Tidak perlu repot-repot nyari jodoh yeorobun, siapa tahu jodohmu sudah dipersiapkan kakek buyutmu jauh sebelum kamu lahir ke dunia Timio ini, dan ternyata jodoh pilihan kakek ini, is the trully type of a HUSBAND MATERIAL means 💜
Happy reading 💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengunjungi Kakek Buyut
11 bulan kemudian...
Entah se-erat apa hubungan para kakek ini dulunya, hingga kuburan mereka pun dibuat khusus di satu tanah yang sama, dan sebagai cucu yang sangat tidak perdulian, Jenny baru menyadari hal itu sekarang setelah mengenal Arsen.
"Maaf ya kek, aku baru tahu. Aku baru sadar ternyata mati pun kita harus bareng sama Askara.", seru Jenny sambil meletakkan seikat mawar putih didepan nisan kakak buyut Wijaya. Hampir 20 menitan ia berada disana, mungkin ia membicarakan banyak hal dalam hatinya sambil mencabuti rumput-rumput kecil yang baru tumbuh. Hingga akhirnya ia melangkah lagi ke barisan seberang 'Makam Askara'.
Pada masanya, makam Askara dirumorkan sebagai tempat menyimpan harta, rumor itu dipercaya oleh orang-orang yang putus asa, hingga beberapa kali di rusak oleh pencuri. Pada akhirnya keluarga Askara memutuskan untuk memasang kamera tersembunyi dengan sensor di salib nisan kakek buyut Askara yang terhubung ke ponsel khusus, yang akan berbunyi jika ada getaran atau suara didekat makam, dan sekarang ponsel itu dipegang oleh pewaris Askara, suami Jenny.
Jenny juga meletakkan seikat mawar putih didepan nisan itu. Matanya berkaca-kaca, penuh dan perlahan tumpah lah air bening itu dari sudut matanya.
"Kakek, jika saja kakek masih hidup mungkin musuh terbesarmu adalah aku. Aku bakal jadi orang yang berdiri paling depan menentang perjodohan ini. Kalo kakek Wijaya kayaknya udah nyerah duluan ngadepin aku.
Woahhh... 2021... nikah masih dijodohin? Kayak kita buruk rupa aja sampe dijodohin karena gak ada yang mau, aneh banget. Ini hati kek, bukan ubi jalar... ", bentak Jenny menghapus air matanya.
"Satu-satunya hal yang ku syukuri disini, ya cuma Arsen. Kalo orangnya bukan dia mungkin aku udah bunuh diri dari dulu, gabung bareng kalian disini. Dia hangat, baik, ngga kasar, dan nilai plusnya mukanya emang mirip Taehyung kek, biasnya aku hehe... " , kekeh Jenny sembari mengusap kembali air matanya, dan seorang Arsen yang jauh disana menonton adegan itu dengan senyum sumringah.
"Tapi dia sama kayak orang kaya lainnya, agak bodoh. Bukan agak lagi, emang beneran bodoh itu manusia satu.", luntur lah senyum pak Taehyung lokal itu.
"Semoga kakek dulunya ngga kayak gitu ya, selalu menilai orang dengan tolak ukur uang. Ya ngga sepenuhnya salah dia juga sih, mungkin dia ada trauma, ada orang yang memperlakukan dia jahat. Yang pertama mungkin jin pirang mantan pacarnya itu, yang kedua orang tuaku.", suaranya kembali bergetar, dan mengusap air matanya, sambil mengipas-ngipas wajahnya.
"Aku ngga kayak mereka kek, aku ngga kayak orang tuaku. Aku punya jalanku sendiri, jika Arsen mendefinisikan aku secinta itu kepada uang, itu terserah dia. Aku ngga akan bela diri. Kek... jika nanti suatu saat aku udah cape, aku izin pergi ya. Pergi dengan caraku, mungkin nanti akan sedikit ribut, tapi aku ngga mau terus-terusan berkorban, aku juga mau jemput bahagiaku sendiri, dan jangan marahin aku, karena aku pasti marahin kakek balik.", ancam Jenny, lalu tidak berapa lama akhirnya ia pergi.
