Rumah tangga yang sudah lama aku bina, musnah seketika dengan kehadiran orang ketiga di rumah tanggaku..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Perempuan itu yang melendeh di lengannya menyingkapkan perasaannya. Kenan dengan sigap menyingkirkan tubuh perempuan itu, seolah-olah ia menyentuh bara api.
"Gila kamu, Jes!" seru Kenan, nada suaranya mencerminkan campuran keterkejutan dan ketidaksenangan.
"Iya, aku gila karenamu, Kenan," balas perempuan itu, Jessica dengan suara yang melengking. Bibirnya memonyong, seolah-olah ia berada di panggung drama, berperan sebagai wanita yang terlalu mencintai.
Di sisi lain, aku yang berdiri hanya beberapa langkah dari mereka, tak bisa menahan tawa. Situasi itu terasa begitu absurd hingga membuatku terkekeh geli.
Namun, tawa itu segera berubah menjadi rasa bingung ketika Kenan mendekatiku dan merangkulku.
"Sayang, kamu jangan cemburu ya, dia agak miring," ucap Kenan, mencoba menenangkan suasana dengan senyum yang terpaksa.
Aku hanya bisa cengar-cengir, tak tahu bagaimana harus bersikap. Di satu sisi, aku merasa lucu dengan situasi yang terjadi, namun di sisi lain, ada rasa tidak nyaman yang mengendap di hatiku.
Pria yang bernama Kenan itu menyeret tanganku. "Maaf, tapi sebenarnya ada apa?" tanyaku, menatap pria bernama Kenan. Pria itu mengedipkan sebelah matanya ke arahku, membuatku penasaran.
"Apakah dia ingin bantuan dariku?" batin ku.
"Ini bisa aku jelaskan, sayang," ujar Kenan.
Sebelum kenan melanjutkan lagi omongannya Perempuan bernama Jesika itu menatapku dengan penuh selidik, lalu berjalan di depanku dan berhenti di depanku
"Kenalkan, aku Jesika, kekasih Kenan! Kamu selingkuhannya Kenan? Tapi tak apa-apa sih, yang penting Kenan masih dengan aku. Aku ikhlas kok kamu jadi selingkuhannya Kenan," ujar perempuan yang bernama Jesika itu.
Aku semakin bingung, apa yang harus aku katakan? Aku bahkan tidak mengenal mereka sama sekali.
"Kenapa semua ini terjadi? Hari apa ini, kok sial banget?" keluhku dalam hati.
Perasaan tidak mengerti dan ingin mengetahui kebenaran membuatku merasa terjepit, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang tak terduga ini.
"Mengapa pacar kamu Ken diam saja? Apakah ini benar kekasihmu? Apakah mungkin kamu dan perempuan ini sebenarnya tidak saling mengenal, dan kamu hanya berpura-pura mengenalnya untuk menjadikannya pacarmu? Astaga!" seru perempuan itu.
"Terserah kamu, Jes!" sahut Kenan, lalu langsung mengajakku untuk segera pergi.
"Ta-tapi..." lirihku, merasa bingung dengan situasi ini.
Pria bernama Kenan itu menyuruhku untuk berlari, dan mau tak mau, aku mengikuti perintahnya. Di belakang kami, perempuan yang bernama Jesika itu mengejar kami, membuatku semakin khawatir.
"Maaf sebelumnya, kamu bawa mobil atau naik taksi?" tanya Kenan saat kami berlari bersama
"Mobil," jawabku singkat, berusaha menjaga nafasku.
"Oke, tunjukkan mobil kamu yang mana?" ujar pria itu dengan nada yang penuh harap.
"Sebelah sana," jawabku sambil terus berlari, menunjuk ke arah mobilku yang terparkir di tempat yang tak begitu jauh dari kami.
Pria itu membawaku ke arah mobilku, seakan ingin bersembunyi dari pria itu. Saat tiba di sana, ia menyuruhku segera membuka pintu mobil, dan kami pun masuk ke dalam mobil dengan nafas yang ngos-ngosan.
Aku merasa bingung dan penasaran, ada apa sebenarnya dengan pria itu? Aku mengambil botol minum di sampingku dan meminumnya.
"Kalau kamu mau, ambil saja di dashboard mobil," ucapku sambil menunjuk ke arah tempat botol mineral disimpan.
