Yessi Tidak menduga ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikannya.
Pria yang datang di tengah malam. Pria yang berhasil membuat Yessi menyukainya dan jatuh cinta begitu dalam.
Tapi, bagaimana jika pacar dari masa lalu sang pria datang membawa gadis kecil hasil hubungan pria tersebut dengan wanita itu di saat Yessi sudah ternodai dan pria tersebut siap bertanggung jawab?
Manakah yang akan di pilih? Yessi atau Putrinya yang menginginkan keluarga utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Cih ... Jadi ini yang ingin lo katakan? Nggak guna!"
Regan berdiri kasar dari duduknya, wajah pria blasteran itu terlihat marah dan tidak suka menyorot Sean.
Gara-gara ini, ia sampai meninggalkan Yessi begitu saja.
Sean terkekeh kecil sambil mengelus pinggiran gelasnya sensual. Matanya menatap penuh ejek pada Regan.
"Yakin gak mau dengar kelanjutan cerita gue? Takutnya, lo nyesal nanti."
Sreet!
Regan mencengkram bagian depan jas dikenakan Sean kuat-kuat hingga pengawal ayahnya itu setengah berdiri dari duduknya.
Mata Regan berkilat penuh amarah. Menyebut nama Yeslin saja, sudah berhasil membuat dada Regan panas dan sakit bersamaan.
"Gue gak perduli, sialan! Jadi, berhenti sebut nama jalang itu di depan gue!" bentak Regan menggelegar hingga orang disekitar mereka memperhatikan keduanya dengan saling berbisik.
Bukannya marah, senyum Sean mengembang sempurna.
"Jalang lo kan? Regan, Regan ... Jangan sok amnesia. Bukannya dulu, nyaris tiap malam lo gempur dia. Sebelum, dia milih akik-akik berkuasa itu daripada lo yang waktu itu masih bersembunyi di ketek bokap lo!"
"Bangsat!"
Regan mengangkat kepalan besarnya tinggi-tinggi lalu menghantamkan ke wajah Sean penuh luka.
Sean belum siap, terjungkal kebelakang bersama kursi ia duduki. Regan berjongkok memukulinya membabi buta.
Dua satpam datang melerai setelah mendengar teriakan minta tolong beberapa orang karena tidak mampu memisahkan keduanya.
"Tuan, tolong kontrol emosi anda dan selesaikan masalah dengan baik-baik. Jangan membuat keributan disini," ujar salah satu satpam yang memegangi Regan namun kedua satpam itu nyaris terpental kedepan karena Regan menarik tangannya dengan kuat dari cengkraman keduanya.
"Jangan ikut campur! Jika masih ingin bekerja disini! Dan lo ...." Regan mengacungkan tegas jari panjangnya pada Sean yang berdiri sambil mengelus sudut bibirnya yang berdarah.
"Gue bisa bikin lo lenyap kapan aja! Gue bukan orang yang bisa lo bodoh-bodohin! Lo suka sama Yessi, i know ... dan gue nggak akan pernah lepasin Yessi buat lo!"
Sean sudah babak belur, nyatanya tidak merasa takut pada ancaman Regan. Sean malah semakin senang melihat amarah ditunjukan Regan.
"Bagus kalo lo udah tahu. Tapi, gue yakin, Regan. Lo sendiri yang bakal lepasin Yessi. Kita lihat aja nanti!"
Regan menyeringai penuh arti. "Gimana gue bisa lepasin dia? Kalau gue sendiri yang cap dia pertama kali."
Dahi Sean mengkerut dalam. Perkataan Regan selanjutnya, berakhir dengan Sean menerjang Regan hingga keduanya baku hantam kembali. Kursi dan meja bahkan ada yang rusak karena pergulatan ganas keduanya.
"Gue dan Yessi melakukan hubungan intim semalam."
Sedang di sebuah mansion mewah bewarna biru laut dengan pagar putih megah menjulang tinggi dengan inisial M di tengah pagar.
Yessi berdiri di balkon kamarnya. Sesekali gadis ber piyama tidur itu menengadah ke langit.
Tadinya, ia ingin melihat bintang namun rupanya awan mendung mulai berkumpul untuk menurunkan rintik nya ke bumi. Sebelah tangan Yessi mencengkram ponsel.
"Kenapa gue malah berharap dia nelpon? Dasar bodoh, harusnya lo benci dia Yessi bukan malah mikirin dia dan rindu kayak gini!" maki Yessi pada dirinya sendiri.
Ya, Yessi masih memikirkan Regan. Yessi menunggu kabar dari pria dingin itu.
"Rindu siapa, sayang?"
Yessi berjangkit kaget mendengar suara dari balik punggungnya. Sentuhan lembut di berikan orang itu di pundak Yessi.
"Papa, ngagetin aja."
