Alina tidak menyangka sahabat yang dia kira baik dan pengertian telah menghancurkan biduk rumah tangga yang telah di jalin Alina selama tiga tahun lamanya. Lenna adalah sahabat Alin. mereka berdua telah menjalin persahabatan sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. ternyata Lenna menyukai suami Alin sejak lama. Lenna merasa tidak adil kenapa Alin bisa mendapat seorang pria tampan dan kaya seperti Revan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinni Iskandar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.25 Revan membeli cincin
Setelah puas merebahkan diri, ia segera bangkit lalu berjalan melangkah menuju kamar mandi. Setelah sampai, ia mengisi air kedalam bathtubnya, lalu menuangkan milk bath spa.
Setelah siap, ia segera membenamkan diri didalam air. "Hmm... enak banget", ia menyandarkan kepalanya kebelakang, memejamkan matanya. "Aku jadi merindukan, Mas Revan" ucapnya lirih
Bayangan saat keduanya menghabiskan waktu bersama melintas dibenaknya. Setelah hampir tiga puluh menit ia berendam, akhirnya ia menyudahi acara berendamnya.
Lima menit kemudian, ia turun kelantai dasar, untuk menikmati makan malamnya seorang diri.
[Mas, jangan lupa makan malam ya]. Ia masih sempat mengingatkan sang suami, gegas ia duduk didepan meja makan. menikmatinya dengan santai
Beberapa saat kemudian ia mengakhiri makan malamnya, ia duduk disofa, menyalakan televisi, ketika sedang asyik menonton, ponselnya berbunyi
TING...
Ternyata nomor asing itu yang mengirim pesan, ia menyangka suaminya si pengirim. Ia segera membuka dan membacanya
[ Malam, gimana kabar hari ini? baik kah?]
Alin merasa bimbang, antara mengabaikan atau membalasnya, ia mengetuk-ngetuk dagu dengan jari. Tidak lama ponselnya berbunyi kembali
TING....
[ Kamu, masih seperti yang dulu Alina, masih tetap cantik ]
Akhirnya ia membalasnya, ia sangat penasaran dengan si pengirim pesan misterius itu.
[ Maaf, Anda sebenarnya siapa? ]
[ Tidak lama lagi kita akan bertemu ]
Tidak ada balasan lagi, Alin menghela nafas pelan. "Iseng banget sih jadi orang" gumamnya. Ia kembali menonton televisi
000
Dilain tempat, suami dan sahabat Alina itu telah berada didalam sebuah hotel yang cukup mewah. keduanya tampak sedang asyik bermesraan.
"Mas, kejutannya mana?" Lenna menagih janji Revan, Revan tersenyum diatas tubuh Lenna.
"Enggak sekarang, Sayang. Sabar ya?"
Lenna cemberut, membuat Revan semakin gemas, mencium bibirnya yang merah merona.
"Kamu, kalau lagi ngambek makin jadi tambah cantik deh"
Membuat Lenna mengulum senyumnya, memukul pelan dada Revan. Tidak lama, keduanya asyik bercumbu dan melampiaskan nafsu masing-masing.
Hanya suara desahan dan erangan yang keluar dari mulut keduanya, bermandikan peluh membasahi tubuh keduanya.
"Aaahhhhh.... Ini nikmat sekali, Sayang" mulut Revan meracau tengah-tengah hentakan pinggulnya
"Lebih cepat, Mas" ucap Lenna dengan suara mendesah dan merintih nikmat.
Tidak lama lagi, erangan panjang terdengar secara bersamaan, pertanda keduanya telah mencapai klimaks.
"Kamu, luar biasa, mas" puji Lenna, tangannya mengusap punggung badan Revan yang bermandikan peluh. Revan tersengal-sengal, masih menikmati sisa-sisa kenikmatannya. Setelah itu yang melepaskan penyatuannya
"Kamu, selalu bisa bikin aku puas, Sayang" ucap Revan menarik tubuh Lenna agar semain dekat dengannya, keduanya berpelukkan. "Kita pesan makanan dulu ya" ujar Revan, lalu mendekatkan mulutnya ketelingan Lenna lalu berbisik, "Biar kuat buat lanjut ronde ketiga"
"Dasar mesum banget sih, Mas" ia memukul dada Revan. Namun sebenarnya ia bersorak senang sebab Revan telah masuk kedalam jeratannya
Revan terkekeh lalu memegang tangan Lenna, lalu menciumnya dengan lembut. " Bentar ya, Mas ambil ponsel dulu", ucap Revan bangkit dari rebahannya, lalu meraih ponsel diatas nakas.
Setelah melihat ponselnya, nama Alina tertera disana, segera ia membuka pesannya lalu membalasnya. Pesan telah dikirim sekitar 3 jam yang lalu
[ Iya, Sayang ] tidak lupa ia memberikan emoji love.
Jam sudah hampir tengah malam, namun belum ada tanda-tanda Revan ingin pulang. Saat ini tubuhnya kembali mandikan peluh
Setelah menyudahi makan malamnya tadi, Lenna kembali menggoda Revan, Revan yang tidak tahan akhirnya terpancing kembali. melakukan olahraga malam lagi
Namun saat ini, ia yang berada dibawah, tubuh Lenna bergoyang-goyang diatas tubuh Revan. Suara desahan Lenna semakin membuat Revan terbakar api nafsunya.
"Gila... Dia emang bisa buat aku kecanduan" ucap batinnya. Tangannya aktif meremas-remas bagian tubuh depan Lenna yang besar dan padat itu.
Beberapa menit kemudian, akhirnya keduanya mencakup klimaksnya kembali. Nampaknya keduanya tidak ada kata lelah atau puas.
