Setelah terbangun dari mimpi buruk di mana ia dibunuh oleh pria yang diam-diam ia kagumi, Ellison, Queen merasa dunianya berubah selamanya.
Sejak hari itu, Queen memutuskan untuk tidak lagi terlibat dalam kehidupan Ellison. Dia berhenti mengejar cintanya, bahkan saat Ellison dikelilingi oleh gadis-gadis lain. Setiap kali bertemu Queen akan menghindar- rasa takutnya pada Ellison yang dingin dan kejam masih segar dalam ingatan.
Namun, segalanya berubah saat ketika keluarganya memaksa mereka. Kini, Queen harus menghadapi ketakutannya, hidup dalam bayang-bayang pria yang pernah menghancurkannya dalam mimpinya.
Bisakah Queen menemukan keberanian untuk melawan takdirnya? Mampukah dia membatalkan pertunangan ini atau takdir memiliki rencana lain untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Suasana kantin tiba-tiba menjadi gaduh saat suara pecahan gelas dan piring terdengar jatuh ke lantai. Semua yang hadir menoleh ke sumber suara dengan keterkejutan, mata mereka melebar, termasuk Alexi yang segera berdiri dan mendekati Queen.
"Apa-apaan sih lo?" tanya Alexi dengan nada suara meninggi, mata menyipit mencoba memahami situasi.
Queen menatap Alexi,matanya berkaca-kaca tapi bibirnya terkatup rapat, "lo enggak nyadar kesalahan lo apa hah?!" teriaknya, suaranya bergetar, penuh emosi.
"maksud lo apa?" Alexi menanggapi, mencoba menahan ketidaknyamanannya, tidak mengharapkan konfrontasi seperti ini.
"lo udah ngerusak barang kesayangan gue, sialan!" jerit Queen, tangannya terkepal erat.
Mencoba menenangkan situasi, Alexi menjawab dengan tenang namun tajam, "Jangan teriak. lagian itu hanya barang, bisa dibeli lagi,bukan?"
Kesal dengan ketenangan Alexi, Queen hanya dapat menatap dengan rasa frustrasi yang mendalam. Sebagai respons, Alexi meraih gelas air di dekatnya dan dengan gerakan cepat, air itu tercurah ke kepala Queen, membuat pakaian gadis itu basah kuyup.
Sejenak, kantin dipenuhi hening, kemudian diikuti oleh gelak tawa Alexi dan teman-temannya yang menanggapi situasi itu dengan tawa lepas.
Queen, dengan pakaian basah dan wajah pucat, mengepalkan tangan, jelas marah namun memilih untuk menahan diri.
Di meja seberang, Ellison memperhatikan situasi, dari Queen yang melempar violin hingga teriakannya kepada Alexi. Kulit wajahnya tegang namun senyum tipis masih terukir di bibirnya.
"Bos, apa kita diam saja liat mereka bikin kegaduhan?" tanya Dion, suaranya penuh kegeraman.
"Kayaknya seru," jawab Ellison dengan nada santai.
"Emang lo enggak sayang sama Vale, di bully kayak gitu?" gugat Dion lagi.
"Dia bisa urus diri sendiri. Kalian belum mengenalnya dengan baik. Sejak kecil gue udah tahu, dia tipe yang protektif terhadap barang-barangnya, bahkan keluarga sendiri pun tak boleh menyentuh, apalagi merusak. Percaya sama gue, dia akan balas sesuai dengan perbuatan mereka," jelas Ellison, yang membuat para sahabat di sekitarnya tercengang mendengarnya berbicara panjang lebar.
"Sayang, siapa cewek itu?" bisik Chelsea tepat di telinga Sean.
"Dia tunangannya bos," jawab Sean.
"Pantas, berani sekali, ternyata pawangnya juga menakutkan," celetuk Chelsea.
"Gue masih bisa dengar, Chelsea," sahut Ellison dengan nada yang masih terdengar santai. sedangkan Chelsea hanya mendengus kesal melihat sahabat kekasihnya yang begitu dingin dan datar.
Di pojok ruangan, Queen menyeka air di wajahnya dengan gerakan kasar, cobaan dan emosi tercampur jelas di wajahnya yang sembab.
ha ha ha
Queen tiba-tiba tertawa dengan suara yang renyah namun menyeramkan. Tawa itu bergema di kantin dan membuat bulu kuduk para siswa merinding.
Melihat hal itu, Alexi berusaha menyembunyikan rasa takut yang melanda dirinya dengan membentak, "Apa yang lo ketawain hah!? Nggak ada yang lucu ya!"
Namun, saat mendengar suara tinggi Alexi, tawa Queen terhenti. Dengan gerakan lambat, Queen mengangkat kepalanya dan menatap Alexi dengan pandangan tajam yang menusuk.
