(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lyla tidak apa apa kalau tidak punya Ayah, Bunda!
"Bunda ..." terdengar suara panggilan lemah membuat Wira yang sedang tertidur di sisi pembaringan Lyla ikut terbangun. Masih dengan mata terpejam, Lyla yang belum menyadari keberadaan Wira di sisinya kembali memanggil. "Bunda ... Lyla mau susu."
Tak ingin Lyla kembali histeris, Wira segera menggeser posisinya dengan cepat, sebelum Lyla benar-benar membuka matanya. Ia menuju sofa, dimana Via masih tertidur pulas. Ia ingin membangunkan Via, namun begitu terpaku menatap wajah polos istrinya itu.
"Bundaaa ..." Terdengar panggilan Lyla sekali lagi, membuat Wira segera membangunkan Via.
"Via ... Lyla sudah bangun," bisiknya di telinga Via.
Setengah sadar, Via membuka matanya. Terkejut, karena posisi Wira sangat dekat dengannya. Wira meletakkan jari telunjuknya di depan hidung. "Ssttt!! Lyla sudah bangun. Aku harus cepat keluar. Kalau tidak dia akan histeris lagi," ucapnya sambil mengusap rambut Via.
"I-iya, Mas."
Wira segera melangkah keluar dari ruangan itu. Sementara Via mendekat pada Lyla. Ia mengecup wajah putri kecilnya itu. "Lyla sudah bangun, Sayang ..."
Lyla membuka mata, saat melihat bundanya berada di sana, ia tersenyum. "Bunda, Lyla mau susu," ucapnya manja.
"Tunggu sebentar, Sayang ya... Bunda buatkan."
"Iya, Bunda."
Via pun segera membuat susu untuk Lyla. Sejenak ia menoleh ke arah jendela, dimana Wira mengintip di sana. Via dapat melihat gurat kesedihan Wira, ia tahu Wira begitu ingin memberikan kasih sayangnya pada Lyla. Namun, semuanya seakan terlambat. Sebab Lyla sudah terlanjur trauma dengan perlakuan kasar Wira.
"Ini susunya, Sayang ..." Via membenarkan bantal agar Lyla dapat duduk bersandar. Dengan penuh kelembutan, Via membantu Lyla meminum susunya.
"Syudah, Bunda," ucapnya sembari mendorong gelas susu yang hanya menyisakan sedikit saja.
"Pintarnya anak bunda, makanya bunda sayang Lyla. Lyla kan anak pintar." Via mengecup kening putri kecilnya itu. Sambil memikirkan bagaimana cara membujuk Lyla agar mau menerima Wira sebagai ayahnya.
Masih dengan wajah pucat dan tatapan sayu, Lyla menarik ujung pakaian bundanya. "Bunda ... Opa bilang mau beliin Lyla boneka plinsyes. Lyla mau, Bunda."
"Iya, Sayang. Nanti opa datang bawakan Lyla mainan yang banyak. Lyla senang kan punya opa?"
Lyla kecil mengangguk pelan. "Senang, Bunda. Opa baik sama Lyla. Lyla juga mau dibeliin ayam goyeng Upin-Ipin sama opa."
"Iya, Sayang. Tapi makan ayamnya nanti. Kalau Lyla sudah sembuh. Kalau sekarang, cuma boleh makan bubur. Lyla mengerti kan?"
"Iya, Bunda."
Di balik jendela kaca, Wira masih memperhatikan Lyla dan Via. Mengucapkan banyak-banyak syukur dalam hati, karena yang menemukan Lyla saat Shera membuangnya adalah wanita sebaik Via. Rasa sesal semakin membelenggunya jika teringat semua perlakuan buruknya pada Via dan Lyla. Bahkan ia pernah menyebut Lyla sebagai anak haram, hasil hubungan gelap Via dan lelaki tak jelas. Terlebih saat dirinya memarahi Lyla saat sedang bermain di kamar anaknya. Jika mengingat semua itu, ingin rasanya Wira menghukum dirinya sendiri.
Laki-laki itu kemudian mengusap setitik air mata yang hampir jatuh di ekor matanya. Lalu kembali memperhatikan Via dan Lyla.
"Lyla, bunda punya kejutan untuk Lyla. Lyla mau dengar?" tanya Via.
"Mau, Bunda ..."
"Lyla mau ketemu ayahnya Lyla kan?" tanya Via.
Raut wajah gadis kecil itu pun berubah antusias saat mendengar ucapan bundanya. "Lyla punya ayah, ya Bunda?"
"Punya, Sayang. Ayah Lyla ada di sini. Ayah mau ketemu sama Lyla."
"Ayah Lyla mana, Bunda. Lyla mau ketemu ayah," tanyanya dengan penuh semangat.
Mendengar ucapan Lyla membuat Wira menjatuhkan air matanya. Betapa menggemaskannya Lyla Dengan segala kepolosannya. Wira tersenyum bahagia. Berharap Lyla akan menerimanya jika tahu bahwa ia adalah ayahnya.
Pelan-pelan, Via mencoba menjelaskan pada Lyla. "Tapi Lyla harus janji. Jadi anak yang baik, dan berbakti sama ayah. Karena ayah sayang sama Lyla."
"Iya, Bunda."
"Sayang, dengar bunda, ya," Via menggenggam jemari anak gadisnya itu. "Ayahnya Lyla itu Om Wira. Om Wira sayang dan mau peluk Lyla."
Hal yang sama kembali terjadi, ketika senyum yang menghiasi wajah polos Lyla menghilang hanya dengan mendengar nama Wira.
"Bukan!" ucapnya diiringi gelengan kepala. "Ayah Lyla bukan Om Wila, Bunda. Om Wila itu jahat. Suka malahin Lyla sama Bunda. Om Wila dolong-dolong Bunda sampai jatuh. Lyla takut sama Om Wila."
"Tidak, Sayang. Om Wira tidak jahat dan tidak sengaja dorong bunda. Om Wira juga mau minta maaf sama Lyla. Lyla ingat kan, Bunda bilang apa? Anak baik harus memaafkan orang yang salah."
Raut kesedihan di wajah Lyla semakin terlihat. "Lyla takut, Bunda."
Menyadari ketakutan di wajah Lyla, Via meraih tubuh gadis kecil itu dan memeluknya.
"Bunda, Lyla tidak apa-apa kalo tidak punya ayah. Lyla kan syudah punya Bunda. Upin dan Ipin juga tidak punya ayah. Tapi meleka tidak syedih. Lyla juga tidak syedih kalo tidak punya ayah."
Via tidak berkata-kata lagi. Ia ingat pesan dokter agar tidak memaksakan kehendak pada Lyla.
Di sisi lain, Wira tak kuasa lagi membendung air matanya. Baru saja Lyla terlihat begitu antusias ingin bertemu ayahnya, namun kembali sedih saat mendengar bundanya mengatakan bahwa Wira adalah ayahnya.
Jika Via melapangkan dada dan membukakan pintu maaf baginya, maka penolakan ia dapatkan dari anaknya sendiri. Namun, Wira menyadari, semua berasal dari kesalahannya sendiri. Ia menyandarkan punggung di balik jendela. Ingin rasanya memeluk Lyla dan memberikan seluruh kasih sayangnya untuk putri kecilnya itu.
*******
_
_
_
_
_