Siapa sangka, Alya yang pernah memutuskan Randy 8 tahun lalu, membuat lelaki itu memiliki dendam mendalam. Hingga saat ini, Randy masih mencari Alya hanya untuk membalaskan rasa sakitnya. Sisa cinta dan dendam seakan saling bertarung di hati Randy.
Kehidupan Alya yang berubah drastis, membuatnya mau tak mau bekerja sebagai asisten rumah tangga yang tergabung di salah satu yayasan penyalur ART ternama.
Hingga takdir mempertemukan mereka kembali, Alya bekerja di rumah Randy yang kini sudah beristri. Di situ lah kesempatan Randy memperlakukan Alya dengan buruk. Bahkan, menghamilinya tanpa tanggung jawab.
“Andai kamu tahu apa alasanku dulu memutuskanmu, kamu akan menyesal telah menghinakanku seperti ini.” – Alya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
“Aku tunggu di apartemenku, lakukan lah dengan hati-hati,” ujar Randy dalam panggilan teleponnya bersama Geni malam ini.
Tak lama, seseorang mengetuk pintu ruang kerja di rumahnya.
“Masuk,” pinta Randy yang masih berdiri bersandar meja kerjanya.
Melaporkan penemuannya, Lia menceritakan apa yang ia dengar dari Nadia saat melakukan panggilan telepon kala itu, juga menyerahkan botol kecil berisi obat yang tak sengaja ia temukan.
Mengamati botol kecil yang Lia berikan, Randy tampak terdiam memikirkannya.
“Ada lagi yang kamu dengar?” tanyanya pada asisten rumah tangganya itu.
Menggeleng, Lia mengaku tak menguping ucapan Nadia lainnya, selain yang ia ceritakan baru saja.
Memasukkan botol obat itu ke dalam saku celananya, Randy bergegas berangkat menuju apartemennya. “Kalau Nadia tanya, bilang saja aku menginap di rumah temanku malam ini.”
Saat keluar rumah, ia memastikan Nadia masih berada di kamar Raina untuk menemani anaknya itu tidur.
Mengendarai motornya, Randy menuju apartemennya menunggu Geni di sana, tak peduli waktu yang sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Sementara itu, Geni dan dua orang anak buah Randy masih berkutat di ruang arsip kantor. Sengaja mereka mematikan seluruh CCTV ruangan yang sekiranya akan mereka lewati. Tak lupa, Geni juga telah meminta bantuan salah seorang OB kantor untuk memberikan kopi yang sudah dicampurkan obat tidur berdosis tinggi pada kedua satpam yang berjaga.
“Cari sampai dapat!” titah Geni pada dua orang temannya, karena mereka sudah 1 jam berada di ruangan itu dan belum menemukan apa pun.
Randy memang sengaja memanfaatkan kesempatan saat Alex sedang berada di luar negeri, agar rencananya berjalan lancar, karena anak pertama Om Tama itu cukup ketat dalam menjaga kantor.
Sekian menit kemudian, salah seorang dari mereka menemukan tumpukan berkas lama, saat perusahaan itu masih memakai nama lama mereka.
PT. Luki Development
“Apa kita butuh ini, Bos? Kita ‘kan butuh berkas pergantian nama,” ujar anak buah Randy tersebut.
Meminta untuk membawanya saja, Geni tak pikir panjang karena bisa saja ia membutuhkannya. “Cari yang lain lagi, siapa tahu ada.”
Hingga 30 menit kemudian, Geni meminta mereka semua meninggalkan ruangan dan merapikannya seolah tak terjadi apa-apa.
***
Setibanya di apartemen Randy, Geni langsung menyerahkan hasil yang ia dapat, meskipun bukan itu yang mereka cari.
“Tak apa, setidaknya ini bisa menjadi bukti, bahwa perusahaan ini dulu memang benar milik ayahku,” tutur Randy.
Pikir Randy, jika pamannya itu masih mengelak telah membelinya karena perusahaan ayahnya yang hampir bangkrut, berkas dari Pak Antonio bisa menjadi bukti pendukungnya.