"Lo harus ngerti arti dari sebuah kesayangan, nona Domani yang terhormat,"ujar Queen dingin.
"Gue udah beri peringatan sama lo untuk tidak melewati batas." Sambil mengambil langkah pelan mendekati Alexi yang mundur ke belakang dengan langkah gemetar, Queen melanjutkan, "Jangan kira karena gue diam saat kalian obrak-abrik loker gue itu artinya gue lemah, nggak! Gue bisa saja membalas kalian jika itu pun tak melewati batas."
Matanya lalu mengarah ke pintu, menunjuk seorang cowok yang berdiri membeku, "Lo lihat cowok yang di pintu itu? Dia sampai sekarang belum melewati batas makanya gue diam."Bisik Queen, nyaris menyentuh wajah Alexi dengan nafasnya yang hangat. Lio yang ditunjuk hanya terdiam kaku, tak berani bergerak.
Queen menghampiri Alexi dengan tatapan tajam. "Gue kesal sama lo! lebih lagi lo sok caper sama anggota the devil" katanya dengan nada meninggi.
Queen kembali berbisik dengan mata menyala, "jangan kayak parasit, gue tahu betul bagaimana rasanya dicuekin setiap saat mereka, jadi sebelum mereka muak sama lo,lebih baik lo berhenti deh, karena yang lo lawan bukan sembarangan orang,"
"Parasit? Apa g selama ini gue salah, padahal gue hanya ingin dekat dengan mereka?" gumam Alexi dalam hati, merasakan pukulan berat pada perasaannya.
Melihat Alexi diam, Queen melanjutkan, lebih pelan tapi tetap tajam, "Kakak kelas yang terhormat, lo tahu gak sih cara pembalasan yang adil. Mudah banget,melakukan apa yang pernah musuh kita lakukan kepada kita."
Mendengar itu, Alexi spontan mundur selangkah dan tubuhnya tanpa sengaja terpentok pada meja di belakangnya.
Queen tersenyum sinis, "Tangan dibalas dengan tangan, mata dibalas dengan mata, kekuasaan dengan kekuasaan, dan benda kesayangan juga kan?"
Queen berdiri dengan nafas memburu, tangannya bergerak cepat mencapai handphone milik Alexi di atas meja, kemudian dengan emosi yang meluap, melemparkannya ke arah dinding. Terdengar suara keras dan handphone itu pun hancur.
Suasana kantin yang sebelumnya riuh dengan bisikan warga kantin langsung sunyi. Setiap pasang mata menatap Queen dalam keadaan terkejut.
Hening hanya dipecahkan oleh langkah berat seorang guru BK yang mendekat."Xaviera Valerie Adelio!" teriaknya, suaranya memecah kesunyian.
Terdengar desis bisik yang menyertai langkahnya yang lebar, mencoba menguak apa yang sebenarnya terjadi. "Ada apa denganmu, Vale?" tanyanya dengan nada suara yang penuh kebingungan.
Queen yang masih berdiri dengan sikap bertahan menatapnya tajam, "Dia yang mulai duluan, Pak," jawabnya tegas.
Guru BK itu kemudian berpaling kepada Alexi, yang masih berdiri terpaku dengan raut wajah yang kosong. "Benar itu, Alexi?" tanyanya dengan suara yang meninggi.
"Alexi Zia Domani!" kembali guru tersebut menegaskan namanya karena gadis itu tetap melamun.
Alexi, yang kelihatan masih terkejut, hanya mampu mengangguk pelan. Sementara Queen, yang berdiri disampingnya, hanya tersenyum mengejek.
Mendengar pengakuan tersebut, guru BK itu mengambil keputusan, "Kalau begitu, kalian berdua akan dihukum berjemur di bawah terik matahari sampai pulang sekolah."
Sorot mata Queen melebar, terkejut ketika mendengar kata "Matahari"
"Tunggu, kami harus berjemur di bawah matahari?" suaranya terdengar tidak percaya. Sang guru mengangguk singkat sebagai respons.
"Habislah," desis Queen pelan.
"Ayo, ikut saya," kata Guru BK.
"Kami juga ikut membantu, Pak," ucap Via, sambil Monika mengangguk membenarkan.
"Baik, kalian ikut juga," balas guru itu.
"Tunggu," cegah Queen sebelum guru tersebut melangkah keluar.
"Pak, saya ada hal yang belum selesai, izinkan saya untuk menyelesaikannya sekarang," pintanya.
"Baik, silakan," jawab guru tersebut.
Dengan gerakan yang cepat, Queen meraih botol minum di dekat meja, menaiki kursi, dan menyiramkan isinya ke atas kepala Alexi.
"Dua sama," ucapnya, sambil pendengar kantin yang menyaksikan aksi balas dendam Queen itu tercengang.
seru cerita nya🙏
GK jd mewek UIN🤭