Gubee, Pangeran Lebah yang ingin merubah takdirnya. Namun semua tidaklah mudah, kepolosannya tentang alam membuatnya sering terjebak, dan sampai akhirnya menghancurkan koloninya sendiri dalam pertualangan ini.
Sang pangeran kembali bangkit, mencoba membangun kembali koloninya, dengan menculik telur calon Ratu lebah koloni lain. Namun, Ratu itu terlahir cacat. Apa yang terjadi pada Gubee dan Ratu selanjutnya?
Terus ikuti ceritanya hingga Gubee terlahir kembali di dunia peri, dan peperangan besar yang akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerita Di Tepi Sungai Rhine
Tiga hari Gubee menempuh perjalanan menuju sungai rhine. Perjalanan yang panjang itu ia lalui dengan penuh semangat. Ia yang sudah mulai terbiasa dengan alam hutan gunung Alpen, membuat perjalanan itu terasa sangat mudah baginya. Hingga pada siang di hari ketiga perjalanannya itu, iapun mencapai tepian sungai rhine.
Tepian sungai rhine dikenal dengan pemandangan yang indah dan suasana yang menenangkan. Di sepanjang tepian sungai dihiasi oleh pepohonan rindang, bunga liar, dan rerumputan yang subur, menciptakan nuansa alam yang menyejukkan mata.
Gubee terbang merendah di sekitar tepian, menjamah setiap tangkai bunga yang sedang mekar, mengisi perutnya yang mulai terasa lapar. Suasana tepian yang sejuk oleh semilir angin, membuatnya sangat berselera menghisap nektar bunga-bunga yang beraneka ragam.
Setelah puas mencicipi nektar bunga, Gubee terbang menyusuri tepian sungai rhine, mencari para katak hijau yang menghuni sungai itu. Dari kejauhan, ia melihat gerombolan katak hijau yang sedang berteduh di bawah pohon Ara yang condong ke tepian sungai.
Tanpa ragu, Gubee terbang mendekati para katak hijau itu, dan hinggap di ranting pohon Ara yang menjulai di atas kepala mereka.
“Apa kalian mengenal Frogi?” sapa Gubee pada katak-katak itu.
Para katak itu melihat ke atas, mencari asal suara yang menyapa mereka, dan mereka melihat Gubee yang sedang menjuntai duduk di ranting pohon Ara.
“Apakah kau yang bertanya tadi lebah?” tanya salah seekor katak itu.
“Ya, aku!” sahut Gubee tersenyum. “Apa kau mengenal Frogi?
“Tentu! Aku sangat mengenalnya. Dia saudaraku. Ada apa kau menanyakan Frogi?
“Aku berasal dari hutan di lereng gunung Alpen. Aku membawa pesan dari seekor katak hijau yang tinggal di sebuah danau tengah hutan itu. Apa kau tahu danau itu?
“Ya, aku tau! Itu danau Lumpur hitam. Satu-satunya danau yang menyimpan lendir abadi. Sebelas tahun yang lalu aku pernah mengunjungi Frogi ke tempat itu. Pesan apa yang kau bawa lebah? Apa ada hubungannya dengan Frogi?
“Tentu sangat berhubungan. Katak hijau yang berpesan kepadaku itu ialah istrinya Frogi. Dia ingin meminta bantuan pada kalian semua.
“Bantuan? Bantuan apa yang kau maksud? Apa Frogi baik-baik saja?” Katak itu mulai tampak khawatir.
“Tidak baik! Frogi telah mati sepuluh tahun yang lalu. Dia dan semua keturunannya telah dibantai oleh para katak pohon. Yang tersisa dari pembantaian itu hanyalah istrinya Frogi yang hidup dengan masa lalu yang terus menghantui benaknya. Kehidupannya sangat menyedihkan saat ini!
“Dia sangat ingin membalaskan kematian suaminya, tapi apalah dayanya, ia hanya tinggal seorang diri. Untuk itu dia menyuruhku datang kemari, meminta kepada kalian agar membantunya membalaskan dendam yang di pendamnya selama ini. Jumlah katak-katak pohon itu sudah sangat banyak! Mereka juga sudah sangat menakutkan bagi para serangga yang hidup di hutan gunung Alpen,” ungkap Gubee menceritakan tujuannya.
“Kenapa dia baru memberitahu kami sekarang!?” Katak itu tampak kesal mendengar cerita Gubee.
“Ya! Kenapa baru memberitahukannya sekarang? katak-katak itu tidak bisa di biarkan hidup! Dia sudah berani membunuh katak yang berasal dari sungai rhine!” ujar katak lain yang juga ikut kesal.
“Dari dulu dia sangat ingin mengabari kalian semua, tapi apalah dayanya? Dia hanya katak betina yang tidak akan mungkin sanggup melakukan perjalanan jauh seorang diri. Lagi pula lendir di tubuhnya yang mudah mengering, juga membuatnya tidak akan bisa melakukan perjalananan yang sangat panjang! Sedangkan aku, bertemu dengannya dan tau kisah sedihnya, juga baru-baru ini,” terang Gubee.
