#TURUN RANJANG
Tiga tahun pasca sang istri meregang nyawa saat melahirkan putranya, Zeshan tetap betah menduda dan membulatkan tekad untuk merawat Nadeo sendirian tanpa berpikir sedikitpun untuk menikah lagi.
Namun, hal itu seketika berubah setelah Mommy-nya datang dan berusaha meluluhkan hati Zeshan yang telah berubah sebegitu dinginnya. Berdalih demi Nadeo, Amara menjanjikan akan mencarikan wanita yang pantas untuk menjadi istri sekaligus ibu sambung Nadeo.
Zeshan yang memang terlalu sibuk dan tidak punya kandidat calon istri pasrah dan iya-iya saja dengan siapapun pilihan Mommy-nya. Tanpa terduga, Mommy Amara ternyata merekrut Devanka, adik ipar Zeshan yang mengaku sudah bosan sekolah itu sebagai calon menantunya.
*****
"Ingat, kita menikah hanya demi Nadeo ... jangan berharap lebih karena aku alergi bocah bau ingus." -Zeshan Abraham
"Sama, aku juga alergi om-om bau tanah sebenarnya." - Devanka Ailenatsia
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
PLAGIAT/MALING = MASUK NERAKA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 - Ujian Mantan Duda
"Apa katamu?"
"Tidak, Kak ... aku tidak bilang apa-apa," elak Devanka menggeleng cepat.
Sama sekali tidak Devanka duga jika pendengaran sang suami tajam juga. Rasanya, dia sudah bergumam begitu pelan, tapi entah kenapa Zeshan justru dapat mendengar dengan jelas sampai-sampai langkahnya terhenti.
"Kamu nantangin, Devanka?"
Tak hanya sekadar bertanya, pria itu kini berbalik dan Devanka bergetar dibuatnya. Bukan takut, tapi lebih ke khawatir sang suami benar-benar menerkamnya. Ya, walau usianya masih belia bahkan masuk kategori bocah di mata Zeshan, tapi percayalah otak Devanka tidak sepolos yang dibayangkan sebenarnya.
"Hehehe Kakak mau apa?" tanya Devanka nyengir kuda tatkala Zeshan semakin dekat.
Tanpa sedikit pun rasa takut, entah tidak pura-pura bodoh atau bagaimana, tapi Devanka seolah tidak sadar jika dia baru saja membangunkan singa yang sedang tidur.
"Apa aku setua itu di matamu? Hm?"
"Apasih? Aku tidak membahas umur sejak tadi."
Zeshan berdecih, memang benar adanya Devanka tidak membahas umur. Akan tetapi, sedikit banyak dia pahami sang istri menggunakan mode sarkas dalam bicara, termasuk dengan yang dia ucapkan barusan.
"Mulutmu memang tidak, tapi logikamu berbeda dan jangan kamu kira aku sebodoh itu, Devanka."
"Ck, dimana letaknya aku membahas usia kakak? Tidak ada, 'kan?" tanya Devanka seketika frustrasi menghadapi Zeshan yang agaknya juga tidak mau kalah.
"Oh iya? Lalu kenapa kau berucap seperti tadi jika tidak sedang membawa-bawa umurku?"
"Yang mana lagi?" Berlagak sok lugu, padahal tengah berusaha menghindari sang suami.
"Kalimatmu yang menganggapku lemah dan mungkin pingsan kalau lebih dari ciuman, lupa?"
Devanka mengatupkan bibir, Zeshan benar-benar mempermasalahkan ucapannya. "A-apa yang salah dengan kata-kata itu? Kan aku cuma menebak saja, maksudku begini ... kalau ciuman saja capek gimana yang lain? Yang dimaksud dengan kata-kata yang lain di sini adalah pekerjaan berat, misal nih gali sumur, aduk semen atau angkat batu gitu, Kak."
Sekalipun tertangkap basah, dia harus bisa mengelak, begitu prinsip Devanka. Pandai sekali dia bicara sampai-sampai Zeshan yang mendengar tercengang seketika.
Agaknya Zeshan salah menilai Devanka, yang dia kenal selama ini hanya beberapa persen saja, belum sepenuhnya. Sama sekali tidak Zeshan menduga jika selihai itu Devanka mengolah kata.
"Oh begitu ya?"
"Iya, coba deh Kakak pikir pasti pingsan, 'kan ya?" tanya Devanka seolah merasa dirinya sudah amat benar di sini.
"Malas, pikirkan saja sendiri."
Niat hati ingin menghukum sang istri lantaran asal bicara, Zeshan menyerah dan dia akui jika bertahan sampai akhir agaknya memang lelah.
