NovelToon NovelToon
Stuck On You

Stuck On You

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: _Sri.R06

Kehidupan Agnia pada awalnya dipenuhi rasa bahagia. Kasih sayang dari keluarga angkatnya begitu melimpah. Sampai akhirnya dia tahu, jika selama ini kasih sayang yang ia dapatkan hanya sebuah kepalsuan.

Kejadian tidak terduga yang menorehkan luka berhasil membuatnya bertemu dengan dua hal yang membawa perubahan dalam hidupnya.

Kehadiran Abian yang ternyata berhasil membawa arti tersendiri dalam hati Agnia, hingga sosok Kaivan yang memiliki obsesi terhadapnya.

Ini bukan hanya tentang Agnia, tapi juga dua pria yang sama-sama terlibat dalam kisah hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _Sri.R06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perubahan Kaivan

Agnia menggeliat dari tidurnya, setelah merasakan bias cahaya memasuki celah jendela kamarnya. Wanita itu menarik selimut, awalnya ingin kembali tertidur, namun gagal saat mendengar pintu kamar kostnya diketuk dari luar.

Agnia bergumam pelan, lantas bangkit setelah mengikat asal rambutnya. Matanya menyipit saat masih merasakan kantuk, sembari sesekali akan menggosok matanya dengan punggung tangan.

Kemudian ketukan di sana kembali terdengar membuat Agnia mempercepat langkah, sembari berdecak dia berkata, “Iya, siapa?” tanyanya. Namun, begitu pintu terbuka sepenuhnya, yang Agnia lakukan selanjutnya adalah diam. Hingga tidak sampai beberapa detik kemudian mata itu membulat sempurna dan dengan gerakan cepat kembali menutup kamarnya dengan bantingan keras.

Agnia menyentuh dadanya yang berdebar kencang, matanya kembali bergerak gelisah. Dengan pasokan napas yang rasanya kian menipis.

“Kenapa—kenapa dia bisa di sini?” Agnia bergumam, matanya menatap kosong. Pikirannya tidak bisa menemukan alasan itu.

Kemudian Agnia mendengar ketukan lagi, kini dengan suara pria itu yang memanggil namanya. Agnia merasakan tubuhnya menegang, enggan untuk menjawab apapun.

“Bisa kita bicara?” Suara itu memulai, Agnia menggeleng panik di tempatnya.

“Pergi!” pekiknya. Agnia tidak tahu apakah masih ada orang lain di di lingkungan kost-annya. Meskipun dia lebih yakin orang-orang itu sudah melakukan aktivitas mereka di luar kost-an ini. Dan, jika itu benar, Artinya hanya ada Agnia di sini?!

“Tolong … aku ingin berbicara denganmu, sebentar.”

“Pergi, Kaivan!”

Kaivan—pria itu menatap pintu di depannya dengan helaan napas samar. Rahangnya mengeras dengan kepalan tangan yang semakin mengencang. Kaivan marah, dia tidak suka Agnia terlihat takut saat melihatnya.

Kaivan tidak ingin sikap itu. Dia menginginkan Agnia, tapi tidak dengan penolakannya.

“Ada yang perlu aku bicarakan denganmu.” Kaivan, kembali bersuara setelah beberapa saat. Suaranya terdengar lebih lembut. Bahkan Agnia tertegun karenanya.

“Apa yang kamu inginkan?” tanya Agnia, keras. Punggungnya masih bersandar di pintu itu.

“Aku hanya ingin berbicara denganmu. Memperjelas semuanya,” kata Kaivan. Agnia merasakan luapan emosi itu dihatinya.

“Apa yang perlu diperjelas?” Dia tertawa sarkas. “Bukankah kamu selalu membuat semuanya menjadi begitu jelas dengan sikapmu itu padaku?!” tukas Agnia, nada suaranya berubah dingin, meski ia berusaha menahan gemetar dalam suaranya.

“Maaf ….”

Agnia mengernyitkan dahi mendengar suara itu. Cukup pelan hingga Agnia benar-benar harus menajamkan pendengarannya kalau dia salah mendengar.

“Maaf ….” Kembali, kata yang sama. Dan kini Agnia yakin dia tidak salah mendengar.

“Bisakah kita bicara? Hanya sebentar. Aku akan membiarkanmu memilih tempat untuk kita bisa membicarakan ini,” ujar Kaivan.

Agnia tidak mengerti, tapi pada akhirnya dia tetap membuka pintu itu, hanya untuk melihat senyuman tulus Kaivan yang tidak pernah pria itu tunjukan sebelumnya.

“Aku akan berganti pakaian, kamu bisa menunggu di luar sebentar,” kata Agnia. Dia melihat Kaivan mengangguk kecil saat itu.

Agnia jelas masih harus waspada, jadi sebelum dia mandi dan berganti pakaian. Terlebih dulu wanita itu mengunci pintu memastikan keamanan dirinya sendiri.

