Sebuah keputusan besar terpaksa harus Jena ambil demi menghidupi keluarganya. Menikah dengan Bos diperusahaannya untuk mendapatkan keturunan agar dapat meneruskan perusahaan adalah hal yang gila. Namun apa jadinya jika pernikahan itu terjadi diatas kontrak? temukan jawabannya disini 👇🏻.. Selamat membaca 🤗🥰🥰
.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nazefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Kita Lewati Bersama
Jena melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ke salah satu ruangan, yaitu ruang IGD dimana Amora saat ini tengah memperjuangkan nyawanya. Disusul dengan langkah kaki Savero yang selalu setia mendampingi dibelakangnya mereka berdua terus berjalan menyusuri lorong rumah sakit.
Dari jauh sudah nampak Sarah yang tengah berdiri didepan pintu ruangan itu dengan gelisah sambil meremas kedua tangannya. wanita paruh baya itu terus mondar-mandir di depan ruangan tersebut menunggu kabar dari dokter yang tengah merawat putrinya yang berada didalam.
"Bu, gimana keadaan Amora?" tanya Jena sambil menghampiri Sarah.
Sarah langsung menengok ke arah Jena dan memeluknya.
"Je.." ucap Sarah dengan air mata yang tumpah kembali.
"Ibu nggak tau, dokter masih memeriksa didalam." lanjutnya lagi.
Jena menghela nafas pelan sambil terus memeluk tubuh Sarah untuk tetap menguatkannya.
"Ibu sabar ya, semoga Mora nggak kenapa-kenapa." ucap Jena sambil mengelus lembut punggung ibu tirinya itu. Sementara Savero menepuk pundak Jena pelan sebagai bentuk dukungan.
"Ibu minta maaf Je, harus mengganggu waktu kalian malam-malam begini. Tapi ibu sudah tidak tau lagi harus bicara pada siapa. Ibu takut jika Amora kenapa-kenapa." ucap Sarah menatap Jena dan Savero secara bergantian.
"Ibu nggak usah mikirin itu, Jena pasti akan selalu ada buat ibu disini." ujar Jena menatap Sarah seolah mengisyaratkan bahwa Sarah tidak sendirian, Jena akan terus bersamanya sampai semuanya baik-baik saja.
Sejak Sarah merasa tertampar dan malu karena selama ini sudah berperilaku buruk terhadap Jena dan sering kali memanfaatkannya. Tapi nyatanya gadis itu tidak pernah menaruh dendam pada Sarah, justru disaat paling terburuknya kini malah Jena lah yang ada untuknya.
Tidak berselang lama pintu ruangan terbuka, dokter keluar dari ruangan tersebut. Sarah langsung membalikkan badannya dan berdiri didepan dokter tersebut.
"Dokter bagaimana keadaan anak saya dok?!" tanya Sarah dengan penuh harap.
Namun raut wajah dokter tersebut menampakkan sebuah penyesalan yang teramat dalam.
"Maaf Bu, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi keadaan pasien yang sangat parah saat dibawa kemari, membuat kami gagal untuk menyelamatkannya." ungkap dokter tersebut.
Seketika tubuh Sarah ambruk di pelukan Jena, rasanya hidupnya terasa terhenti saat itu juga. Seluruh tubuhnya kini lemas bahkan kaki pun seolah tak bisa menopang tubuhnya lagi. Wanita itu terus menangis di pelukan Jena.
Jena pun masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar, namun dia harus tetap kuat demi Sarah.
"Maaf Bu, kami benar-benar menyesal." ucap dokter tersebut.
"Dokter, apa kita boleh masuk kedalam?" tanya Jena.
"Silahkan Nona, saya permisi. Sekali lagi saya turut berdukacita." ucap dokter tersebut.
"Terimakasih dok." jawab Jena.
Dokter tersebut langsung berjalan pergi meninggalkan ruangan itu. Sementara Sarah, Jena dan Savero masuk kedalam.
Di atas tempat tidur rumah sakit tersebut, kini terbaring tubuh yang sudah tertutup oleh kain putih. Sarah segera berlari memeluk tubuh yang kini sudah tidak bernyawa lagi.
"Amora!! jangan tinggalin ibu nakk!!!" ucap Sarah dengan air mata yang tumpah diatas tubuh Amora anak kesayangannya.
Perlahan Sarah membuka kain yang menutupi bagian wajah Amora saat ini. Tampaklah wajah pucat gadis tersebut dengan beberapa luka diwajahnya. Sarah menangkap wajah gadis itu dengan kedua tangannya.
"Mora! bangun sayang..!! bangun!! ini mama nak, mama disini!!" ucap Sarah sambil terus menangis.
Sementara Jena masih berdiri dibelakang Sarah, menatap tak percaya bahwa adiknya kini sudah tiada. Tanpa terasa perlahan air mata Jena mulai turun ke pipinya dengan terus menatap wajah Amora dari sana. Savero mencoba untuk tetap menguatkan istrinya saat ini, dia mengusap pelan kedua lengan Jena. Jena membalikkan badannya memeluk tubuh Vero dan membenamkan wajahnya dibalik jas yang Vero kenakan. Savero mengusap pelan kepala Jena dan memeluknya erat. Perlahan Savero mengangkat wajah gadis itu dan mengusap air mata yang jatuh dipipi Jena dengan lembut dengan ibu jarinya.
Savero tidak bisa berkata apa-apa, dia tau ini pasti amat berat bagi mereka. Kehilangan orang yang mereka sayangi tentu tidak mudah, dan Vero tau itu.
Savero memberikan isyarat pada Jena dengan mengangkat kepalanya ke arah Sarah. Jena segera menengok Sarah sebentar lalu menatap wajah Savero kembali. Savero menganggukkan kepala dan mengedipkan kedua matanya pelan tanda memberikan ijin.
Jena segera melepaskan pelukannya dan berbalik berjalan ke arah Sarah yang kini masih mencoba membangunkan Amora dengan menggoyangkan tubuh yang kini sudah tidak bernyawa itu.
"Ibu... sudah Bu..!" ucap Jena sambil memeluk tubuh Sarah dari belakang.
"Mora nggak mungkin pergi Je, dia nggak mungkin ninggalin ibu sendirian!" ucap Sarah dengan menyandarkan kepalanya di pundak Jena.
"Sudah Bu, aku tau ini sangat berat. Tapi percayalah Amora saat ini sudah lebih tenang, ibu harus ikhlas ya.." ucap Jena dengan lembut.
"Ibu nggak sendirian, disini ada Jena dan masih ada ayah juga Bu. Kita lewati ini bersama ya.." lanjut Jena lagi dengan air mata yang jatuh kembali.
Kini keduanya saling berpelukan membagi duka yang mendalam satu sama lain atas kepergian Amora yang begitu mendadak.