Cerita ini menguak kisah tentang seseorang yang mempunyai masa lalu kelam di dalam hidupnya, sebut saja namanya Namira seorang gadis yang memiliki hubungan spesial bersama pria beristri, sebut saja nama pria itu Samudera, seorang pria yang mempunyai masalah berat dengan istrinya hingga membuatnya bermain api dengan seorang gadis yang bekerja sebagai waiters di salah satu restaurant.
“Mas, aku hamil,” ucap Namira, sedang pria itu hanya terdiam, dia tidak tahu harus bahagia atau berduka mendengar kabar ini.
“Mas, kenapa diam,” ucap Namira sekali lagi.
“Iya Mir, aku turut senang dengan kehamilanmu jaga baik-baik ya anak kita,” sahut Sam, yang aslinya di dalam pikirannya dihantui rasa bersalah yang teramat dalam terhadap istrinya.
Saksikan kelanjutan kisahnya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Masih di jalan yang penuh dengan rintikan hujan, langkah kakinya terus mengayun tanpa peduli air hujan membasahi sebagian tubuhnya, bibirnya di gigit kuat karena menahan desakan di area kemaluannya, sejenak perempuan itu mulai mempercepat langkahnya agar supaya cepat sampai di klinik tempatnya bersalin.
"Sayang, ayo jalannya di percepat, adik Sean sepertinya sudah ingin lahir," ucap Namira sambil menahan rasa mulas yang ada.
"Baik, Tante," sahut bocah kecil itu.
Keduanya mulai berjalan dengan cepat, menerjang genangan air yang mengalir di jalanan, hujan begitu lebat bahkan kilatan petir pun sudah mulai bergemuruh membuat anak kecil di sampingnya menutup kedua telinganya ketika kilatan petir itu menyambar bersahutan.
"Tante apa kliniknya masih jauh, Sean takut dengan petir," adu bocah itu dengan mimik muka yang ketakutan.
"Sudah hampir dekat Sayang, ayo berjalan lagi, Tante sudah tidak kuat menahan rasa sakit," ucap Namira sambil meringis kuat.
Tidak terasa mereka berdua sampai di klinik Bidan Sonia, kali ini Namira berjalan sedikit berlari, karena memang sudah tidak sanggup dengan rasa sakit yang begitu menyiksanya.
"Suster," panggil Namira dengan nada kesakitannya.
"Iya Ibu, ayo duduk dulu," sahut Suster tersebut.
"Cepetan tolong Saya, rasanya begitu sakit," keluh Namira sambil memegangi perutnya yang begitu mulas karena kontraksi.
"Baik Ibu, mari segera masuk ke ruang bersalin," ajak suster tersebut dengan ramah.
Setelah mempersilahkan Namira masuk Suster tersebut mulai mengecek pembukaan Namira, dan benar ketika perempuan itu mengangkang, sebuah rambut bayi sudah terlihat sedikit, kemudian suster tersebut langsung memencet bel yang sudah terhubung ke Bidan Sonia.
"Ibu, sabar ya, sebentar lagi bidan Sonia datang," ucap Suster tersebut, sambil menyiapkan peralatan bersalin dan juga baju dinas untuk bidan Sonia yang akan menangani pasiennya.
"Cepetan Sus, aku sudah tidak tahan lagi," sahut Namira seraya mengejan.
Lima menit kemudian Bidan Sonia pun datang, dan langsung memakai pakaian tugasnya dan juga mulai mengecek kembali kondisi pembukaannya yang memang sudah memasuki pembukaan sembilan.
"Alhamdulillah akhirnya bayi ini bisa mencari jalan keluarnya," ucap Bidan tersebut dengan rasa syukur karena sebelumnya sang ibu sudah kehilangan, rasa mulasnya karena ketuban yang sudah bocor.
"Ibu tahan ya, kita akan segera berusaha membantu persalinan Ibu," ucap Bidan tersebut sambil melihat ke arah kemaluan pasiennya.
Bidan Sonia terus mengarahkan Namira untuk mengejan agar kepala bayi segera keluar dari kemaluannya, meskipun harus dengan usaha yang cukup keras akhirnya bayi perempuan itu bisa keluar dengan selamat dari rahim ibunya.
"Oek ... Oek ... Oek." suara tangisan itu melengking memenuhi ruangan ini.
"Alhamdulillah akhirnya anak ibu lahir dengan selamat, dan tidak ada yang kurang," ucap Bidan Sonia dengan perasaan yang begitu lega, dan mulai menaruh bayi tersebut di atas dada ibunya hal ini bertujuan agar si bayi langsung mencari sumber makanannya yaitu ASI.
"Terima kasih Bu, Masya Allah anak Mama lahir dengan selamat," sahut Namira, sambil mengelus kepala bayinya yang masih dilumuri oleh darah.
"Anak ini memang kuat Bu, bahkan dia masih mampu lahir dengan cara normal, meskipun air ketuban sudah merembes, sedikit," papar bidan tersebut.