Tepat pukul 2 malam, keduanya memutuskan untuk pulang, mobil yang dikendarai Revan melaju dengan kecepatan tinggi kencang.
000
Hampir jam 3 dini hari ia sampai dirumah. Ia membuka pintu rumah dengan kunci candangan yang ia bawa, semua itu atas saran dari Lenna.
Ketika ia masuk, suasana rumah tampak gelap, hanya ada cahaya remang yang meneranginya. Ia berjalan menaikin satu persatu anak tangga.
Setelah sampai dilantai atas, ia menuju berjalan kearah kamarnya.
Clek..
Dengan pelan ia membuka dan mendorong pelan pintu kamarnya, lalu menutupnya kembali. Matanya tertuju pada wanita yang tertidur lelap diatas ranjang.
Ia berjalan mendekat, lalu menatap wajah sang istri yang telihat begitu damai. Garis senyumnya melengkung dibibirnya, mengecup pelan dahi isterinya.Segera ia berlalu menuju kamar mandi.
****
Keesok paginya, Alina mengerjabkan matanya pelan. Tangan kekar melingkar erat dipinggang rampingnya.
Ia menoleh untuk melihat wajah suaminya, mengamati wahah sang suami. Tidak disangka mata Revan terbuka, membuat Alin gugup lalu membuang pandangannya kesegala arah
"Kenapa? kagum ya sama kegantengannya. Mas?" ucap Revan dengan wajah parau
"Idihh .. Mulai deh kepedean banget" jawab Alin, wajah telah memerah malu karena ketahuan memerhatikan wajah suaminya. Membuat Revan terkekeh
"Pulang jam berapa tadi malam, Mas?" tanya Alin, untuk mengalihkan rasa malunya
"Udah hampir pagi sih, Sayang"
"Jangan terlalu memfosir diri terlalu keras, Mas?, nanti kamu bisa sakit"
"Iya, Sayang. bawel banget sih!" jawab Revan gemas, ia menciumi seluruh wajah Alina. Membuat Alin kegelian.
Dua puluh menit kemudian, keduanya telah berada dimeja makan, seperti biasa menikmati sarapan paginya
"Gimana sama survey kemarin?" tanya Revan disela-sela sarapannya
"Lancar kok, Mas"
"Udah dapat lokasinya?"
"Udah, meskipun lokasinya agak jauh dari rumah sih. Tapi tempatnya bagus dan strategis banget" jawabnya menggebu-gebu
Helaan nafas Revan terdengar, membuat Alin menatap suaminya itu. "Kenapa gak nyari yang deket-deket aja sih, Sayang?"
"Ya, mau gimana lagi. Disana lebih menjamin daripada yang deket-deket sini"
Akhirnya Revan mengalah. " Terus.. Hari ini kamu rencananya mau ngapain aja?" Tanya Revan
"Eemm... Kayaknya aku mau beli barang-barang yang dibutuhin buat butik deh, setelah itu baru aku mau nyari brand-brand pakaian yang lagi tren" jawab Alin semangat.
"Ok, baiklah. Tapi jangan lupa sama kewajiban kamu dirumah"
"Iya, Mas Sayang" jawab Alina senang
Setelah menyelesaikan sarapan paginya, Revan lebih dulu berpamitan untuk pergi berangkat kerja, sedangkan Alin ikut membantu membereskan meja makan. Ia merasa kasian terhadap asisten rumah tangganya yang bekerja sendirian.
"Kayaknya, Mbak Yati butuh Temen. Aku harus bicara dengan Mas Revan nanti Sore" batinnya
Setelah selesai, ia memesan taksi online untuk langsung memilih dan mencari barang-barang yang dibutuhkan.
Ia juga menghubungi orang kenalan yang bisa membantunya untuk mewujudkan impiannya.
Alina hari ini tampak sibuk, hingga tidak ia sadari. Sejak tadi ia sedang diperhatikan oleh seseorang laki-laki tampan bermata biru.
Sesekali sang pria bermata biru itu tersenyum saat melihat Alina tertawa. Saat ini Alina tengah berada di sebuah mal, ia mengunjungi temannya.
Setelah mendapatkan sesuatu yang dicarinya, Alina segera berpamitan untuk menuju dimana sang desainer berada. Ia ingin mengajak berkerja sama.
Tidak butuh lama, Alina telah sampai lokasi tempat kerja sang desainer itu bekerja. Setelah bertemu dan mengutarakan niatnya, ia tidak menyangka bahwa dengan senang hati si desainer mau bargabung.
Ia sangat bahagia, sebab Tuhan seolah merestui apa yang diniatkan olehnya.
Sore harinya ia baru sampai dirumah, ia tampak begitu lelah, namun rasa lelah itu lenyap ketika usahanya akan segera terwujud.
Ketika sedang duduk beristirahat ponselnya berbunyi, dengan malas ia mengambil ponselnya didalam tas. Nama Lenna terpapang dilayar ponselnya
[ Lin, aku boleh gak menginap dirumah mu ]
tanpa berpikir macam-macam, Alina mengiyakan saja. Ia pikir tidak masalah.
****
Disisi lain, Revan tengah berada disebuah pusat perbelanjaan, memasuki sebuah toko perhiasan. Matanya memilih berbagai bentuk model cincin yang cantik
Akhirnya, pilihannya jatuh pada cincin bermata satu berwarna putih, nampak cantik dan elegan. harganya pun tidak main-main.
Ia meminta kepada sang karyawan untuk membungkus dengan kado. Setelah membayarnya, ia memasukkannya kedalam tas kerja miliknya.
Ia memutuskan untuk langsung pulang, sebab ika ia terlalu beralasan lembur ia khawatir akan membuat Alina curiga.