“Aku tidak akan bertanya bagaimana dia bisa masuk ke sini, atau bagaimana dia bisa menemukan tempatku.” Agnia bergumam pelan.

Karena itu memang benar, pria itu lebih dari mampu untuk melakukannya. Setelah Abian beberapa kali memasuki area tempat tinggalnya, Agnia juga tidak meragukan kemampuan Kaivan yang bisa melakukan hal serupa. Terlebih saat itu Kaivan pernah mengantarnya meskipun itu masih cukup jauh dari tempat tinggalnya.

Tapi, sekali lagi, pasti tidak sulit untuk Kaivan bisa menemukan tempat tinggalnya.

***

“Apa yang mau kamu bicarakan?” Agnia memulai pembicaraan, saat mereka duduk di kursi panjang di sebuah taman yang tidak jauh dari tempat tinggal Agnia hari itu.

“Bisa kita memulai semuanya dari awal?”

Agnia membelalakkan mata. “Apa?!”

Kaivan menatap sorot tajam itu dalam diam. Kemudian helaan napasnya terdengar. “Aku tidak bisa melepasmu begitu saja—”

“Kamu—”

“Karena aku mencintaimu!” Kaivan memotong cepat, membuat Agnia semakin membelalakkan matanya. Bibirnya terkunci rapat, seolah, stok kata kata itu habis seketika.

Agnia menggeleng cepat. Membuat Kaivan menaikkan sebelah alisnya. “Kamu tidak mencintaiku!” Agnia berkata tegas, seolah itu yang seharusnya ada dalam pikiran Kaivan. “Dengarkan aku. Kamu tidak mencintaiku!” ulangnya, mata amber itu menyorot dalam netra kelam Kaivan.

Kaivan mengetatkan rahang, rasanya ada emosi yang meluap hingga hampir meledakkan dadanya saat itu juga. “Aku mencintaimu, dan itu kenyataannya.”

Agnia semakin panik. Dia benar-benar takut dengan pengakuan Kaivan. Pria itu … dia tahu sangat berbahaya, dan jika Kaivan malah mengungkap perasaannya seperti ini. Itu justru menjadi peringatan untuk Agnia.

Kaivan menghela napas, dia menatap lembut wajah Agnia dari samping. Dia selalu mengagumi kecantikan itu, dia selalu mengagumi setiap ekspresi yang ditunjukkan wanita disampingnya.

“Aku tidak akan memaksakan keinginanku padamu, aku juga tidak akan melakukan sesuatu yang bisa membuatmu ketakutan lagi. Agnia … aku hanya ingin semuanya bisa kita mulai dari awal lagi.” Kaivan menggenggam jemari Agnia lembut, yang nyaris Agnia tepis dengan kasar.

Agnia menahannya sekuat tenaga, dia akan bersabar kali ini.

“Aku tidak ingin memberimu harapan Kaivan, aku tidak bisa,” kata Agnia. Aku mencintai orang lain, ungkapnya dalam hati.

“Aku mengerti.” Kaivan kemudian melepaskan genggamannya pada jemari tangan Agnia.

“Aku juga ingin meminta maaf atas perbuatanku selama ini yang selalu membuatmu tidak nyaman.”

Agnia saat itu tidak menjawab, dan Kaivan memahami tentang itu.

“Aku tidak akan menahanmu di sini lagi,” kata Kaivan, Agnia menoleh untuk menatap wajah pria itu. “Aku akan mengantarmu pulang,” sambungnya.

“Aku—”

“Tolong ….”

Agnia sungguh tidak terbiasa dengan sikap Kaivan sekarang. Tapi dia tidak bisa mempercayai pria itu sedikitpun. Meski begitu, Agnia tetap mengangguk untuk mempercepat semuanya.

***

Agnia berjalan dengan langkah kecil, dia memaksa Kaivan untuk tidak mengantarnya sampai di gang menuju tempat tinggalnya. Jadi dia diturunkan sedikit lebih jauh dari sana. Jujur saja, Agnia masih belum bisa menghilangkan ketakutan dan rasa cemasnya saat berdekatan dengan Kaivan.

Agnia memikirkan kembali setiap perkataan pria itu, meski dia belum bisa mempercayainya. Tapi harapan itu ada, dan dia akan sangat senang jika Kaivan bisa sepenuhnya terlepas darinya.

Agnia tidak sadar, jika perjalanannya sudah sampai di tempat tujuan. Dia mendongak dan langsung tersentak melihat kehadiran Abian yang tampak sedang duduk begitu santai di kursi kayu di depan kostnya.

Agnia tidak bisa untuk tidak bertanya-tanya. Apakah Abian sudah berteman dengan satpam yang menjaga kost tempat Agnia tinggal itu.

Tapi sedetik setelahnya, dia menggelengkan kepala merasa pemikirannya sudah pasti salah.