Damian tersenyum kecil apalagi Yessi sampai mengelus dadanya. Saking pikiran gadis itu tadi melalang buana.
"Jujur sama papa, kau sudah punya pacar? Siapa pria beruntung itu, sayang? Tidak mungkin Bima kan? Karena papa lihat kau tidak sedekat itu dengannya. Malah kau terlihat mesra dengan Regan."
"Papa apaan sih? Aku gak punya pacar kok. Papa salah dengar tadi."
Damian merangkul Yessi. Telinganya dengan jelas mendengar omongan putrinya itu tadi.
Jika Yessi merindukan Regan, Damian adalah orang pertama yang akan mendukung hubungan keduanya.
"Berarti menurutmu papa tuli? Dengarkan papa, kalau kau mulai merasa rindu pada lawan jenismu berarti kau menyukainya. Dan rasa suka adalah tanda benih cinta sedang tumbuh di hatimu untuknya."
Yessi terpaku.
Apa benar rindu yang ia rasakan ini karena mulai menyukai Regan? Tapi, sangat mustahil secepat itu.
"Sayang, sudah jangan di pikirkan. Jika dia juga menyukaimu maka dia akan berusaha mendapatkan mu. Sekarang lebih baik kau siap-siap, ganti baju untuk makan malam."
"Kok ganti baju?" tanya Yessi menatap binggung Damian yang ikut menatapnya dengan tersenyum lebar.
Damian mencium puncak kepala Yessi penuh kasih.
"Kita kedatangan tamu. Dia sudah ada di bawah. Dandan yang cantik ya. Papa turun dulu."
Damian menjauh, saat tangannya memutar kenop pintu Yessi untuk keluar. Damian kembali bersuara.
"Jangan lama-lama, sayang. Ingat, harus cantik ya."
Setelah kepergian Damian, bukannya menurut kata papanya itu, Yessi yang mengerai rambut sepunggungnya malah mencepol tinggi rambutnya asal-asalan lalu keluar dengan sendal berbulu warna pink dan masih mengenakan piyama seksi diatas lutut.
Bukan apa-apa, biasanya Damian mengundang kolega bisnisnya yang memiliki putra seumuran Yessi dan berakhir ayahnya itu menggoda Yessi dengan membicarakan perjodohan.
"Regan, kenapa dengan wajahmu?"
Deg!
Kaki Yessi akan menapaki tangga terakhir kembali ia tarik. Matanya melotot menatap kearah ruang tamu.
Betapa terkejutnya Yessi, Regan berada disana dengan kemeja hitam dan jeans model sobek di lutut. Pria itu duduk tegap di sofa berwarna gelap. Wulan dan Damian berada di depannya.
Yessi semakin mati kutu karena Regan ternyata melihatnya dengan tatapan sulit di artikan seraya menyeringai.
Yessi akan berbalik menaiki tangga, jadi urung karena Wulan memanggilnya hingga Yessi terpaksa turun dengan wajah masam.
"Sayang, kenapa turun dengan penampilan seperti ini? Astaga, rambutmu berantakan sekali!" ujar Wulan mengusap rambut atas Yessi yang terlihat pasrah.
Damian menggeleng pelan ikut melihat Yessi. Sedangkan Regan tidak sekalipun memalingkan pandangannya.
"Harap maklum, Regan. Namanya juga bocah. Padahal sudah di ingatkan tadi untuk berganti baju."
"Papa! Kok bocah sih? Aku udah besar ya!" sahut Yessi cemberut. Sebenarnya, ia hanya malu pada Regan.
"Eleh, kau saja tidak punya pacar. Berarti benar lah kau itu bocah," balas Damian menaik turunkan alisnya membuat Yessi menghentakkan kaki kesal kelantai lalu berjalan ke meja makan.
Tawa Damian pecah detik itu. Ia menepuk sebelah pundak Regan. Damian tidak ragu lagi bersikap santai pada Regan karena Damian dapat melihat tatapan berbeda Regan pada Yessi.
Seperti tatapan seorang pria yang menginginkan wanitanya.
"Ayo, kita makan malam," ajak Damian membuat Regan mengangguk lalu keduanya berjalan beriringan.
"Silahkan duduk, Regan."
Yessi melirik Regan yang menarik kursi di sisinya. Hanya ada empat kursi di sana. Sebenarnya, itu tempat makan khusus Yessi dan orang tuannya.
Yessi sengaja duduk di sana untuk menghindari makan malam bersama Regan karena mengira Damian akan mengajak Regan di meja makan khusus tamu.
Tapi, ternyata salah besar hingga keduanya duduk berdampingan seperti pasangan kekasih.
"Yessi, tolong ambilkan Regan lauk-pauknya ya."
Sontak, Yessi akan menyuapkan sendok ke mulutnya berhenti karena titah Damian itu.
"Loh ... Emang dia gak bisa ngambil sendiri?"
