NovelToon NovelToon
Sebuah Pilihan

Sebuah Pilihan

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dijodohkan Orang Tua / Enemy to Lovers
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: keisar

Hidup Kian berubah drastis setelah kecelakaan tragis yang merenggut nyawa ibu Keira, putri dari sahabat dekat kakeknya. Di tengah keputusasaan, Kian harus menghadapi permintaan terakhir dari ayah Keira yang sedang kritis—sebuah permintaan yang mengguncang hatinya: menikahi Keira dan melindunginya dari segala ancaman yang mengintai. Terjebak di antara janji yang berat dan perasaannya yang masih tak percaya pada cinta karena Stella, mantannya yang mengkhianati.

Kian dihadapkan pada pilihan sulit yang
akan menentukan masa depan mereka berdua. Haruskah ia memenuhi janji terakhir itu atau mengikuti kata hatinya yang masih dibayangi cinta masa lalu? Di tengah kebimbangan dan tekanan dari berbagai pihak, keputusan Kian akan mengubah hidup mereka selamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keputusan

Kian tampak gelisah, langkah kakinya tak henti-hentinya mondar-mandir di kamarnya, menandakan ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sementara itu, Dava, sahabatnya, hanya duduk santai di tepi kasur Kian, menatap Kian dengan kebingungan yang makin lama makin jelas di wajahnya.

“Lu kenapa sih, Ian? Dari tadi mondar-mandir kayak setrikaan rusak,” ucap Dava, akhirnya memecah keheningan.

Kian berhenti sejenak, menghela napas panjang, namun kegelisahan itu belum juga hilang. “Kakek gua baru aja beliin tiket ke Jepang. Buat honeymoon gua sama Keira,” jawabnya, wajahnya masih tampak cemas.

Dava malah tersenyum lebar mendengar itu. “Lah, bagus dong! Kenapa malah lu pusing? Kesempatan, bro. Lu bisa sekalian unboxing bini lu di sana,” ucap Dava sambil menyengir, menggoda Kian.

Mendengar ucapan itu, Kian langsung menoyor kepala Dava dengan kesal. “Unboxing, unboxing. Lu pikir bini gua apaan, paket COD?” jawab Kian sinis, namun tak bisa menahan tawa kecil yang mulai muncul di sudut bibirnya.

“Ya kan emang gitu biasanya,” sahut Dava sambil mengusap kepalanya, masih dengan tawa ringan.

“By the way, lu berangkat kapan, Ian?” tanya Dava sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa.

“Dua hari lagi,” jawab Kian, yang kini duduk di sebelah Dava dengan wajah penuh kebingungan.

“Nah, makin cepet makin bagus,” Dava menepuk paha Kian dengan antusias, seolah masalahnya sudah terpecahkan.

Kian memutar bola matanya, merasa kesal. “Lu kok malah dukung sih, Dav?” sergahnya, tak mengerti kenapa sahabatnya terlihat begitu bersemangat.

“Yaelah, Ian. Kurang apalagi coba si Keira? Udah cantik, pinter, kaya, seksi lagi,” ucap Dava dengan nada menggoda.

“Eh, anak anjing! Gua kan nggak cinta sama dia,” Kian membalas dengan frustrasi.

Dava hanya tertawa kecil, namun kemudian suaranya berubah menjadi serius. “Ian, cinta itu bisa tumbuh, bro. Kadang nggak instan. Gua yakin deh, kalau lu kasih kesempatan, lu bakal jatuh cinta sama Keira, atau minimal klepek-klepek,” Dava tersenyum penuh keyakinan. “Coba lu buka hati, jangan ditutup terus.”

“Tapi, Dav...” Kian mulai berargumen lagi, namun terpotong oleh Dava yang kini menatapnya dengan mata serius.

“Gini aja deh, Ian. Ikutin aja apa kata om Devin. Lu berangkat honeymoon sama Keira, bangun hubungan kalian. Kalau emang beneran nggak ada cinta, lu juga nggak bakal rugi apa-apa. Nggak ada konsekuensi, kan?” Dava berkata dengan nada yang menenangkan.

Kian terdiam, pikirannya sibuk mencerna kata-kata sahabatnya. “Apa gua harus coba aja ya?” pikirnya dalam hati.

Melihat Kian yang tampak mulai mempertimbangkan, Dava tersenyum puas. Ia berdiri, menepuk pundak Kian sekali lagi. “Yaudah, gua cabut dulu. Udah malem, adek-adek gua nungguin di rumah. Eh, ngomong-ngomong, samperin deh istri lu di halaman. Kasian, ntar masuk angin dia kelamaan di luar.”

