Perselingkuhan Suamiku
Pagi itu terasa lebih sibuk dari biasanya. Rumah yang biasanya tenang seketika berubah menjadi medan pertempuran. Aku berlari ke sana ke mari, memastikan Naura, putriku, memiliki semua yang dia butuhkan untuk sekolah dan memastikan suamiku memiliki semua berkas penting untuk presentasinya di kantor.
"Mah, berangkat dulu ya," seru Naura dengan semangat, matanya berbinar penuh kegembiraan akan hari baru.
"Iya nak, peluk dulu," jawabku sambil memeluknya erat. Kedua tanganku mengelus punggungnya, mencoba menangkap dan menyimpan momen ini dalam ingatan.
Naura kemudian berlari kecil menuju mobil yang sudah ditunggui suamiku yang juga tampak siap dengan setelan jas rapi dan map di tangan. Aku mendekat ke jendela mobil, menyalami tangan suamiku dengan penuh kehangatan.
"Mas berangkat dulu ya," ujarnya sambil memeriksa kembali kunci mobil dan barang-barangnya.
"Iya, Mas, hati-hati di jalan ya," balasku, mataku menatapnya penuh harap. "Oh iya, Mas,nanti aku ada acara di mall, jangan sampai terlambat."
"Aku gak janji bisa datang, semoga sukses," sambungnya dengan senyuman, mendorongku untuk memberikan yang terbaik hari itu.
Mobil itu pelan-pelan menjauh dari pandangan, meninggalkan debu dan kenangan pagi yang hangat di hatiku. Aku berdiri sejenak, mengambil napas dalam-dalam, menyiapkan diri untuk kembali ke dalam dan memulai rutinitas harian yang lain, dengan hati yang sudah sedikit lebih ringan.
Aku segera masuk ke dalam rumah, tak lama kemudian, bibik, ART kami, datang ke rumah. Memang rutinitasnya bekerja dari pagi hingga sore karena rumahnya tidak terlalu jauh.
"Pagi, Nyonya," sapa bibik dengan ramah.
"Pagi juga, Bik," sahutku sembari tersenyum ke arahnya.
Namaku Rania, seorang istri yang bangga memiliki suami bernama Adnan, yang bekerja di salah satu perusahaan ternama di kota ini. Dalam hati, aku selalu bersyukur karena suamiku memiliki posisi yang cukup tinggi di perusahaan tersebut.
Sedangkan aku, aku adalah seorang desainer dan pemilik butik yang, alhamdulillah, mendapat banyak kepercayaan dari pelanggan untuk merancang berbagai pakaian dan gaun mereka.
Sambil menyesap kopi pagiku, pikiranku melayang sejenak, merenungkan kesuksesan yang telah kami raih bersama sebagai pasangan.
Aku tak pernah menyangka kehidupan kami akan menjadi seperti ini, dan aku tahu betul betapa kerja keras suamiku juga sangat berpengaruh dalam kesuksesan ini.
"Ya Tuhan, terima kasih telah memberkati kami dengan hidup ini," gumamku dalam hati, dengan rasa syukur yang mendalam.
Ponselku berdering tiba-tiba. Kulihat Sonya partner kerjaku tertampil di layar.
Aku [ "Hei Sonya, ada apa?" tanyaku. ]
Sonya ["Hei Rania, jangan dulu berangkat siang-siang. Ada yang ingin ketemu kamu," ujar Sonya dengan serius. ]
Aku [ "Siap! Lagi ngopi dulu nih. Benci kalau nggak mulai hari tanpa kopi," balasku sembari tertawa kecil.]
Sonya [ "Hahahaha, dasar kamu ini tukang ngopi sejati!" sahut Sonya. ]
Aku ["Hehehe, sudah ya. Aku mau mandi dulu. Biar segar!" kataku memutuskan pembicaraan.]
Sonya ["Beres, ran!" Sonya menutup dengan singkat. ]
Ponselku kumatikan dan aku bergegas ke kamar untuk mandi, menyegarkan diri untuk pertemuan nanti.
Setelah selesai mandi, aku membuka lemari dan tiba-tiba sebuah kertas putih yang seperti struktur belanja terjatuh ke lantai. Aku mengambilnya, penasaran, lalu membacanya.
"Apa ini?" aku bertanya-tanya dalam hati, "Kalung berlian?" Aku duduk di tepi kasur, merasa heran karena Mas Adnan belum pernah membelikan aku kalung berlian sebelumnya.
Dalam hati, aku berpikir, "Apa mungkin Mas Adnan ingin memberikan kejutan untukku?" Semakin aku mengayalkannya, semakin aku merasa senang dan bahagia membayangkan betapa romantisnya Mas Adnan jika memang ini sebuah kejutan darinya.
Segera aku melanjutkan persiapan untuk ke acara yang akan aku hadiri. Kertas itu kuletakkan kembali ke dalam lemari.
