(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lyla lebih suka boneka dari Bunda!
Di sebuah gedung perkantoran ...
Hari sudah beranjak sore ketika Wira masih disibukkan dengan pekerjaan yang padat. Tatapannya terus terarah pada layar laptop, namun pikirannya melayang ke tempat lain. Laki-laki itu masih dipenuhi rasa bersalah karena sehari sebelumnya memarahi Lyla yang sedang bermain di kamar anaknya. Entah mengapa ada perasaan sedih, saat menatap wajah Lyla yang ketakutan. Dan, perasaan itu membuat Wira tidak dapat berkonsentrasi, bahkan semalam tidak bisa tidur akibat terbayang-bayang wajah polos Lyla.
Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan, lalu menyandarkan punggungnya sejenak, sambil mendongakkan kepala ke atas. Sudah beberapa kali Wira mencoba menghilangkan perasaan aneh itu di dalam hati, namun bayang-bayang Lyla tetap saja bermunculan di benaknya.
Tidak ingin bayangan itu terus menghantui, Wira memilih kembali terfokus pada pekerjaannya.
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Dua jam berlalu begitu saja. Wira melirik arah jarum jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul enam sore. Ia menarik napas dalam, sebelum merapikan meja kerjanya, dan bergegas meninggalkan ruangannya.
Seperti biasa, sebelum pulang ke rumah, Wira akan mampir ke sebuah restoran favoritnya. Ia tak pernah sekali pun makan di rumah, walau pun Via selalu menyiapkan makanan untuknya. Bertemu dengan Via saja rasanya malas, apalagi harus makan masakannya. Namun, hari itu rasanya hampa. Wira bahkan tidak berselera makan walaupun ia sudah memesan menu yang paling disukainya.
Apa ini, ada apa denganku? Apa aku sudah keterlaluan? Kenapa seharian ini aku terus memikirkan wajah sedih anak itu.
Tanpa menyentuh menu makanan di depannya, Wira beranjak pergi, meninggalkan restoran milik temannya itu.
Mobil kembali melaju membelah jalanan ibu kota. Raut wajah Wira tampak tak ada semangat, hingga perhatiannya tertuju pada sebuah toko mainan anak. Entah mengapa, sesuatu seperti menariknya ke sana. Wira segera menepikan mobilnya, dan berhenti di depan toko besar itu. Wira terdiam beberapa saat sebelum akhirnya turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam toko besar itu.
Pelan-pelan Wira melangkah, dengan kedua mata yang melirik kesana-kemari, seperti mencari sesuatu. Hingga seorang karyawan toko wanita menghampirinya.
"Permisi, Pak ... Ada yang bisa dibantu?" tanya karyawan toko itu.
"Aku sedang mencari boneka barbie. Kalau ada yang bajunya berwarna biru," ucap Wira pada karyawan wanita itu.
"Oh, itu Princess Elsa. Mari ikut saya." Wanita itu menuju sebuah rak, dan menunjukkan beberapa boneka Barbie yang cantik.
Seulas senyum tipis hadir di wajah tampan lelaki berusia 30tahun itu. Bahkan ia sendiri tak mengerti, mengapa membayangkan wajah Lyla yang akan sangat bahagia jika diberi boneka cantik itu membuat perasaannya menghangat. Sungguh sebuah perasaan yang sulit dijelaskan.
"Tolong bungkus ini!" pinta Wira pada seorang karyawan wanita.
"Baik, Pak ... Silakan ke kasir!" jawabnya sambil menunjuk ke satu arah, dimana kasir berada.
Setelah melakukan pembayaran, Wira keluar dari toko mainan itu. Lagi-lagi sebuah perasaan yang sulit dipahami olehnya hadir begitu saja. Rasanya sudah tidak sabar ingin melihat reaksi Lyla saat diberi mainan yang sudah sangat lama diinginkannya itu. Tanpa menunggu lagi, Wira melajukan mobil untuk segera pulang ke rumah.
Hanya butuh waktu lima belas menit, Wira telah tiba di rumah. Namun, hingga beberapa saat, laki-laki itu masih berdiam diri di dalam mobil, sambil sesekali melirik boneka yang baru saja dibelinya.
"Bagaimana caraku memberikannya pada anak itu? Kalau aku yang langsung memberinya, dia pasti akan besar kepala dan mengira aku menyukainya." Wira bergumam-gumam sendiri. "Ah, sudahlah!" Ia turun dari mobil, dengan menggenggam paper bag di tangannya.
Wira melangkah masuk ke rumah dengan perlahan, agar hentakan kakinya tidak terdengar oleh siapapun. Ia segera menuju kamar belakang, dimana Via dan Lyla biasanya berada. Dari jarak yang tak begitu jauh, terlihat Lyla seorang diri di dalam kamar sedang memainkan boneka Barbie miliknya yang sudah usang. Wajah polos gadis kecil itu selalu membuat Wira terhanyut. Dan tanpa banyak menunggu lagi, ia menuju ke depan kamar itu dengan mengendap-endap.
