Calista Izora, seorang mahasiswi, terjerumus ke dalam malam yang kelam saat dia diajak teman-temannya ke klub malam. Dalam keadaan mabuk, keputusan buruk membuatnya terbangun di hotel bersama Kenneth, seorang pria asing. Ketika kabar kehamilan Calista muncul, dunia mereka terbalik.
Orang tua Calista, terutama papa Artama, sangat marah dan kecewa, sedangkan Kenneth berusaha menunjukkan tanggung jawab. Di tengah ketegangan keluarga, Calista merasa hancur dan bersalah, namun dukungan keluarga Kenneth dan kakak-kakaknya memberi harapan baru.
Dengan rencana pernikahan yang mendesak dan tanggung jawab baru sebagai calon ibu, Calista berjuang untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti.
Dalam perjalanan ini, Calista belajar bahwa setiap kesalahan bisa menjadi langkah menuju pertumbuhan dan harapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pernikahan Calista dan Kenneth
Calista berdiri di depan cermin, memeriksa penampilannya sebelum hari pernikahannya. Gaun pengantin putih yang dikenakannya sangat cantik, dihiasi dengan makeup natural yang membuatnya terlihat menawan tanpa berlebihan. Namun, di dalam hatinya, Calista merasa hancur. Ia akan menikah dengan Kenneth, seorang pria yang baru saja dikenalnya. Bagaimana ia bisa menjelaskan semua ini kepada Randy, pacarnya?
Sambil menatap cermin, Calista merasa ragu. Ia merasa bingung dengan keputusan yang harus diambil. Tiba-tiba, suara lembut mamanya, Yesa, memecah lamunannya.
"Calista... Yuk, acara sudah mau dimulai, Kenneth sudah bersama papa Artama dan penghulu," ajak Resa yang datang bersama Kania.
"Bye, Cal, kita tunggu di luar ya. Semoga lancar," pamit Lily, Riana, dan Jehana, sebelum segera menuju ke luar untuk menunggu acara dimulai.
Calista dibawa oleh Resa dan Kania menuju pelaminan. Saat duduk di samping Kenneth, penampilannya yang tampan membuat para tamu terkesima. Calista hanya bisa berpura-pura tersenyum. Papa Artama, ayah Calista, menjadi wali nikahnya. Kenneth menjabat tangan Papa Artama dan mengucapkan ijab qobul dengan suara keras dan penuh percaya diri, seolah-olah semua ini adalah keputusan yang tepat.
"Sah?" tanya pak penghulu.
"Sah!" jawab para tamu dengan semangat. Calista memasangkan cincin di jari manis Kenneth, begitu pun sebaliknya. Ia mencium punggung tangan Kenneth, menandakan bahwa mereka sekarang resmi menjadi suami istri.
Kenneth tersenyum pada Calista, dan ia membalas senyuman itu, tetapi saat matanya melirik ke arah tamu, betapa terkejutnya dia melihat Naren, sahabat Randy, hadir di acara pernikahannya.
"Naren?" gumam Calista, merasa cemas.
"Oh, lo kenal Naren?" tanya Kenneth.
Calista mengangguk, masih terkejut. "Dia sahabat gue," jelas Kenneth, membuat Calista terkejut lebih lagi. Ia tahu bahwa Naren adalah sahabat Randy, dan mereka berdua sangat dekat.
Naren menatap Calista dengan sinis, membuat Calista segera membuang muka, tidak ingin berpapasan dengan tatapan tajamnya. Kini, saatnya Calista dan Kenneth meminta doa restu dari keluarga. Awalnya, semuanya berjalan baik-baik saja, hingga tiba saatnya mereka meminta restu dari Papa Artama.
"Pa, maafin Calista dan Kenneth ya, Pa," ujar Calista dengan penuh harap, menatap mata ayahnya. "Calista tahu Calista salah, tapi Calista sekarang mau minta restu dari Papa. Karena kalau Papa tidak kasih restu, pernikahan Calista pasti tidak akan lengkap..."
Kenneth pun menambahkan, "Om, ini semua murni kesalahan saya. Jadi saya mohon, tolong om jangan membenci Calista, tapi benci saya saja karena saya penyebabnya."
Namun, Papa Artama hanya diam, tidak menjawab. Raut wajahnya menunjukkan kemarahan yang mendalam.
