NovelToon NovelToon
[1] 5th Avenue Brotherhood

[1] 5th Avenue Brotherhood

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: BellaBiyah

5 anggota geng pembuli baru saja lulus SMP dan kini mereka berulah lagi di SMK!

Novel ini merupakan serial pertama dari "5th Avenue Brotherhood". 5th Avenue Brotherhood atau yang sering dikenal dengan FAB adalah geng motor yang terdiri dari 5 orang remaja dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Jesika. Seorang gadis yang merupakan anak kandung dari kepala sekolah dan adik dari pendiri FAB itu sendiri. Sayangnya, Jesika tidak suka berteman sehingga tidak ada yang mengetahui latar belakang gadis ini, sampai-sampai para member FAB menjadikannya target bulian di sekolah.

Gimana keseruan ceritanya? Silakan baca sampai bab terakhir 🙆🏻‍♀️ update setiap hari Minggu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25 Devia

"Gue nggak tau gimana caranya balas budi sama lo, Wan," ucap Cia di sela makannya.

"Gue juga nggak tau kenapa gue bantuin lo," balas Wandra.

"Mungkin karena lo kasian sama gue."

"Udah, habisin dulu makanannya. Lo kan mau terapi syaraf."

"Makasih buat HP barunya," ucap Cia lagi.

"Nggak usah makasih, itu gue ganti HP lo yang dulu pernah gue rusakin."

"Makasih buat waktunya, kata abang lo, lo nggak sekolah 3 bulan gegara jagain gue di sini."

"Kalo bukan gue siapa lagi yang mau jagain lo? Lo ngarep abang gue yang bakalan nungguin lo?"

"Walaupun kadang-kadang lo ngeselin kayak ini, tapi ternyata lo baik juga sama gue. Dan gue nggak tau gimana caranya lo bisa bawa gue ke sini. Mungkin lo dipukulin juga dari bapak gue, atau mungkin lo ...." Cia tak melanjutkan kalimatnya.

Wandra menatapnya penuh heran sebab menunggu gadis itu menyelesaikan apa yang ingin ia bicarakan. "Apa?" tanyanya.

"Lo beli gue?! Gue dijual bapak?!" pekik Cia.

Wandra mendesahkan sebuah ejekan. Pasalnya, jika diingat-ingat kembali adegan saat ia menghancurkan kaca jendela rumah Cia, itu sangat heroik, namun terkesan romantis.

Wandra mengambil alih mangkok bubur dan menyuapi Cia.

"Gue bisa makan sendiri kok! Sekalian biasain tangan gue buat gerak!" bantah Cia.

"Tapi lo jadi lama makannya! Ngoceh mulu!" omel Wandra.

Selesai makan, Cia kembali beristirahat sebab duduk terlalu lama bisa memicu tulang belakangnya menopang tubuh lebih lama dan hal itu menyebabkan aliran darah ke kepala menjadi berkurang. Darah di sekujur tubuh Cia butuh waktu lebih lama untuk tidak fokus pada luka dalam di beberapa area.

Wandra duduk di sebelahnya dan mata mereka bertemu.

"Gimana caranya gue tidur kalo lo di situ?" tanya Cia

"Pas lo belum sadar, gue di sini tiap hari!" bantah Wandra yang enggan untuk meninggalkan posisinya.

"Terus gue harus tidur sambil lo liatin?!" omel Cia.

"Ya kemaren-kemaren juga gitu!" tegas Wandra.

Cia terdiam penuh rasa jengkel. Sebenarnya ingin sekali dia marah, tapi setelah mengingat akan apa yang Wandra korbankan untuknya, Cia membiarkan hal itu terjadi.

Gadis itu menghela napas dan memejamkan mata. Seandainya dia mati di hari itu, mungkin hari ini tidak akan terasa sulit dan tidak perlu memikirkan hutang budi lagi.

Saat Cia buka mata, Wandra berada di depan wajahnya. "Lo mau ngapain?!" pekiknya.

"Lo cewek paling nggak menarik di mata gue," bisik Wandra.