Kian hanya mengangguk pelan, matanya mengikuti Dava yang melangkah keluar dari kamar, sebelum menghilang di balik pintu.

 

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam setengah sebelas malam. Di lantai atas, Grace perlahan menaiki tangga menuju kamar Kian, membawa kekhawatiran di hatinya. Begitu tiba di depan pintu kayu, ia mengetuk perlahan.

Tok... tok... tok...

Tak ada jawaban. Grace menempelkan telinganya di pintu, berharap mendengar suara dari dalam. Alih-alih suara percakapan, yang ia dengar justru isakan pelan. Khawatir, Grace memutar kenop pintu, membukanya perlahan.

Di dalam, Grace mendapati Keira duduk sendirian di tengah ranjang, wajahnya sembab, dan air mata masih mengalir di pipinya. Grace langsung menutup pintu kembali dan melangkah mendekati cucunya.

“Sayang,” panggil Grace lembut, sambil mengulurkan tangan untuk memegang pipi Keira yang basah.

Keira menatap neneknya dengan mata penuh kesedihan. “Nenek... aku kangen papa sama mama,” ucap Keira dengan suara yang tersendat di sela-sela tangisannya, lalu tangisnya semakin kencang, tak mampu lagi menahan emosi yang selama ini ia pendam.

Grace tak berkata apa-apa. Ia hanya memeluk Keira erat, membiarkan cucunya menangis di pundaknya. Keira menenggelamkan wajahnya di pundak Grace, tangisannya pecah dalam keheningan malam itu.

Grace mengusap punggung Keira dengan lembut, memberikan kenyamanan dalam diam. Setelah beberapa menit yang terasa begitu panjang, isakan Keira mulai mereda. Grace perlahan melepaskan pelukannya dan menatap wajah cucunya yang kini sedikit lebih tenang.

“Udah tenang, sayang?” tanya Grace dengan lembut. Keira hanya mengangguk pelan, meski air mata masih menggantung di sudut matanya.

“Kamu istirahat ya. Kalo ada apa-apa, langsung telepon nenek,” ucap Grace, sambil membaringkan tubuh Keira perlahan di atas kasur, memastikan selimut membungkusnya dengan baik.

“Makasih, nek,” ucap Keira pelan, suaranya lemah namun penuh rasa syukur.

Grace tersenyum hangat. “Iya sayang. Good night, princess,” ucapnya sambil mencium kening Keira. Ia kemudian mematikan lampu utama, meninggalkan lampu tidur yang redup, sebelum berbalik hendak keluar dari kamar.

Langkah Grace tiba-tiba terhenti ketika ia melihat sosok Kian berdiri di ambang pintu, wajahnya sedikit khawatir namun penuh perhatian.

“Bikin kaget aja, kamu,” omel Grace pelan sambil menepuk dadanya. Kian hanya tersenyum kecil, menghampiri neneknya dengan langkah ringan.

“Kak Keira udah tidur, nek?” tanya Kian sambil melirik ke arah ranjang, di mana Keira tampak tenang di bawah selimutnya.

Grace menoleh, melihat wajah Keira yang kini tampak lebih damai. Ia mengangguk. “Iya, baru aja. Kasian Keira, dia lagi rapuh banget. Bantu nenek jaga dia ya, bang. Jangan biarin dia nangis terus,” ucap Grace dengan nada lembut namun serius.

“Nenek jangan khawatir. Pas liburan nanti, aku janji bakal ngehibur Kak Keira. Biar dia seneng lagi,” Kian menjawab sambil menatap wajah Keira dengan perasaan campur aduk.

“Janji ya, bahagiain dia. Jangan sampai dia nangis lagi,” ucap Grace penuh harap.

“Iya nek, aku janji,” balas Kian dengan keyakinan.

Grace tersenyum puas. “Ya sudah, kamu juga istirahat. Wajah kamu udah keliatan capek,” ucapnya sambil mengusap bahu Kian sebelum akhirnya melangkah keluar kamar.

Setelah neneknya pergi, Kian berbaring di sebelah Keira, tubuhnya ikut diselimuti hangatnya selimut. Ia memandang wajah Keira yang tertidur lelap, matanya tak lepas dari perempuan yang telah menjadi istrinya, meskipun hatinya masih penuh pertanyaan.

“Kayaknya bener, deh... Gua harus coba honeymoon sama Kak Keira,” gumam Kian pelan, sambil menatap langit-langit kamar.

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!