"Calista, udah nak, Kenneth, lanjut aja yuk," kata Mama Yesa, berusaha menenangkan suasana. Mereka akhirnya menyerah pada Papa Artama dan melanjutkan permohonan restu kepada Mama Yesa serta kakak-kakak mereka.
Tanpa restu Papa Artama, Calista akhirnya menyelesaikan pernikahannya. Mereka kemudian berbaur dengan tamu yang hadir, meskipun suasana terasa canggung.
Di tengah keramaian, Jehana, Riana, dan Lily berusaha untuk menghibur Calista, sementara teman-teman Kenneth ikut meramaikan suasana.
"Keren lo, Cal. Gimana kalau misalnya dia tahu soal ini!" omel Naren tiba-tiba kepada Calista.
"Heh! Nanti aja sih nyet!" tegur Lily panik, berusaha melindungi Calista.
"Kok lo ngomelin istri gue? Ada apa ya?" tanya Kenneth dengan nada penasaran.
"Lo tahu gak, kalau istri lo ini udah punya pacar?! Hah?!" Naren mulai kehilangan kesabaran, emosinya meledak.
"Gue tahu, gue tahu Calista punya pacar yang namanya Randy dan dia lagi kuliah di Jerman," jawab Kenneth santai, seolah tidak peduli.
"Kalo lo tahu, kenapa lo nikahin Calista, goblok?!" kesal Naren, emosinya semakin memuncak.
"Udah dong, kasihan Calista-nya," ujar Riana, kasihan melihat Calista yang terpojok.
"Ada apaan sih ini?" tanya Egi, yang baru saja bergabung dengan Daksa.
"Lo beneran jahat, Cal! Hebat lo mainin perasaan dia!" Naren terus-menerus mengomeli Calista, membuatnya merasa semakin tertekan.
Calista tidak tahan lagi. Ia menarik Naren menjauh dari keramaian, dan dengan suara bergetar, ia mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.
"Gue hamil, Naren! Gue hamil anak Kenneth! Puas lo?!" ucap Calista dengan penuh emosi, dan Naren yang mendengarnya pun langsung bungkam.
"Gue gak mau ini terjadi karena gue juga sayang banget sama Randy. Tapi, harus gimana, sih? Haruskah gue gugurin anak gue yang tidak bersalah?" tanyanya sambil menangis.
Calista kemudian menceritakan semua kejadian yang membawa mereka pada pernikahan ini, membuat Naren terkejut dan merasa bersalah. Ia teringat bahwa sebenarnya dialah yang memberi Kenneth obat perangsang.
Setelah Naren memahami situasinya, mereka berdua kembali bergabung dengan teman-teman yang lain. Naren berjanji untuk tidak memberitahu Randy, karena Calista ingin Randy tahu dengan sendirinya.
"Kamu pucat banget, Cal. Istirahat aja sana di kamar ganti," suruh Kenneth.
"Kamu?" tanya Calista bingung.
"Ya kamu, gak enak didengar kalau pakai 'lo-gue' lagi pas udah nikah," jelas Kenneth.
"Udah sana, istirahat," seru Riana, memberi dukungan.
Calista yang merasa lelah, akhirnya mengikuti saran mereka. Ia berusaha menenangkan diri di kamar, merenungkan semuanya. Bagaimana bisa hidupnya berakhir seperti ini? Dalam pernikahan tanpa cinta, dengan kehamilan yang tak diinginkan.
Sementara itu, di luar, pesta pernikahan Calista dan Kenneth berlangsung meriah. Meskipun pernikahan ini hanya mengundang sedikit orang, semua tamu tampak menikmati acara. Diam-diam, Papa Artama mengamati putri bungsunya dari kejauhan dengan tatapan sendu. Ia marah karena Calista mengandung anak Kenneth, tetapi di sisi lain, Papa Artama juga merasa belum rela jika putrinya menikah dengan orang yang tidak dicintainya.
Seluruh suasana terasa campur aduk. Calista harus berhadapan dengan kenyataan pahit, dan di dalam hatinya, ia merindukan kehadiran Randy. Ia berharap bisa memberi penjelasan kepada Randy, tapi di saat yang sama, ia takut akan reaksi yang akan muncul. Calista merasa terjebak di antara dua dunia yang saling bertentangan.
Dalam keramaian pesta, Calista berpikir tentang masa depan yang penuh ketidakpastian. Ia harus berjuang menghadapi semua ini sendirian, dan tanpa diduga, pernikahan ini bisa mengubah hidupnya selamanya.