“Aku tidak menyangka pertemuanku saat itu adalah pertemuan terakhirku dengan Frogi." Katak yang sepertinya merupakan pemimpin dari rombongan itu, mengeluh. Wajahnya menampakkan kesedihan.
"Baiklah! kita akan pergi ke tempat katak-katak yang sudah membunuh Frogi itu. Kita akan membawa semua koloni kita dan menghabisi mereka semua. Kumpulkan semua koloni kita!” ujarnya kemudian pada temannya.
“Tunggu! Sebaiknya jangan sekarang!" sanggah Gubee.
“Kenapa!? Aku sudah tidak sabar lagi membunuh mereka semua!
“Sebaiknya kita menyerang mereka pada musim gugur yang akan datang. Kalau kita menyerangnya sekarang, itu hanya akan sia-sia. Jumlah mereka tidak hanya banyak, tetapi mereka juga sangat ahli bersembunyi di balik dedaunan hutan. Kemampuan mereka bersembunyi akan membuat kalian kesulitan dalam penyerangan nanti.
Katak itu berpikir sejenak setelah mendengar penjelasan Gubee. “Ya, alasanmu masuk akal juga lebah!” ucapnya mengerti apa yang dimaksud oleh Gubee.
“Kalau begitu, aku pergi dulu. Tugasku sudah selesai. Aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku harus kembali segera ke sarangku. Masih ada tugas lain yang harus ku selesaikan,” tandas Gubee pamit ingin segera pergi.
“Baiklah! Katakan pada istrinya Frogi! tunggu kami di sana saat musim gugur tiba!” ujar katak itu dengan penuh emosi.
Gubee terbang meninggalkan tepian sungai rhine, kembali masuk ke dalam hutan gunung Alpen. Setelah lama mengudara di antara pepohonan hutan, senja pun kembali datang. Gubee mulai teringat akan bahaya yang akan mengancamnya di saat malam tiba. Ia terbang mendekati batang pohon hutan, mencari tempat untuk berlindung.
Tiga hari berlalu, Gubee kembali tiba di pohon Willow. Ia kembali memasuki sarang lebah yang ada di pucuk pohon itu. Namun, tak ada siapapun yang menyambut kedatangannya. Hunian yang telah lama ditinggalkannya itu, sepi tak berpenghuni.
Ia terus melangkah menuju kamar sang Ratu, namun kamar itu juga kosong. Hanya beberapa buah mangkuk tanah merah yang tergeletak di lantai ruangan itu. Mangkuk yang dijadikan wadah tempat nektar itu, sepertinya telah lama berada disitu. Sisi bagian dalamnya telah ditumbuhi cendawan dan berbau tidak sedap.
“Albee! Albee..!” Gubee terus memeriksa satu persatu ruangan di dalam sarangnya itu sambil memanggil-manggil nama temannya. Namun tidak ada siapapun yang menyahut panggilannya itu.
Puas mengintari setiap sudut ruangan di dalam sarangnya itu, akhirnya Gubee memutuskan untuk pergi menemui Antber. Ia terbang menuju sarang koloni semut merah.
“Apakah Antber ada di dalam?” tanya Gubee kepada semut penjaga sesampainya di depan gerbang istana koloni semut merah.
“Ada. Tunggu sebentar, aku akan memanggilnya,” jawab semut penjaga, lalu berjalan memasuki sarangnya.
Tidak lama, Antber pun keluar menemui Gubee.
“Gubee! Darimana saja kau?” tanya Antber tersenyum memeluk erat tubuh Gubee. Sepertinya ia sangat merindukan sahabatnya itu.
“Aku pergi ke sungai rhine untuk menyampaikan sebuah pesan,” ungkap Gubee.
“Sungai rhine? Itu perjalanan yang sangat jauh! Apa kau baik-baik saja?” Antber menyudahi rangkulannya.
“Aku baik!
“Aku sangat khawatir Gubee. Aku pikir lebah hutan itu menangkapmu!
“Lebah hutan?” tanya Gubee terkejut. Wajahnya tampak cemas.
“Iya! Lima hari yang lalu mereka datang ke tempat ini. Sepertinya mereka mengetahui pencurian yang kita lakukan dulu. Diam-diam, aku sempat mendengar percakapan mereka dengan serangga di sekitar sini. Mereka menanyakan tentang keberadaan koloni semut merah dan juga sarang lebah. Untunglah tidak ada satupun serangga yang mengetahui keberadaan sarang kami,” papar Antber.
“Berarti mereka berhasil menemukan sarangku Antber? Saat aku kembali, sudah tidak ada siapa-siapa. Mereka telah menangkap Albee dan juga membawa Ratu!” sangka Gubee semakin cemas.
Lanjut Bab 26