🌼🌼🌼
Sekembalinya dari makam, ia tidak kembali ke mansion atau kantor Arsen. Ia nongkrong di butik tempatnya biasa. Duduk di sudut sambil menatap sebuah manekin yang dipakaikan gaun berwarna peach dengan desain rumit.
Tok... tok... tok... seseorang mengetuk pintu kaca dengan senyum lebar yang sedikit Jenny rindukan, yang lama menghilang, dengan menenteng sepasang cappuccino float kesukaannya.
"Boleh ikut gabung?", tanya orang itu
dan Jenny mengangguk dibalasnya juga dengan deretan giginya.
"Maaf, aku ngga nanyain kabar kamu lagi sejak event itu, kamu udah baik-baik aja kan?", tanya Jonathan membuka pembicaraan.
"Hmm... aku baik-baik aja, begini begini aja. Uhh manis banget Jo, syarafku nyambung lagi...", cengir Jenny sambil menutup rapat kedua matanya merasakan manisnya cappucino bawaan Jojo.
"Aku tadi pake extra sugar, nendang ya?".
" Banget... hehe.", balas Jenny lagi.
"Kamu beneran ga ngobat lagi kan? ", tanya Jonathan.
"Ngga yakin dan ngga tahu Jo, aku kalo susah tidur kadang suka khilaf hehe. Makasih ya kamu udah anterin aku waktu itu, pasti kaget banget ya semua orang.", seru Jenny.
"Kok kamu tahu aku yang anterin? Suami kamu bilang?".
"Ngga, dikantornya Arsen aku udah nyebarin virus anti waras ku jadi kamu pasti paham selanjutnya gimana."
"Haahahahha.... Dasar...", ledak tawa Jojo.
Ada hati yang patah se-patahnya melihat adegan itu. Arsen parkir didepan butik itu dengan menggunakan mobil Don, orang kepercayaannya. Selama menikah ia belum pernah sekalipun melihat Jenny seceria itu, tertawa lebar seperti itu. Secantik itu dengan tawa lepasnya.
Jenny yang ia kenal selalu berekspresi datar, sedih, dan dingin. Jika Jenny memberi segaris senyum saja untuknya, ia merasa sudah memeluk bulan. Tapi Jonathan, hanya dengan satu cup kopi, duduk berhadapan, bercerita ringan, gadis itu terlihat kembali berwarna. Untuk melepas rasanya ia tidak sanggup dan tidak akan bisa, ia sudah mencintai gadis itu sepenuhnya.
🌼🌼
" Je... "
" Hmm?"
" Aku tahu pernikahan kamu pura-pura.", seru Jonathan to the point. Jenny terlihat biasa saja, tenang, dan menyedot cappucino floatnya.
" Terus?"
" Terus? Hah... Jenny ! Terus? Kamu bilang terus? Kamu cuma jawab gitu?". Jonathan terkekeh miris.
"Kamu mau aku jawab gimana Jo? Aku udah persiapkan diriku sejak lama. Aku tahu betul kamu gimana, aku ngga pernah berhasil bohongin kamu. Cepat atau lambat kamu pasti tahu." seru Jenny.
"Kamu mau terus-terusan pura-pura?"
"Pernikahan ini serius, Jo. Orangnya yang pura-pura dan sekarang aku ngga tahu masih pura-pura atau aku lagi berusaha nerima ini semua." lirih Jenny.
"Aku gimana Je? Kamu ninggalin aku gitu aja? Semua yang udah kita jalani bareng itu ngga ada artinya buat kamu?"
"Lepasin aku Jo. Lupain aku. Kamu berhak bahagia. Kamu paham betul posisi aku gimana. Mari benar-benar berhenti, mungkin butuh waktu yang lama, tapi ngga papa, semua sakit pasti sembuh seiring waktu, jangan kamu kira buat aku ini mudah. Satu hal yang harus kamu tahu, aku kenal sama zolpidem dan yang lainnya itu karena kehilangan kamu, bukan. Karena ninggalin kamu. Itu salahku, dan ini hukumanku sekarang."
Deg
"Ayo kita kabur Je. Kita bisa kabur. Aku siap ninggalin semuanya. Apapun itu. Semua yang udah aku capai. Aku udah cukup hancur kamu nikah tiba-tiba, dan jujur aku lega banget setelah tahu kamu nikahnya pura-pura. Ayo kita pergi Je, kita pergi jauh." rengek Jonathan dengan mata berkaca-kaca sambil menggenggam tangan Jenny yang menatapnya sendu.