Diletakkannya kotak berisi boneka barbie itu di depan kamar, lalu melangkah pergi setelahnya.
*****
"Bundaa ..." terdengar suara Lyla memanggil dari kamar. "Lyla mau susu, Bunda!"
Hening, tak ada sahutan. Gadis kecil itu melangkah keluar, hendak mencari bundanya.
"Bundaa ... Lyla mau susu!" pintanya sekali lagi.
"Iya, Sayang. Tunggu ya ... Bunda buatkan susunya," sahut Via dari arah dapur.
Beberapa menit kemudian, Lyla melangkah keluar. Saat di ambang pintu, tatapannya tertuju pada sebuah kotak berwarna biru yang tergeletak di lantai. Penasaran, Lyla kecil segera meraih benda itu. Wajahnya yang pucat seketika berubah berbinar, saat menyadari benda apa yang ada di genggamannya.
"Wah, boneka plinsyess! Bunda beli ini buat Lyla, ya ..." gumamnya dengan raut wajah penuh kebahagiaan. Ia memeluk kotak itu dengan riang gembira. Senyum cerahnya bagai mentari.
Di balik sebuah pilar, Wira tersenyum menatap gadis kecil yang sedang merasa sangat bahagia itu. Ia bagai ikut merasakan kebahagiaan Lyla.
Tidak berselang lama, Via datang dari arah dapur dengan membawa segelas susu. Ia segera menghampiri gadis kecil yang sedang duduk bermain di lantai.
"Makasih Bunda. Bunda beli boneka plinsyess ini buat Lyla ya," ucapnya sambil menunjukkan boneka itu pada bundanya. "Lihat Bunda, boneka nya bagus, syepelti boneka yang ada di kamal atas. Bajunya walna bilu sama kayak baju punya Lyla. Lyla mau pakai baju punya Lyla yang kayak ini, ya Bunda. Bial sama kayak bonekanya."
Via mengerutkan alisnya pertanda bingung, "Lyla dapat boneka itu darimana, Sayang?"
"Bonekanya ada di sini, Bunda!" Lyla menunjuk lantai, tempatnya menemukan boneka itu. "Ini Bunda yang beliin Lyla, ya? Lyla suka, Bunda. Bonekanya bagus syekali," ucapnya penuh semangat.
Via masih terlihat bingung, namun ia masih berusaha tetap tersenyum. "Sayang, minum susunya dulu, ya ..." Memberikan gelas berisi susu pada anaknya itu. Dan dengan segera, Lyla menghabiskan susu itu dan meraih kembali bonekanya.
Sambil mengusap sisa susu yang melekat di bibir gadis kecil itu, Via bertanya, "Lyla benar, dapat boneka ini di lantai?"
"Iya, Bunda."
Apa Mas Wira yang membawa boneka ini untuk Lyla? Tapi bagaimana mungkin. Mas Wira tidak menyukai Lyla. Rasanya tidak mungkin kalau Mas Wira mau membelikan boneka ini untuk Lyla. Boneka ini pasti sangat mahal harganya. Tapi kalau bukan Mas Wira, lalu siapa lagi. ucap Via dalam batin.
Via mengusap rambut gadis kecilnya itu, "Tapi boneka itu bukan bunda yang beli, Sayang. Bunda belum punya uang untuk beli."
"Teyus siapa yang beliin Lyla boneka ini, Bunda?"
"Mungkin Om Wira yang beli buat Lyla. Lihat kan, Om Wira tidak jahat. Om Wira baik sama Lyla. Buktinya, Lyla dibelikan boneka ini."
Seketika, senyum yang menghiasi wajah gadis mungil itu meredup. Raut kebahagiaan yang terpancar di wajahnya pun hilang entah kemana. Dengan wajah sedih, ia meletakkan kembali kotak berisi boneka itu di tempatnya semula, saat ia menemukannya.
"Kenapa, Sayang?" tanya Via.
"Lyla tidak suka boneka nya, Bunda." Tangan kecilnya meraih kembali boneka usang miliknya di lantai. "Lyla lebih suka boneka yang bunda kasih buat Lyla. Ini lebih bagus," ucapnya sembari memeluk boneka miliknya.
"Tapi Lyla kan sudah lama mau boneka seperti ini ..." Via meraih kembali kotak boneka itu, namun Lyla segera menggeleng.
"Tidak mau, Bunda. Lyla mau main boneka yang Bunda kasih saja. Lyla tidak mau itu!"
Dari jarak aman, Wira menyandarkan punggungnya di balik pilar. Ada rasa rasa sakit yang dalam, ketika Lyla menolak boneka pemberiannya. Kedua bola matanya telah berkaca-kaca. Laki-laki itu bahkan tak mengerti, mengapa perasaan aneh semacam itu bisa ada di dalam hatinya. Ia melirik kembali ke arah sana, dimana Via berusaha membujuk Lyla. Akan tetapi, Lyla tetap menolak boneka itu dan memilih boneka usang-nya.
*****