Sejenak bayi mungil yang masih berlumuran darah itu mulai di bersihkan oleh perawat yang sedang berjaga malam ini, setelah selesai di mandikan dengan air hangat bayi tersebut kini mulai di bungkus dengan balutan bedong yang menghangatkan sehingga bisa mengurangi suara tangisnya.
"Masya Allah kau begitu cantik Sayang," ucap Perawat tersebut sambil menimang-nimang bayi tersebut.
"Mbak, bapaknya mana bayinya harus di adzan kan," tutur perawat tersebut, yang membuat hati Namira tertegun dan bingung harus menjawab apa.
"Maaf, Sus, aku tidak menikah," sahut Namira dengan lirih, ada rasa sakit ketika harus menjawab pertanyaan perawat tersebut.
"Astaga, Mbak, maaf ya, saya tidak bermaksud seperti itu," ucap suster tersebut yang langsung membekap mulutnya.
'Ya Allah Nak, kamu begitu cantik bahkan di saat masih bayi pun kecantikan mu sudah terpancar,' batin perawat tersebut yang merasa iba melihat bayi secantik ini yang harus lahir tanpa di dampingi ayahnya. 'Suatu saat pasti ayahmu akan menyesal karena sudah menyia-nyiakan dirimu," imbuh perawat itu kembali.
Karena tidak ingin menyinggung perasaan Namira akhirnya perawat tersebut memanggil Sabri seorang pria yang bekerja di bagian kebersihan di klinik Bidan Sonia ini, karena memang saat ini Sabri pria satu-satunya yang ada mala dari itu perawat tersebut segera mencari keberadaan Sabri yang sedang duduk di sebelah gudang.
"Astaga! Pak Sabri, saya cari-cari ternyata anda ada di sini," ucap perawat tersebut sambil ngos-ngosan.
"Ada apa Mbak?" tanya Sabri dengan nada polosnya.
"Ayo cepetan ikut saya, tolong adzan kan bayi yang barusan lahir," pinta perawat tersebut.
"Loh kenapa harus saya, memangnya bapaknya kemana?" tanya pria yang khas dengan logat Jawa nya itu.
"Bapaknya masih ada di perantauan dan tidak bisa datang dalam waktu dekat ini," ucap perawat tersebut yang membuat Sabri menjadi paham dan mau untuk meng adzan kan bayi Namira tersebut.
Perawat tersebut sudah berhasil membawa Sabri ke dalam ruangan bersalin dan setalah itu mulai melantunkan suara azan di telinga kanan bayi Namira lalu di susul dengan iqoma di telinga kirinya, terakhir sebagai penutup yaitu Doa.
Namira begitu terharu, akhirnya ada seseorang yang mau mengangkat tubuh mungil itu sembari di adzan kan ternyata diantara banyaknya orang yang menolak ataupun tidak menginginkan bayinya lahir ke dunia, masih ada segelintir orang yang mau menolongnya dengan tulus dan ikhlas contohnya seperti perawat dan juga penjaga kebersihan ini.
"Mbak, ini bayinya silahkan di gendong, barang kali haus," ucap Sabri yang melihat bayi Namira seperti mencari-cari sumber makanannya.
Setelah di adzan kan bayi tersebut mau menyusu dengan ibunya, kali ini bayi tersebut begitu kencang menyedot payudara ibunya sehingga timbul rasa sakit yang begitu kuat di rasakan oleh Namira.
"Ibu, bayinya mau diberi nama siapa?" tanya perawat tersebut, sedang bidan Sonia baru datang dan begitu terkejut mendengar cecapan dari bibir bayi Namira.
"Wah, bayinya pintar sekali mencari-cari puting ibunya, dia tidak kesusahan Bu?" tanya Bidan Sonia yang memotong percakapan antara Namira dan perawat itu.
"Alhamdulillah tidak, pas diawal tadi saja, terlihat begitu susah, dan sekarang tidak," sahut Namira.
"Berarti anak Ibu instingnya begitu kuat, mencari sumber makanannya," sahut bidan Sonia.
"Oh iya Bu, siapa tadi nama bayinya, soalnya mau saya masukkan data?" tanya perawat itu lagi.
"Oh iya Mbak maaf, saya lupa," sahut Namira.
"Iya gak apa-apa," ucap perawat tersebut dengan begitu mengerti.
"Namanya Nasa Aafiya," sahut Namira yang masih menggunakan nama gabungan antara dirinya dan juga Samudra.
Nasa, adalah suatu singkatan antara Namira dan Samudra, meskipun kehadiran anaknya tidak di inginkan oleh sang ayah, tapi Namira tidak menutup kemungkinan bahwasanya seberengseknya Samudra dia tetaplah ayah dari anaknya.
smoga ada yg menolong dg tulus iklas
karma samudra atas kelakuan jahat pd Namira dan anak kamu... semoga Novia ketahuan berselingkuh....