Tidak ingin gila lebih lama, Zeshan masuk kamar dan selama itu Devanka terus mengekor demi meluruskan kesalahpahaman mereka.
.
.
"Kak Zeshan dengar dulu, ada salah paham di sini dan aku tidak bermak_"
"Diaaaaaam!!" Zeshan tidak membentak, tidak pula meninggikan suaranya dan dia hanya bicara penuh penekanan karena merasa kepala bagian belakangnya agak sedikit sakit. "Bisa diam, 'kan?"
"Untuk hal-hal seper_"
"Devanka mau diam atau Kakak banting, Sayang?" tanya Zeshan dengan dada yang kini naik turun.
Panggilan sayang dari Zeshan bukanlah ditujukan karena Devanka spesial, tapi itu satu-satunya jalan terakhir karena sewaktu menjadi adik iparnya Devanka akan patuh jika Zeshan sudah menggunakan panggilan andalannya.
Berhasil, Devanka mengangguk patuh begitu Zeshan menggunakan panggilan sayang. Pria itu menghela napas panjang dan berlalu ke balkon kamar demi menenangkan pikirannya.
Meninggalkan Devanka yang kebetulan tidak memanggil atau mengekor di belakangnya. Tiga tahun menduda Zeshan memang kerap kali kesepian, tapi nilai plusnya kepala pria itu tidak setiap waktu sakit.
"Ya Tuhan, keputusanku menikahinya tidak salah, 'kan?" Zeshan bermonolog sembari menatap lurus ke depan.
Sesekali dia mengusap wajahnya kasar, jika dilihat dari cara Devanka mengasuh Nadeo jelas keputusannya sudah sangat amat benar. Akan tetapi, jika Zeshan dikaitkan dengan kesehatan agaknya tidak begitu tepat.
"Ah sudahlah, apa yang perlu disesali." Setelah cukup lama berpikir, Zeshan kesal sendiri dan kini mengakhiri lamunannya.
Kembali ke kamar dengan langkah lesu. Sialnya, baru juga berhasil menenangkan diri, Devanka kembali membuat sakit kepala Zeshan untuk kedua kali.
Bagaimana tidak? Baru juga beberapa masuk kamar, Zeshan sudah disambut pemandangan sang istri yang kini hanya menggunakan sport braa dan celana panjangnya.
Kemungkinan besar Devanka hendak ganti baju, terlihat jelas ada dua kemeja oversize di atas tempat tidur.
"Ehem!!" Sengaja Zeshan berdehem hingga membuat wanita itu menatap ke arahnya.
Devanka terlihat biasa saja, dia masih memilih kemeja mana yang hendak dia kenakan nantinya. "Mau kemana?" tanya Zeshan yang mendekat dengan sendirinya tanpa diminta.
"Nonton basket ... boleh, 'kan?" Sekaligus izin, Devanka menjawab kemana tujuannya.
"Nonton basket?" tanya Zeshan mengerutkan dahi.
"Iya, pacar Gita main hari ini ... dan satu minggu lalu sudah janji, masa tidak ditepati."
Yang bicara adalah bibirnya, tapi mata Zeshan tanpa disadari justru tertuju ke tempat lain dan hal itu membuat fokusnya buyar seketika.
"Kak Zeshan!!"
"Hem? Ap-apa, Sayang?"
"Lihatin apa sih? Ditanya diam aja," gerutu Devanka mulai mengenakan kemeja favoritnya.
"Tidak lihat apa-apa, tadi kamu mau bilang apa?"
"Boleh ya aku nonton? Bentar kok, jam tiga aku pasti pulang," rayu Devanka masih berusaha mendapatkan izin Zeshan secara baik-baik tentu saja.
Zeshan yang sebenarnya bingung dan malu lantaran tertangkap basah tengah mengagumi kemolekan tubuh istrinya, dengan berat hati berucap "Boleh."
Jawaban yang sukses membuat Devanka berseru yes dan kembali melakukan tindakan di luar dugaan Zeshan. "Thanks, Kak Zeshan ... begitu selesai aku pulang," pungkasnya tak lupa mengecup pipi sang suami sebelum pergi.
Sepertinya bagi Devanka hal itu biasa saja, tapi bagi Zeshan berbeda. Beberapa saat setelah Devanka pergi, barulah pria itu tersadar karena sebelumnya sempat terpaku dan bingung sendiri. "Astaga kenapa kuizinkan? Kalau bocah itu ketemu pacarnya di sana bagaimana? Ays bodohnya kau, Zeshan!!"
.
.
- To Be Continued -