“Bagaimana dengan Bu Yusi dan Pak Mukid? Apa sudah ada titik terang?” tanya Randy lagi.
Menggeleng, Geni masih belum bisa menemukan mereka, meski orang-orangnya masih terus melakukan pencarian sampai saat ini.
Menyodorkan botol kecil yang ia simpan di saku, Randy meminta Geni mengujinya di laboratorium untuk mengetahui obat apa di dalamnya. “Aku ingin tahu hasilnya besok.”
Mengangguk, seperti biasa Geni menyanggupinya.
Saat sang asisten akan berpamitan, Randy kembali memanggilnya.
“Lakukan seperti malam ini lagi, tapi di rumah Om Tama. Mumpung Alex belum pulang,” pinta Randy.
“Tapi, Pak...” Jika Geni sudah mengatakan tapi, pasti karena tugas itu dirasa berat baginya.
“Aku yang akan memikirkan bagaimana caranya agar mereka pergi sementara waktu dari rumah itu. Soal pembantu dan satpam, kamu bisa usahakan sendiri lah,” jelas Randy lalu mempersilakan asistennya itu untuk pulang.
Menggaruk kepalanya yang tak gatal, Geni mengangguk.
Sementara itu keesokan harinya di panti, terlihat Pak Antonio dan Bu Puri sedang berdebat di kamar mereka.
“Ibu tidak tahu apa-apa, jadi jangan ikut campur!” tegas Pak Antonio yang tak suka jika sang istri memintanya agar tak membantu Randy.
“Bapak yang tidak tahu apa-apa. Mendiang ibunya Alya adalah sahabatku, Pak. Dia selalu menceritakan apa pun padaku. Termasuk, saat paman Randy itu menekan mereka. Ibu tahu semua itu, keluarga Randy memang jahat!” Bu Puri tak ingin kalah.
Menghela nafas panjangnya, Pak Antonio menyesalkan kalau memang benar begitu, mengapa dulu istrinya tak pernah cerita soal ini, bahwa Randy kekasih Alya adalah anak kliennya dulu.
“Mana Ibu tahu kalau Bapak pernah mengurus warisan ayah Randy? Ibu saja juga tidak tahu Randy itu yang mana, Ibu hanya tahu cerita dari ibunya Alya, kalau dulu anaknya sedang berpacaran dengan seorang lelaki yang tak disetujui keluarganya si lelaki. Yang Ibu tahu, paman dari kekasih Alya itu orang kuat, punya banyak relasi oknum-oknum yang bisa membantunya, makanya bisa menekan keluarga Alya. Tapi, kita sama sekali tak tahu kalau ternyata pamannya Randy itu seorang pengusaha seperti yang Bapak ceritakan. Bahkan, ibunya Alya melarang Ibu memberitahu Bapak soal ini karena tak ingin kita terlibat, padahal Bapak bisa saja 'kan memperkarakan tindakan mereka,” jelas Bu Puri.
Ia lalu menegaskan bahwa tak peduli bagaimana pun cerita masa lalu itu, baginya Randy dan keluarganya sama-sama jahat. Untuk itu lah ia tak ingin Alya kembali bersama Randy. Ia juga tak suka melihat suaminya membantu Randy. Baginya, sudah cukup Randy dan sang paman menyengsarakan Alya dan keluarganya selama ini. “Apa yang Ibu tak tahu? Justru Bapak yang tidak tahu apa-apa tentang kejahatan mereka pada orang tua Alya dulu!”
“Kalau Bapak tidak ceritakan tentang warisan itu, Ibu juga tidak tahu ‘kan cerita ini? Yang Ibu tahu hanya menyalahkan Randy semata, padahal ada alasan di balik kesalahannya. Lalu, apa yang Ibu bilang Bapak tidak tahu apa-apa?” Pak Antonio tak ingin kalah berdebat.
Sedikit terdiam menurunkan emosinya, Bu Puri seolah ragu ingin mengatakannya.
...****************...