"Terus kenapa lo kayak gini?! Gue nggak bisa ngapa-ngapain sekarang, Wan! Jangankan buat ngelawan lo, buat ngedorong lo ngejauh aja gue nggak sanggup! Ini aja kepala gue udah pusing banget! Lo bikin gue deg-degan! Gue sampe bisa denger suara detak jantung gue sendiri!" oceh Cia.

Wandra menelusuri wajah Cia dengan matanya sembari gadis itu mengomel.

Cup! Satu kecupan mendarat di kening Cia dan menbuatnya berusaha menahan jeritan. "Cepat sembuh!" ucap Wandra dan beranjak ke kasur khusus penunggu pasien.

"Wan! Lo nggak boleh suka sama gue!" tegas Cia.

"Pede banget lo! Siapa yang suka sama lo?!"

"Terus kenapa lo nyium gue?" ucap Cia pelan.

"Nggak cuma lo doang. Gue juga waktu kecil kalo ada luka dicium nyokap gue langsung ilang sakitnya! Kan tadi lo bilang pusing, makanya gue cium," jelas Wandra berjalan menuju kasur penunggu pasien.

"Hah?! Lo itu murid paling pinter di sekolah Wan! Masa iya sih lo percaya begituan? Nggak ada hubungannya sama penyakit!"

"Justru karena lo murid paling tolol, jadi lo nggak ngerti! Kenapa cium bisa meredakan rasa sakit? Karena sugesti! Orang yang sakit bakalan ngerasa ada yang peduli sama dia, bakalan mikir kalo ada orang yang berusaha buat bikin dia sembuh!"

"Tapi kan bisa ngasih obat aja!"

"Nggak ada obat buat sugesti! Kalo halusinasi ada! Lo mau tersugesti atau halusinasi? Gue bisa ngasih dua-duanya," tantang Wandra.

"Nggak masuk akal! Terus kalo gue bilang bibir gue sakit, lo bakalan nyium bibir gue gitu?!"

"Gue biarin aja lo sakit! Ngapain juga gue nyium bibir lo!" tegas Wandra.

"Aaww!" ringis Cia memegangi kepalanya.

Wandra langsung bergegas menghampiri. "Kan udah gue bilangin! Lo istirahat aja! Banyak tanya! Malah ngoceh mulu!" omelnya.

***

Setelah satu minggu proses pemulihan, Cia dibolehkan untuk pulang. Namun, kali ini Wandra tidak membawanya pulang ke rumah gadis itu. Ia malah membawa Cia kembali ke kediamannya.

"Kamu nggak ikut lomba?! Dan kamu ngapain aja sampai nggak sekolah 3 bulan, Wan!" pekik Ibu Wandra dari balik ponsel.

"A—aku ...." Wandra tak bisa memberikan alasan.

"Tadi wali kelas kamu sendiri loh yang nelpon Mama! Mama cek nama kamu di daftar lomba bahasa Inggris, nama kamu nggak ada! Terus Mama tanyain ke Kepala Sekolah. Wali kelas kamu nelpon Mama, bilang kamu nggak masuk waktu itu. Dan kamu izin ke rumah sakit 3 bulan. Kamu ngapain di rumah sakit?! Kenapa nggak ngasih tau Mama kalo kamu sakit?!" oceh sang ibu.

William yang semulanya berdiam diri, kini merampas ponsel Wandra. "Wandra nggak sakit, Ma. Dia jagain Cia. Temen sekelasnya yang jadi korban KDRT sampai kritis. Wandra juga yang bawa dia ke rumah sakit."

"Hah?! Kenapa harus Wandra, Will?! Kan banyak temennya yang lain!"

"Karena dulu Wandra pernah ngebuli dia! Mama nggak bakalan percaya kalo aku bilang Wandra di sekolah kayak gimana," balas William.

"Video call sekarang!" tegas ibunya.

[Panggilan Video dari Mama]

"Halo! Mana yang namanya Cia!" ketus ibu Wandra membuat Cia merasa takut dan tak mau muncul di layar ponsel milik Wandra. "Mana?!"

"Mama jangan kayak gitu ngomongnya, dia jadi nggak mau!" balas Wandra.