"Memangnya anda siapa berani bawa pergi istri saya?". seru Arsen di belakang mereka.
"Arsen?" pekik Jenny, matanya membulat sempurna.
Bugh... satu pukulan keras mendarat di pelipis Jonathan dan sukses membuatnya tersungkur.
"Arsen lu apa-apaan sih?!!!", bentak Jenny, sambil mengecek wajah Jonathan yang masih meringis.
"Kamu ngapain bantuin dia?! Aku suami kamu!", bentak Arsen balik dan menarik Jenny, menggenggam tangannya agar gadis itu tidak lagi mendekati Jonathan.
"Udah Sen, lu tenang dulu. Lu tenang dulu, kita bisa ngomong baik-baik", mohon Jenny.
"Tenang? Suami mana yang tenang istrinya di ajak kabur sama orang lain!.", suara Arsen bergetar dan meninggi.
"Suami? Suami seperti apa? Hitam diatas putih?", tantang Jonathan lagi.
"Jonathan ! Stop !!!", bentak Jenny. Itu pertama kalinya Jenny benar-benar marah di mata Jonathan, cukup menyakitinya.
"Dia istri saya pak Jonathan yang terhormat ! Jadi tolong, hentikan omong kosongmu itu!!! ", sergah Arsen lagi. Disaat panik itu Jenny melihat wajah suaminya berbeda, meski Arsen berkali-kali membentak, ia merasa wajah suaminya itu hanya ketakutan dan memohon. Seperti induk beruang yang sedang melindungi anaknya dari bahaya. Ia segera menarik tangan Arsen untuk keluar butik.
Sapp... Jonathan malah menarik tangan Jenny yang satunya.
"Je... aku mohon." ucapnya lagi tanpa memperdulikan Arsen.
"Brengs*k..... !!!", teriak Arsen tidak terima istrinya disentuh orang lain. Detik itu juga ia melepas tangan Jenny yang masih menggenggam tangannya dan menghajar Jonathan. Tidak terelakkan gelud pun terjadi, adu tinju siapa yang lebih keras dan lebih banyak. Jenny sudah menjerit sekerasnya memohon mereka berhenti. Jika mendekat ia juga bisa jadi sasaran tidak sengaja kedua pria tinggi besar itu.
Akhirnya dua karyawati butik berusaha menarik Jonathan, dan syukurlah mereka berhasil menjauhkan Jonathan, sementara Jenny memanfaatkan celah kecil itu untuk menahan Arsen, ia peluk erat suaminya yang masih seperti kesurupan itu dari arah depan, hingga tubuh kecil Jenny masih ikut terdorong ketika menahan Arsen.
"Arsen stop , please... Arsen stop hiks... ayo pulang... gua takut Arsen hiks... ", jerit Jenny menyatukan kepalanya dengan dada bidang Arsen, ia benar-benar mendengar detak keras tak karuan jantung suaminya itu. Darah mendidih itu perlahan turun, mendengar teriakan istrinya yang ketakutan.
"Ayo pulann, Sen... ", Jenny masih sesegukan dan Arsen benar-benar berhenti, napasnya mulai teratur, meraba wajah istrinya yang menengadah dan masih sesegukan. Ada rasa bersalah di hatinya melihat garis merah sepanjang 5cm di wajah mulus Jenny, mungkin sewaktu melerai tidak sengaja tergerus kuku Arsen.
"Ayo kita pulang... ", ajak Jenny untuk kesekian kalinya. Persis anak perempuan yang menangis pada ayahnya. Arsen kembali melihat ke arah Jonathan yang juga sudah diam mematung dan rambutnya yang acak-acakan. Hatinya juga sakit melihat Jenny menangis di pelukan pria lain selain dirinya. Tanpa berkata apapun, hanya tatapan marah yang masih tertuju pada Jonathan. Arsen menarik istrinya untuk keluar dari sana dan melesat pergi dengan mobil Don, meninggalkan pria tampan satunya yang masih menunggu kejelasan.
" Begini kah akhirnya Jenn?"
.
.
.
Tbc ... 💜