Kemudian, sumi seorang kepercayaan aku mulai bermake-up dan menata rambutku agar terlihat cantik.
Tok tok...
"Iya, bik, masuk saja," seruku pada pembantu yang mengetuk pintu.
Bibik masuk ke dalam sambil membawa blouse putih yang sepertinya bukan milikku, "Ini blouse nyonya baru atau gimana kok banyak nodanya?" Tanya bibik seraya memberikannya kepadaku.
Aku mengamati blouse tersebut dan mulai bertanya-tanya, "Loh, ini blouse siapa bik?" Aku mulai merasa bingung dengan situasi ini.
"Lah, bukan milik nyonya tho?" Heran bibik.
"Punya kamu ya, Sumi?" Tanya bibik kepada Sumi yang sedang sibuk merapikan rambutku.
"Tidak lah bik, itu blouse mahal mana mungkin aku bisa beli," jawab Sumi tegas.
Aku mulai merasa ada yang aneh hari ini, "Tadi struktur kalung berlian, sekarang blouse aneh banget. Apa yang sedang terjadi?"
Bibik terlihat bingung, lalu aku memutuskan untuk menyelesaikan situasi ini dengan berkata, "Cuci saja bik, mungkin aku lupa." Aku mencoba mengurangi rasa bingung di ruangan tersebut.
"Siap, nyonya, tapi ini noda bukan karena keteledoran bibik ya," ucap bibik sambil pergi meninggalkan ruangan.
"Oke beres"
Aku tetap merenung, mencoba mencari tahu asal-usul blouse tersebut dan mengapa ada di cucian yang kotor.
"Iya bik" senyumku
Bibik keluar dari ruanganku, karena semuanya sudah siap jadi aku dan sumi bergegas untuk berangkat ke mall untuk acara hari ini.
Sepanjang perjalanan, aku dan Sumi terlibat dalam obrolan mengenai pekerjaan yang padat ini. Butikku mendapatkan banyak pesanan, terutama pada bulan-bulan pernikahan.
Para pengantin menginginkan gaun resepsi yang sesuai dengan keinginan mereka. "Apakah aku bisa memenuhi harapan mereka? Atau apakah aku harus membatasi klien agar bisa fokus pada kualitas, bukan kuantitas?" gumamku dalam hati.
Bukan hanya itu, beberapa waktu sebelum prewedding pun menjadi tantangan tersendiri. Beberapa makeup artist ternama memintaku untuk merancang gaun yang sempurna untuk klien mereka, agar mereka tampak cantik dan mewah saat memakai gaun yang kubuat.
Aku merasa tertantang, namun di sisi lain, ada rasa khawatir jika aku tidak dapat memberikan yang terbaik untuk setiap klienku.
"Sumi, apa menurutmu aku cukup baik dalam pekerjaan ini? Aku takut kehilangan klien jika terlalu banyak mengambil pekerjaan," tanyaku padanya.
Sumi tertawa terbahak-bahak, dan tanpa sadar, kata-katanya sukses memberiku suntikan semangat.
"Rania, Rania, kamu itu sangat hebat! Di usia 24 tahun, kamu sudah mempunyai bisnis besar seperti ini. Kamu benar-benar profesional, jadi jangan takut," seru Sumi.
Aku menoleh padanya, merasa terharu, tapi juga tersipu malu. "Sum, kenapa harus bawa-bawa umur, sih? Jadi malu aku," keluhku.
Namun, Sumi tahu bagaimana cara membuatku merasa lebih percaya diri. "Lah, kenapa malu? Memang gitu kan, Ran? Kamu itu nikah muda, pejuang rupiah lagi, istri karier pastinya."
Tidak bisa dipungkiri, aku memang telah berjuang keras untuk meraih kesuksesan di usia muda ini, dan itu membuatku bangga.
Aku mencubit lengan Sumi dengan sedikit kesal, tapi bersyukur karena dia selalu bisa membantuku menemukan kekuatan yang sebelumnya terpendam.
Namun, saat aku melirik ke arah kaca pintu mobil, sebuah pemandangan tak terduga mencuri perhatianku. Aku seperti melihat Adnan, suamiku, sedang membukakan pintu mobil untuk seorang perempuan muda.
Detak jantungku mulai berdebar, perasaan cemas dan kecurigaan mulai menerpa. "Mas Adnan," bisikku dengan suara lirih yang tak terdengar oleh Sumi, yang tak menyadari apa yang sedang terjadi di balik senyum semangatnya.
Sementara itu, pikiranku mulai menjerat diriku dalam keraguan dan ketakutan tentang apa yang sedang terjadi antara Adnan dan wanita muda itu.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
juriah mahakam
Disaat istri pintar mencari rejeki n membagi wktx bahkan diacara yg berharga berhrp suami dtg nyatax malah asik bersm wnita barux biarkan dia asik dgn brg barux kelak menyesal br dia akan mengemis maaf pdmu smngt up kk
2024-09-20
0