Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"naik" ujar Gading. Ia membawa sepeda motor Harley dan memarkirkannya tak jauh dari rumah Mira. Untung jam segini tetangga masih sibuk di rumah masing-masing, jadi tak ada yang tahu kalau Mira di bonceng laki laki. Kalau ada yang tahu pastilah mulut-mulut tetangga sudah bergosip sana-sini. Dan kalau sampai ke telinga Ibunya pastilah ibunya akan marah besar.
Mira pun langsung naik, ia bonceng laki-laki dan Tasya ia taruh di dada.
Selama perjalanan Gading dan Mira hanya diam saja. Gading dengan fikiran nakalnya, dan Mira dengan perasaan gelisahnya. Mira tahu gading bukan pria baik-baik.
"mengenai uang 2 juta kamu nggak usah pikirin, aku bisa kok bayarin" ujar Gading memulai pembicaraan.
"Hah iya?" Mira hanya bisa hah hoh saja, ia tidak mendengar apa yang di ucapkan oleh gading. Karena gading mengendarai sepeda motor dengan kencang.
"Aku suka kamu, kamu mau tidak jadi pacarku?" teriak gading sambil tertawa.
Mira hanya tersipu di belakang, kali ini ia dapat mendengar dengan jelas apa yang di katakan oleh Gading.
"Bagaimana kamu mau tidak? Kalau tidak mau aku turunkan kau di sini" ujar Gading, memperlambat laju sepeda motornya.
Mereka berhenti tepat di pinggir jalan ruko yang sepi. Gading sengaja memilih lewat dari jalan siput ini, bukan karena dirinya khawatir di tilang polisi jika lewat dari jalan utama karena belum memiliki SIM dan belum 17 tahun. Tapi karena ia sudah merencanakan hal ini sebelum ia berangkat dari rumah tadi.
"Ka-kau?" ujar Mira terbata.
"Kau mau tidak jadi pacarku, kalau tidak mau maka kamu akan tinggalin di sini" ujar Gading memberikan ancaman kepada Mira.
"Ga-gading, tadi sewaktu di rumah kau tak bicara apapun, kenapa sekarang kau jadi begini. Kau mau menjebakku?" ujar Mira panik.
"Ya terserahku. Emang kamu siapa bisa mengatur aku. Sekarang juga kamu jawab, mau jadi pacarku atau tidak. Kalau kamu mau maka aku akan memberikan mu uang senilai 2 juta dan kamu bisa membayarkannya kepada ibuku. Dan aku membonceng mu sampai ke sekolah, dan pulang nanti aku antarkan. Tetapi jika kau tak mau, maka aku akan meninggalkan mu sendiri di sini, dan aku akan pergi ke sekolah sendiri," ujar Gading memberikan penawaran.
Mira terdiam, ia berusaha mencari solusi terbaik. Jangan sampai keputusan yang ia ambil malah merugikan dirinya.
'Jika aku mau, maka balasannya adalah aku akan mendapatkan uang senilai dua juta rupiah, dengan uang itu maka ibu ku tidak perlu pusing lagi mencari pinjaman untuk membayar utang berobat gading. Dan dia pun akan membonceng ku ke sekolah dan aku bisa mengembalikan jacket milik wahyu. Tetapi jika aku tidak mau, maka ia akan meninggalkanku sendiri di sini, mana jalannya sepi lagi, rumah penduduk juga tidak ada, tak ada orang yang bisa aku mintai tolong di sjni, uangku juga sama sekali tidak ada, aku juga tidak punya hp untuk menghubungi siapapun, bagaimana caranya aku bisa sampai ke sekolah atau pulang ke rumah. Tapi, di sisi lain aku tidak ingin pacaran karena aku tahu pacaran hanya akan buang buang waktu dan itu adalah perbuatan yang diharamkan dalam agamaku.' Mira berdebat dengan dirinya sendiri, dirinya merasa bingung harus bagaimana.
