Di tengah gelapnya kota, Adira dan Ricardo dipertemukan oleh takdir yang pahit.
Ricardo, pria dengan masa lalu penuh luka dan mata biru sedingin es, tak pernah percaya lagi pada cinta setelah ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya menyayanginya.
Sementara Adira, seorang wanita yang kehilangan harapan, berusaha mencari arti baru dalam hidupnya.
Mereka berdua berjuang melewati masa lalu yang penuh derita, namun di setiap persimpangan yang mereka temui, ada api gairah yang tak bisa diabaikan.
Bisakah cinta menyembuhkan luka-luka terdalam mereka? Atau justru membawa mereka lebih jauh ke dalam kegelapan?
Ketika jalan hidup penuh luka bertemu dengan gairah yang tak terhindarkan, hanya waktu yang bisa menjawab.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Selina Navy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
...
"Hmmmm... "
Adira mencoba mengingat, "Waktu itu aku mau jalan kembali ke hotel. Tapi baterai ponselku habis. Jadi tidak bisa buka maps. Padahal sudah larut malam. Kalau tidak salah ingat, nama jalan nya Willis Avenue."
Adira berhenti sejenak, lanjut mengenang, "Aku bahkan bertemu seorang pria tua yang sedang terluka di sana, tangan nya mengeluarkan banyak darah.."
"Hahahaaa!!! " Ricardo tiba - tiba tertawa, membuat Adira terkejut.
Cukup lama Ricardo tertawa geli, suaranya yang dalam membuat ruangan terasa lebih hangat. Adira, yang merasa tak ada yang lucu dari ceritanya barusan, hanya bisa bingung. Namun, ia tak mampu merasa kesal. Bagaimana mungkin? Wajah Ricardo yang tertawa terlihat begitu tampan.
Matanya yang biru berkilauan, seperti samudra yang memantulkan cahaya matahari, membuatnya tampak penuh kehidupan. Giginya yang rapi dan tawa yang begitu tulus seolah menunjukkan kebahagiaan sesaat yang langka dalam hidup Ricardo. Adira terdiam menikmati, merasa aneh karena senyum Ricardo begitu memukau hingga sulit baginya untuk mengalihkan pandangan.
Setelah puas tertawa, Ricardo kembali menatap Adira yang diam memperhatikannya dan dengan penasaran bertanya, “Bagaimana tampang nya? pria tua yang kamu selamatkan itu ?”
Adira bingung dan bertanya balik, “Kenapa kamu penasaran pada pria tua itu? oh! Kamu tadi itu menertawakannya?."
Ricardo mengangguk, memaksanya dengan senyuman di wajahnya.
“Ayo, coba ceritakan, bagaimana rupa pria tua itu?.”
Adira yang masih bingung mencoba mengingat.
“Mataku sebenarnya sedikit rabun sih, jadi aku tidak bisa melihat jelas. Tapi yang kuingat, tubuhnya besar, penuh tato seperti kamu, tapi gemuk. Terus brewokan dan rambutnya panjang juga seperti ka-"
Tiba-tiba, Adira terdiam. Wajahnya berubah, terkejut. Ia memandang Ricardo yang mendengarkan ceritanya dengan serius. Perlahan, Adira mengangkat tangannya dan menyentuh pipi Ricardo. Ricardo memejamkan matanya sejenak, menikmati sentuhan lembut tangan Adira. Lalu membuka matanya kembali, menatap Adira yang penuh tanda tanya.
Dengan suara lirih, Adira bertanya, “Apa itu, kamu?.”
Ricardo memegang tangan Adira yang masih di pipinya dan menjawab, “Iya, Adira...Terima kasih.”
Adira menarik napas dalam-dalam, tak percaya. Yang selama ini dia kira pria tua itu ternyata adalah pria yang ada didepan nya kini, pria yang kini malah gantian menyelamatkan hidupnya.
Adira masih membeku, tangannya tetap menempel di pipi Ricardo. Ia berusaha keras mengingat wajah pria yang pernah ia selamatkan. Sambil terus mengelus pipi Ricardo dengan lembut, ia mencoba membayangkan Ricardo yang sedikit gemuk dengan brewok. Namun rasanya tetap berbeda dari pria yang ia temui dulu.
Rambut Ricardo memang panjang, tapi sekarang hanya sepunggung, sementara pria yang ia ingat itu memiliki rambut yang hampir sepinggang. Ricardo, yang terus menikmati sentuhan lembut Adira, mencoba meyakinkan.
“Itu memang aku, Adira. Aku yang dulu, saat aku masih kacau... saat masih jadi pecandu alkohol. Aku yang frustrasi dengan hidupku,” kata Ricardo dengan suara tenang, lalu perlahan mengambil tangan Adira dari pipinya dan menggenggamnya erat.
Ia menatap jari-jari Adira yang panjang dan langsing, seolah-olah menyentuh sesuatu yang sangat berharga.