Pria itu mengangguk dan segera mengambil botol mineralnya, lalu meminumnya. "Terima kasih atas bantuannya," seru pria itu.
"Iya, sama-sama," ucapku sambil tersenyum.
Pria itu menatapku dan memperkenalkan diri, "Kenalkan, namaku Kenan."
"Aku Rania," jawabku.
Kami berdua saling bertatapan, Pria ini memiliki pesona yang tak jauh berbeda dengan Kevin, dia juga begitu tampan.
Kenan menatap ke arah jendela untuk memastikan situasi sudah aman atau belum. "Sebelumnya, saya mau minta maaf sekali," ucap Kenan sambil menatapku lagi.
"Iya, gak papa. Tapi jujur, aku binggung. Boleh tahu apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku dengan rasa penasaran yang mendalam.
Kenan tersenyum manis, lesung pipinya terlihat jelas dan menambah pesonanya. Dalam benakku, aku merasa bingung tapi juga penasaran dengan sosok Kenan.
'Apa kah dia ini benar-benar memiliki niat baik? Ataukah dia ini hanya akan membawakan masalah baru dalam hidupku?', gumamku dalam hati.
"Iya, aku tahu itu. Tapi asli, kamu sangat membantuku menghadapi perempuan stres tadi," seru Samuel sambil tersenyum puas.
"Perempuan stres? Tapi aku lihat dia sangat tergila-gila padamu, Ken," jawabku sambil terkekeh.
"Bukan hanya perempuan itu, Ran. Banyak yang seperti itu sampai aku kesal," ungkapnya sambil mendecak kesal.
"Nah, itu resiko punya wajah tampan," candaku sambil tertawa.
"Iya, aku tahu aku memang tampan," ujarnya dengan nada bercanda.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Entah apa yang dibicarakan, tapi setelah beberapa saat, Kenan menutup teleponnya.
"Eem, Rania, aku rasa sudah aman. Aku keluar dulu, ya. Sekali lagi, terima kasih untuk bantuannya," ujar Kenan dengan tulus.
"Iya, Ken, sama-sama," balasku.
Kenan tersenyum sejenak, lalu membuka pintu mobil dan keluar. Aku masih menatapnya dari dalam mobil, melihat pria itu berlari menjauh dari mobilku.
"Perkenalkan, diriku yang sangat konyol!" seruku pada diri sendiri sambil meletakkan belanjaan ke belakang mobil.
Segera aku melajukan mobilku dengan kecepatan sedang keluar dari parkiran, dan sepanjang perjalanan, aku menikmati alunan musik yang membuat hatiku riang.
Siapa bilang sendiri itu menakutkan? Ternyata, aku bisa menikmati kehidupan ini tanpa Adnan di sampingku. Aku mengingat betapa dulu aku merasa takut dan tidak bisa hidup tanpanya. Namun, ternyata aku kuat, aku bisa melewati semuanya tanpa dia.
Tiba-tiba, Tyas menelponku. Aku segera mengangkatnya dan mendengarkan kabar dari Tyas bahwa mereka sudah siap untuk pindahan. Aku pun menyuruhnya untuk memesan taksi online dan memberi tahu alamat rumah baru kami.
["Nanti, kita bertemu di sana ya, aku mau ketemu Sonya dulu," ] ujarku sebelum menutup telepon. Lalu, aku kembali fokus menyetir, dengan hati yang berbunga-bunga, menatap ke depan penuh harapan.
Tanpa terasa, aku sudah sampai di depan cafe. Aku menghentikan mobilku, lalu segera keluar dan melangkah masuk ke dalam cafe. Namun, sesaat sebelum aku berhasil masuk, aku berpapasan dengan Sandra dan Adnan.
Entah kenapa, saat itu aku merasa seolah biasa saja. Aku melihat pada Adnan yang tengah merangkul Sandra dengan sangat mesra.
Entah apa yang ada dalam pikiran Adnan dan Sandra saat itu, namun begitu Adnan menyadari kehadiranku, tangannya segera melepaskan rangkulan pada Sandra.
"Mereka Fikir aku mau marah, cemburu? Tidak ada di rumusku saat ini" gumamku dalam hati.
"Hay Rania" sapa Sandra dengan nada mengejek.."lihat, suamimu sangat bucin kepadaku" seru Sandra
"Benarkah? Kamu yakin san?" Jawabku sinis sambil menatap Adnan
***