"Sudah dapat jawabannya, aku tidak bisa menunggu lama. Karena waktu berjalan terus. Kamu mau atau tidak? Kalau kau mau, nih uang 2 juta?" ujar Gading menyerahkan uang dalam amplop coklat kepada Mira.
Mira menatap gading dengan curiga, begitu juga dengan gading, tatapan mereka saling bertemu.
"Tenang aku tidak menipumu, isi amplop ini asli uang kok" ujar agsing mengeluarkan uang merah dari dalam amplop itu. Nilainya pas dua juta rupiah.
"Kenapa kau ingin menjadikan aku pacarmu? Wanita di luaran sana banyak yang jauh lebih cantik, pintar, dan bahkan mereka anak orang kaya. Kenapa harus aku?" ujar Mira.
"Jawabannya karena tidak ada yang seperti dirimu. Cepatlah, kalau kau tidak mau aku tinggal" ujar Gading menghidupkan mesin motornya.
"Aku mau" ujar Mira spontan. Meski hati kecilnya sebenarnya tidak mau. Ia tahu ini dosa, tetapi ia tak ada pilihan lain, uang dua juta itu berharga untuk keluarganya, ia tak mau jadi beban bagi ibunya. Setidaknya ia bisa meringankan utang ibunya.
"Ok deal" ujar Gading mengulurkan tangannya kepada Mira hendak bersalaman. Mira hanya menatap tangan itu, ia tak bisa bersalaman dengan non mahrom ya. Tapi saja di motor dia membuat tasnya di depan agar tidak bersentuhan dengan gading.
"Kenapa? Kau tak mau bersalaman denganku?" ujar Gading, alisnya tebal terangkat sedikit ke atas.
"Maaf tapi aku tak biasa bersalaman dengan laki laki non mahramku, dosa" ujar Mira menunduk.
"Hahahhah, pake bicara dosa segala. Jadi maksudmu kita pacaran ngapain? Ibadah?" ujar Gading terkekeh. Mira hanya menunduk malu, ia terpaksa menerima tawaran gading. Ia berharap gading tahu itu tanpa ia harus memberi tahunya.
"Nih, uangnya, kamu pegang, terserah mau di kemanain, mau bayar utang ke ibuku juga boleh" ujar Gading terkekeh, ia menyerahkan amplop itu kepada Mira.
Mira menerima amplop itu dengan tangan bergetar.
'apakah ini sama seperti aku jual diri ya Allah' ujarnya dalam hati.
"Mulai sekarang panggil aku dengan sebutan hubby, dan aku panggil kamu dengan sebutan baby" ujar Gading
"Hah?" Mira membelalak.
"Kenapa, kau tak mau?" gading memelototkan matanya.
"Iya, aku mau" ujar Mira menunduk. Ia menurut saja seperti kerbau yang tercucuk hidungnya.
"Bagus, sekarang coba kamu pnggil hubby, pacarmu ini ingin mendengarnya" ujar Gading menyeringai.
"Hu-bb" Mira terbata.
"Ya elah, tinggal bilang hubby saja apa sulitnya sih baby" ujar Gading, yang membuat Mira ingin muntah seketika rasanya.
"Coba di ulangin, iya my hubby. Coba katakan. Kalau kau tidak bisa mengatakannya dengan benar, maka kita tidak berangkat ke sekolah" ujar Gading.
"Iya my hubby" ujar Mira menunduk malu, wajahnya memerah, ia merasa dirinya sudah ternoda dan penuh dosa. Ia tak pernah dekat dengan laki laki sebelumnya, apalagi sampai pacaran dan memanggil orang asing seperti gading dengan sebutan my hubby.
"Bagus,"
"Ya sudah naik baby, kita pergi ke sekolah" ujar Gading, Mira naik ke atas jok sepeda motor dengan posisi yang sama yaitu tasnya di taruh di depan dada.