“Apa aku harus meminta Satpam yang berjaga di luar untuk tidak membiarkanmu masuk dengan sembarangan?” Agnia terlebih dulu berbicara begitu dia sudah berdiri di depan Abian.

Pria itu sedang menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dengan tangan yang terlipat di dada. Dan, jangan lupakan senyuman itu yang sialnya selalu membuat Agnia kehilangan akal sehat!

Agnia berdehem canggung saat Abian bangkit dan kini menjulang tinggi di depannya. Pria itu menatap Agnia dengan alis yang terangkat sebelah seolah menantang wanita itu.

Oke, tapi sebaiknya Abian segera menghentikan hal itu! Atau, Agnia akan benar-benar dianggap demam setelah merasakan wajahnya memanas dengan perlahan.

“Aku harus mendapatkan penjelasan!” seru Abian, dia masih menatap Agnia begitu lekat.

Agnia mengernyit, dia lantas mendongak untuk melihat Abian dengan saksama. “Apa?”

“3 hari lalu, apa kamu senang setelah pulang dengan pria itu?” tanya Abian, saat itu Agnia menaikkan sebelah alisnya.

“Sepertinya kamu memang mendapatkan waktu yang baik, ya, dengan pria itu?” tanya Abian, kini malah seperti anak kecil yang merajuk.

“Lalu … apa urusannya denganmu?” Agnia balas menatap netra abu itu. Mereka memang tidak pada situasi di mana harus saling mengabari tentang hal pribadi, kan?

Saat itu Agnia melihat Abian tersentak pelan, dia memutus kontak mata, sebelum terbatuk kecil sambil menjauh dari Agnia yang masih menatapnya dengan lekat.

“Kamu benar,” kata Abian, datar. “Kalau begitu, selamat!” imbuhnya tiba-tiba.

Selamat?! Kenapa aku mengatakan hal itu padanya. Apa kamu telah menjadi bodoh karena cemburu, Abian? Abian meraup wajahnya frustasi saat dia memunggungi Agnia. Pria itu tidak berhenti merutuki dirinya sendiri di kepalanya.

“Tapi aku tidak pulang dengannya,” kata Agnia, tenang.

Saat itu Abian tertegun. Dia menatap tajam pada pintu kost Agnia sebelum memutuskan berbalik dengan raut datar yang sama seperti biasanya. “Bagus,” katanya.

Agnia nyaris tidak bisa menahan dengusan geli yang menggelitik perutnya. Pada akhirnya hanya bisa berdehem canggung dengan susah payah untuk mengembalikan keseriusan di wajahnya seperti semula.

“Kenapa kamu ke sini?” Agnia bertanya, ini yang ingin dia ketahui sedari awal.

Abian kini menatap Agnia dengan serius. “Keluargaku ingin bertemu denganmu. Mereka ingin mengucapkan terima kasih, terutama Papa. Dia berharap bisa melihatmu dan mengucapkan terima kasih padamu secara langsung,” kata Abian, sementara itu Agnia tersentuh. Dia tersenyum kecil begitu pandangannya turun menatap kakinya.

“Begitupun aku,” kata Abian, Agnia kembali mendongak untuk menemukan sorot tulus yang Abian tunjukkan. “Terima kasih, jika bukan karena kamu. Tidak akan ada yang tau apa yang terjadi pada Papa,” imbuhnya pelan.

Agnia mengangguk kecil dengan senyuman di bibirnya.

“Aku akan datang, saat aku memiliki waktu luang nanti,” kata Agnia, saat itu Abian tersenyum dengan begitu cerah.

Kemudian keadaan kembali hening, mereka saling menatap dalam kenyamanan yang tercipta. Namun itu tidak berlangsung lama, karena Agnia segera memutus kontak, dan mendorong Abian untuk pergi dari sana.

“Hei, kamu tidak ingin menjamu tamumu dulu?” Abian protes, meski begitu bibirnya menyunggingkan senyuman kecil.

“Aku tahu kamu seharusnya pergi bekerja. Jadi, jangan membuang waktu di sini!” Agnia bertolak pinggang, menatap tajam Abian yang sudah keluar dari teras kostnya.

“Oh, sebagai tambahan informasi, satpam itu sudah menjadi orangku. Jadi wajar jika dia selalu membiarkan aku datang sesuka hati,” ujar Abian, Agnia menatap pria itu dengan mata yang membulat, dan bibir yang mengerucut lucu.

Agnia jadi mengerti, itu artinya bukan hanya Satpam. Mungkin pemilik kost pun telah Abian ajak diskusi dengan caranya.

Namun memikirkan hal lain, Agnia semakin bingung. Apa Kaivan juga melakukan hal yang sama, hingga bisa memasuki kost tempat Agnia tinggal sekarang.

1
Jam Jam
ceritanya bagus ka, dilanjut ya kak. Semangaaat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!