“Lalu kau datang Adira...Klise memang,"
"Tapi di saat semua orang membiarkan ku sendirian, kau malah menolongku. Tak membiarkan aku yang sudah hampir mati itu."
lanjutnya sambil memainkan jari-jari Adira dengan lembut.
“Karena tangan kecil ini, entah kenapa terasa begitu hangat.Terima kasih, Adira."
"Sejak itu, aku merasa ingin hidup. Aku ingin menjadi layak, aku ingin dicintai...”
Ricardo berhenti bermain dengan jemari Adira dan menatapnya dalam-dalam.
"Aku sudah lama mencari kamu, Adira. Aku ingin layak. Aku ingin layak untukmu."
Adira terdiam, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Perasaan campur aduk melanda dirinya. Ada rasa haru, takjub, dan kebingungan yang tak bisa ia jelaskan.
Dia merasa terhubung dengan masa lalu yang selama ini ter lupakan. Dan sekarang pria di hadapannya, membuka pintu kenangan itu dengan cara yang tak terduga. Ada sesuatu dalam tatapan Ricardo yang membuatnya merasa istimewa.
Adira masih membeku di tempatnya, hatinya berdebar saat Ricardo kembali menyentuh pipinya, menatapnya dengan tatapan yang dalam. Ia melihat rambut Adira yang terikat rapi, hasil kerajinan tangannya sendiri.
“Tiga tahun lalu, aku terpaksa pindah ke Tijuana,”
Ricardo mulai menjelaskan.
“Aku dipindahkan ke sini untuk mengawasi bisnis ketua ku. Sebenarnya, aku tak suka di sini.”
Suara Ricardo terdengar penuh rasa frustrasi. Ia melanjutkan,
“Aku lebih suka saat di New York, di mana pekerjaanku hanya sebatas mengurus klub malam. Di sini, aku sangat kesal melihat wanita-wanita yang diculik dan dijual. Meskipun aku membenci wanita."
Ricardo mengaku, biasanya ia menutup mata saat melewati ruang tempat wanita-wanita yang diculik itu ditahan.
Namun, hari itu, saat Adira menjadi salah satu korbannya, entah mengapa hatinya begitu ingin masuk ke ruangan itu.
“Hatiku entah kenapa ikut sesak saat mendengar isak tangismu yang tak mengamuk" katanya, suaranya bergetar.
Dia menarik napas panjang, tangan Ricardo kembali menggenggam tangan Adira dengan lembut.
“Aku bersyukur mengikuti hatiku untuk memeriksamu. Aku tak tahu akan seberapa menyesalnya aku jika tahu yang terjual selanjutnya adalah kamu, Adira.”
Lalu, Ricardo dengan lembut mencium tangan kecil Adira, menghirup napas dalam-dalam dengan mata tertutup, seolah-olah ingin menyimpan momen itu selamanya.
Adira semakin membeku, bingung dan terharu, tidak tahu bagaimana harus merespons pernyataan dan sentuhan Ricardo yang penuh makna itu.
Tok! Tok! Tok!
Pelayan tiba-tiba mengetuk pintu dan Ricardo dengan nada kesal mempersilahkan mereka masuk.
"Ya! Masuk!"
"Maaf, Tuan! Karena telah mengganggu. Saat ini jam makan siang sudah lewat dan sekarang sudah sore. Apa anda membutuhkan sesuatu Tuan? Atau Apakah anda ingin sekalian makan malam sekarang tuan?.” tanyanya.
Ricardo hanya menjawab dengan nada kesal, merasa bahwa momen berharga mereka diusik.
“Siapkan saja makan malam yang mengenyangkan. Kalau kalian bisa masak masakan Indonesia, lebih bagus,” katanya sambil mengangkat tangannya, mengisyaratkan pelayan untuk segera keluar.
Setelah pelayan pergi, Ricardo menatap Adira yang tertunduk bingung. Dalam pandangan Ricardo, Adira begitu cantik, bahkan dengan wajah bingung nya.
"Adira,"
"Ya?,"
"Kau cantik." puji Ricardo tiba - tiba.
Adira membeku seketika. Tak tau harus merespon seperti apa.
"Aku.. "
...💙💙💙...
...Hai Readers.....
...Kalau kamu suka dengan cerita pertama ku "Luka dan Cinta", jangan lupa untuk follow aku, like, subscribe, dan vote, ya! Dukungan kalian sangat berarti untuk perkembangan cerita ini. Bagi yang merasa ceritanya seru dan ingin memberikan lebih, bisa juga kirim gift buat bantu aku buat semangat nulis!...
...Terima kasih banyak buat kalian yang sudah baca dan support!...
...Stay tuned ya, karena masih banyak kejutan di bab-bab berikutnya!...
setelah tanda baca ? atau ! teteh gak perlu tambah , (koma) lagi ya.
🥰🥰🥰🥰🥰