"Heiii, kau kira aku ini apa. Tasmu taruh di belakangmu" ujar Gading.
"Tapi...."
"Tapi apa?"
"Aku nggak mau kita bersentuhan" ujar Mira
"Tolonglah, jadi anak jangan munafik sekali, kau ini sudah jadi pacarku, masih saja memikirkan dosa. Kau lupa sudah memanggilku dengan sebutan My Hubby," ujar Gading.
Lagi lagi Mira hanya bisa diam, matanya berkaca kaca.
Karena tak ada jawaban, gading menoleh kebelakang, ternyata Mira sudah menangis.
"Ya elah pake nangis segala. Ya sudah, tidak masalah kalaupun tasnya di taruh depan. Hapus air matamu, kita berangkat," ujar Gading melajukan sepeda motornya.
"Kau tak perlu menangis, lagi pula aku tidak memaksamu kan?" Ujar gading, ia membawa sepeda motor dengan sedikit pelan.
'hah, tidak memaksa? Lalu yang tadi apa?' batin Mira. Ingin sekali rasanya ia menggetok kepada gading yang tidak berhelem itu dari belakang.
"Pokoknya setiap jam istirahat kamu harus datang ke kelasku?" Ujar gading
"Hah, ngapain?" Tanya Mira penasaran.
"Kau pacarku mulai sekarang, kok nanyak ngapain? Ya buat pacaran lah" ujar Gading.
'deg' jantung Mira seperti berdegup kencang.
'astaghfirullah, ternyata aku sudah mengambil keputusan yang salah ya Allah, ampuni hamba ya Allah' batin Mira.
"Bagaimana, kau setuju kan?" Tanya gading
"Aku tidak setuju, lebih baik turunkan saja aku di sini, aku tak mau jadi pacarmu. Kita putus" ujar Mira.
Gading merem sepeda motornya mendadak.
"Apa kau gila? Setelah aku memberikanmu uang juta dan membawamu sejauh ini?" Ujar gading. Mira sudah turun dari sepeda motor.
"Nih uangmu aku tidak butuh. Mengenai kamu membawaku sejauh ini, ini juga bukan permintaanku kamu yang datang ke rumah dan menjemputmu. Kalau tahu begini aku juga tidak mau ikut denganmu. Lebih baik aku absen saja dari sekolah" ujar Mira, menyerahkan amplop coklat kepada Gading.
"Hehh" Gading tertawa menyeringai, matany mendelik.
"Kau tak mau jadi pacarku, itu artinya malam ini juga aku akan membawa orang tuaku ke rumahmu, menagih utang ibumu dan jika malam ini ibumu tidak bisa melunasinya, maka kami akan membuat perhitungan dengan keluarga mu" ujar Gading mengancam. Tetapi itu bukan sekedar ancaman karena bagi keluarga gading harga diri adalah harga mati, mereka tidak akan segan segan menindas orang miskin sepert keluarga Mira. Orang tua gading sungguh tidak punya hati.
"Ka-kau?" ujar Mira, tak tahu mau bicara apa lagi.
"Baik, aku mau jadi pacar mu, tapi"
"Ok, tak ada tapi tapian, karena aku tidak suka di bantah. Naik, dan kita pergi ke sekolah sekarang." Ujar gading menyalakan mesin sepeda motornya.
"Tapi... A-aku.."
"Sudah ku bilang aku nggak suka di bantah, kata 'tapi' sama saja kau ingin membantahku. Kita pacaran dengan kesepakatan yang sama seperti di depan ruko tadi. Tak ada tapi-tapian lagi" ujar Gading tersenyum
Mira hanya bisa duduk resah di belakang, ia berharap ini hanya mimpi. Tapi, ketika ia menatap wajah Wahyu saat mereka memasuki gerbang sekolah, barulah ia sadar bahwa ia sedang tidak bermimpi.