teteh, insyaallah Teteh mau" jawab Aisyah lirih
"Yang terpenting, dia bisa menyayangi Teteh dengan tulus dan paham agama, agar bisa jadi imam yang baik"
Abah Hasan mengangguk menghargai kejujuran Aisyah, dengan jujur Abah mengatakan sebenarnya banyak pria yang mau ta'aruf dengan Aisyah tapi Abah belum memberi jawaban.
Karena Abah pikir Aisyah tak mau di jodohkan, Ambu pun jadi penasaran terpancar di wajahnya dan bertanya siapa pria yang mau ta'aruf dengan putrinya namun Abah justru hanya tersenyum.
"Adalah Ambu, nanti Abah akan bicarakan pada mereka lagi. Kalau mereka serius, biar langsung datang ke rumah saja"
Aisyah mengangguk malu-malu, di dalam hatinya tumbuh rasa penasaran siapa akan pria yang ingin ta'aruf dengannya. Aisyah adalah gadis cantik dan pintar, namun Aisyah tak pernah dekat dengan lawan jenis.
Bukan karena tidak ada yang tertarik, melainkan Aisyah yang sengaja menjauh untuk menjaga diri dari godaan setan. Apalagi zaman sekarang, cukup susah menjaga pergaulan kalau bukan dari diri kita sendiri.
Di siang hari yang cukup terik Lita di temani Ambu Aminah mengunjungi rumah yang akan di tempati nya, Ambu Aminah mengamati rumah kecil tersebut yang warna cat sudah memudar.
"Kamu yakin mau tinggal disini, Lita?"
Lita mengangguk sebagai jawaban, rumah itu sangat sederhana dengan tiga ruangan. Ruang tamu yang menyatu dengan dapur, kamar mandi dan kamar yang di pisahkan oleh dinding triplek.
"Ya sudah, nanti sore kita belanja ya buat isi rumahmu" ujar Ambu memberikan solusi
"Lain kali saja, Ambu. Kalau aku sudah punya tabungan" tolak Lita dengan halus
Ambu menatap Lita dengan pandangan penuh kelembutan, namun ada guratan ketegasan disana. Ambu dengan lembut, meminta Lita mengunakan uangnya dulu
Karena Lita membutuhkan kompor, rice cooker dan peralatan makan lainnya. Mendengar itu, membuat Lita menahan napas hatinya berkecamuk ingin tetap menolak.
"Tapi Ambu......" bisik Lita dengan ragu
"Tolong jangan menolak lagi bantuan dari Ambu, Lita. Kalau kamu tidak mau Ambu membantu membiayai kebutuhan kontrakanmu, maka kamu harus tetap tinggal di rumah Ambu" potong Ambu