Regan mendorong piring nya di depan Yessi.
"Tamu adalah raja," ujar pria itu terdengar begitu menyebalkan di telinga Yessi.
Mau tidak mau, Yessi terpaksa mengambil kan untuk Regan yang kini tersenyum tipis ke arahnya.
"Balado hati, mau?"
Regan mengangguk singkat. Matanya tidak lepas menatap Yessi yang terlihat begitu cantik dan imut.
"Ayam kecap?"
"Kau suka ayam kecap?" Regan malah menanyai Yessi.
Damian tak henti tersenyum, membalas pertanyaan Regan dengan senang hati.
"Itu lauk kesukaan Yessi, Regan."
"Berikan itu," kata Regan pada Yessi yang memelototi Damian.
Keempatnya makan dengan lahap dan tenang. Yessi hampir menyemburkan nasi dalam mulutnya karena tangan kekar Regan tiba-tiba hinggap di atas paha nya.
Mengelus dengan sensual dan lembut. Beberapa kali pun Yessi menepis, Regan kembali meletakan tangannya disana padahal pria itu sedang berbicara dengan ayahnya.
"Regan, apa kau mempunyai pacar?"
Yessi membeku mendengar pertanyaan Wulan, mamanya. Telinganya diam-diam ia pasang setajam mungkin untuk mendengar jawaban Regan.
"Sudah ada calon, tante," sahut Regan.
Yessi menepis kasar tangan Regan detik itu lalu berdiri dari duduknya. Dadanya entah kenapa terasa panas.
"Pa, ma, aku udah selesai. Aku balik ke kamar dulu."
Yessi pergi tanpa menatap Regan. Seruan Wulan, mengingatkannya untuk minum obat sebelum tidur hanya Yessi acungi jempol. Gadis mempunyai kulit sangat putih itu berlari menaiki tangga.
Tiba dalam kamarnya, Yessi membanting tubuhnya hingga telungkup di atas kasur sambil memeluk guling.
"Dasar pria brengsek! Udah punya pacar tapi masih genit dan nyentuh perempuan lain! Kurang ajar emang!" ujar Yessi memukuli kasur.
"Ada yang cemburu ...."
Yessi melotot tajam ketika memutar kepala ke samping. Regan berada di belakangnya, kedua tangan pria itu memeluknya erat. Aroma citrus yang tajam dari tubuh Regan membuat Yessi nyaman dan terasa terlindungi.
"Mas, kenapa masuk kesini?!"
Yessi beringsut menjauh setelah melepas tangan Regan dari pinggangnya.
Regan berbaring telentang, menyugar rambutnya lalu duduk tegak dan menghimpit Yessi hingga gadis itu kembali terbaring.
"Aku menginap disini."
"Mas, jangan ber omong kosong! Papa nggak pernah ijinin orang bermalam disini ya! Sekarang mas keluar atau saya teriak biar papa denger dan datang kesini menangkap basah mas yang mau berbuat mesum sama saya."
Regan terkekeh, berguling kesamping tapi tangannya masih bertengger di perut rata Yessi.
"Coba teriak. Paling berujung kita di nikahkan. Lagian, ayahmu yang memaksaku untuk menginap karena diluar sedang hujan besar," ujar pria itu sangat santai.
"Is, bisa-bisanya papa percaya sama mas. Gimana mas bisa datang ke mansion ini?"
"Itu juga di undang ayahmu."
Yessi menarik napasnya dalam. Rupanya, Damian biang kerok semua ini. Tiba-tiba Regan menempelkan tangannya di dahi Yessi.
"Panasnya sudah turun. Salep yang ku beli, apa sudah kau oleskan?"
Seketika wajah Yessi bersemu merah. Ia berpura-pura mengangguk saja.
Mendengar Regan tak lagi berbicara, Yessi meliriknya. Pantas tadi mamanya bertanya ada apa dengan wajah Regan, rupanya wajah pria itu terdapat lembam kebiruan di bawah mata.
"Mas, habis berkelahi ya?"
Regan tak menjawab, matanya fokus menatap langit-langit kamar Yessi membuat Yessi menyentuh pipi Regan dengan telunjuknya namun di tangkap Regan.
Regan menatap Yessi dengan pandangan begitu rumit.
"Aku memukul Sean, dia balik membalas."
"Kenapa mas memukulnya?"
"Sean menyukaimu. Aku tidak suka itu."
Yessi tersentak ke arah Regan karena pria itu menariknya hingga Yessi menimpa sebagian tubuh kekar Regan. Napas manis Yessi berbaur dengan aroma mint dari mulut Regan yang menyegarkan.
"Tapi ... Wanita itu memiliki anak dariku, Yessi," ucap Regan begitu pelan namun masih terdengar jelas oleh Yessi membuat gadis yang mulai menyukai Regan itu tercekat.
"Si-siapa ma-maksud, mas?"