"Ya Mama cuma mau liat aja kok! Jangan-jangan kalian bohongin Mama! Mama balik ke Indo sekarang!" Panggilan berakhir setelah sang ibu mengucapkan kalimat tersebut.

***

Cia menjadi tidak tenang sebab mengetahui bahwa ibu Wandra akan datang dan melihatnya. Gadis itu tidak tidur semalaman dan pagi harinya mendadak drop, tidak sadarkan diri. Dilarikan ke rumah sakit oleh William dan Wandra.

Pagi berikutnya, Devia (Mama Wandra) sampai di Indonesia dan mencari anaknya di sekolah. Para guru dan Kepala Sekolah membeberkan catatan black point milik Wandra selama menjadi murid SMK. Kepala Sekolah juga menjelaskan kondisi Cia berdasarkan foto-foto bukti catatan izin sakit dari rumah sakit.

Melihat luka lebam berdarah, juga catatan hasil Lab, rontgen dan CT-SCAN milik gadis bernama Gracia, air mata Devia menepik tak tertahankan. Ada sesak yang tak bisa ia jelaskan kepada siapapun. Trauma masa kecil itu datang kembali. Meski sekarang hidup sudah menjadi lebih baik, tapi melupakan semua kenangan pahit sangatlah sulit.

Tak henti-hentinya Devia menangis di dalam mobil bersama seorang guru untuk dipertunjukkan arah jalan ke rumah Cia. Sesampainya di sana, Devia berhadapan langsung pada ibu Cia.

"Anak Anda yang sudah menghamili anak saya!" tegas ibu Cia.

Sementara itu, Devia sudah melihat hasil Lab dari rumah sakit. Cia tidak dalam keadaan hamil. Yang terbukti adalah anak perempuan itu mengalami luka dan patah di beberapa tulangnya.

"Anak saya tidak menghamili siapapun! Saya datang ke sini bukan untuk berdebat soal ini. Saya ingin tahu di mana Gracia sekarang!" tegas Devia.

"Anak Anda yang membawa Cia pergi! Sampai detik ini saya tidak tahu keadaan anak saya!"

Devia langsung mengingat bahwa beberapa hari yang lalu melakukan panggilan vidio bersama kedua anak laki-lakinya dan menampakkan bahwa mereka ada di rumah bersama Gracia.

"Saya permisi!" tegas Devia dan beranjak untuk pergi.

Namun, langkah itu langsung dicegat oleh ibu Cia. "Tolong anak saya. Tolong bawa dia sejauh ..." Kalimat itu terhenti sebab tangisan yang kini meluap.

"Kenapa?!"

"Suami saya akan membunuh Cia kalau dia kembali ke rumah ini." Kini suara ibu Cia melemah.

"Baik! Dengan syarat! JANGAN PERNAH ANDA CARI LAGI ANAK ITU! ANDA TIDAK PANTAS DISEBUT SEBAGAI SEORANG IBU!"

Tangisan Ibu Cia semakin membanjir dan genggaman tangannya kian menguat. "Sa—saya memang tidak pantas! Saya ...."

"Anda tidak pernah menyayangi Gracia kan? Anda lebih memilih dia dipukuli dari suami Anda, padahal Anda bisa saja menceraikannya agar Gracia bisa hidup dengan tenang!"

"Tunggu sebentar!" Ibu Cia bergegas masuk ke kamar dan membawa selembar map tebal. "Ini akta kelahiran, Kartu Keluarga dan semua dokumen Cia. Bawa dia, saya mohon!" Dengan derai air mata.

Mata Devia memerah. Tatapannya masih melekat pada ibu Cia. Seandainya saja dulu ibunya melakukan hal yang semacam ini, mungkin Devia tidak perlu kabur dari rumah untuk kehidupan yang lebih tenang. Tak akan ia biarkan Cia mengalami hal yang sama dengannya.

Devia mengambil alih map tersebut dan memberikan secarik kartu nama. "Saya akan bawa Gracia ke luar negeri setelah dia lulus SMK."

1
Iam-aam
Haris pawang ngadem
Iam-aam
tolol lo yg tolol bjir
Iam-aam
Berapa bang* kasar bjir le
Ciret
next kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!