Suami Rahasia

Zico mematung di belakang setirnya. Dia bukan orang bodoh yang langsung percaya bahwa mobil yang baru saja menjemput istri pertamanya adalah taksi online. Mobil itu terlalu mewah jika hanya sekedar taksi online. Merasa penasaran. Zico memacu mobilnya mengejar mobil yang menjemput Ella.

Sepanjang perjalanan, Zico terngiang akan semua percakapan antara dirinya dan Ella tadi malam. Zico mengetahui dengan jelas bahwa apa yang diucapkan Ella adalah hal yang serius. Dia menduga jika permintaan cerai Ella berhubungan dengan mobil yang menjemput Ella tadi. Zico semakin curiga jika Ella memang sudah mempunyai pria lain. Zico benar benar tidak berkaca kepada diri sendiri. Padahal sudah sangat jelas alasan yang diungkapkan oleh Ella. Tapi pria itu masih tetap curiga jika Ella sudah mempunyai kekasih. Kecurigaan bukan hanya pada hari ini. Kecurigaan itu mulai dari empat hari yang lalu ketika Ella diantar pulang oleh mobil yang sama.

Zico memukul setir mobil itu berkali-kali. Dia memang tidak mencintai Ella sedikitpun. Tidak menghargai dan tidak menganggapnya. Tapi membayangkan Ella menjalin cinta dengan pria lain. Zico merasa harga dirinya terinjak-injak. Dia sungguh tidak menyadari jika dirinya adalah suami yang buruk. Berkali kali Zico mengumpat kepada pengendara lain yang menyalib dan menghalangi jalannya untuk mengejar mobil taksi Ella.

Tidak ingin kehilangan jejak. Zico mengambil jalan pintas untuk tiba terlebih dahulu di depan kantor Ella. Dan benar saja. Ketika dia berhenti di seberang jalan. Tempat parkir di depan kantor Ella masih banyak yang kosong. Zico tetap memilih berhenti di seberang itu. Dia tidak ingin tindakannya ini diketahui oleh Ella. Zico tidak ingin Ella merasa besar kepala karena diikuti oleh dirinya. Zico juga tidak perduli, karena mengikuti Ella lagi ini. Dirinya akan terlambat ke kantor.

Di dalam mobil Bima. Ella merasa tidak nyaman duduk bersebelahan dengan jarak yang sangat dekat dengan Bima. Dia tidak menyangka jika Bima ikut dalam mobil tersebut. Ini kedua kalinya dirinya masuk ke dalam mobil itu.

"Kenapa diam?" tanya Bima sambil menoleh ke Ella. Ella gugup. Di tatap oleh pria tampan dan kaya raya itu membuat nyali Ella menciut. Apalagi Ella sudah bersedia membantu Bima dengan menikahi pria itu. Jujur, Ella takut jika Bima berpikiran jika Ella yang pandai memanfaatkan peluang.

"Santai saja. Anggap kita sebagai sahabat. Itu lebih bagus daripada calon pengantin," kata Bima pelan hampir tidak terdengar sambil memiringkan kepalanya kepada Ella. Ella kembali gugup. Aroma parfum dari pria tampan itu meresap lembut ke penciumannya. Untuk menutupi kegugupan itu akhirnya Ella menganggukkan kepalanya.

"Maaf pak. Sebenarnya saya merasa tidak enak. Karena bapak menjemput saya," kata Ella tenang. Di sudah berhasil mengendalikan rasa gugup itu.

"Jangan terlalu formal berbicara dengan aku Ella. Pakai aku dan kamu saja," kata Bima sambil tersenyum manis. Ella kembali mengangguk kepalanya.

"Dari tadi kamu tahunya cuma menganggukkan kepala," kata Bima lagi sambil terkekeh. Ella juga ikut ikutan tertawa.

"Sudah breakfast?" tanya Bima sambil menoleh ke Ella.

"Sudah pak," jawab Ella cepat. Sebenarnya dia belum sarapan. Tapi Ella takut jika mengatakan belum. Bima akan mengajaknya sarapan bersama.

"Sepertinya kamu berbohong," tebak Bima sambil menatap wajah Ella. Ella tidak bisa untuk berbohong lagi. Dia tertawa kecil.

"Sarapan pagi ini belum pak. Semalam sudah," jawab Ella. Bima tergelak mendengar candaan dari Ella.

"Bagaimana kalau kita sarapan bersama?" tawar Bima lagi.

"Lain kali saja ya pak. Kalau pagi ini sepertinya tidak bisa pak. Waktuku tidak memungkinkan," jawab Ella. Dia melirik jam yang melekat di pergelangan tangannya. Bima juga melakukan hal yang sama. Alasan Ella baginya tepat.

"Baiklah Ella. Lain kali dengan status berbeda tentunya," bisik Bima. Bibirnya hampir menempel di telinga Ella membuat Ella merinding. Ella lagi lagi hanya menganggukkan kepalanya. Ella sangat mengerti dengan status berbeda yang diucapkan oleh Bima. Mereka sudah sepakat akan menikah. Status yang dimaksudkan Bima sudah pasti status suami istri.

"Pak, berhenti di depan," kata Bima lagi kepada sang supir. Mobil berhenti di depan stan penjual bubur kacang hijau. Bima menyerahkan selembar uang merah kepada supir untuk membeli sarapan untuk mereka. Ella menatap Bima. Dalam hati Ella mengagumi Bima yang mau makan makanan pinggir jalan seperti ini.

"Beberapa porsi buat kamu Ella?" tanya Bima. Ella mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Bima. Bima lagi lagi terkekeh.

"Lambungku ukuran s pak. Jadi cukup satu porsi," jawab Ella. Lagi lagi Bima tertawa mendengar jawaban Ella.

"Lambungku ukuran M. Jadi dua porsi untukku pak. Dan untuk bapak sendiri, sesuaikan dengan ukuran lambung bapak," kata Bima kepada supirnya. Sang supir juga tertawa sambil membuka pintu mobil.

Ella kembali merasa canggung. Pak supir yang terlihat antri memesan makanan bisa dipastikan dirinya dan Bima akan lama berduaan di dalam mobil.

"Nanti siang, aku akan menjemput kamu. Kita harus secepatnya menikah Ella," kata Bima serius. Ini alasan menyuruh sang supir membeli sarapan untuk mereka. Bima tidak ingin sang supir mendengar pembicaraan mereka karena Ella menginginkan pernikahan mereka rahasia.

"Maksud bapak kita menikah nanti siang?" tanya Ella terkejut.

"Bukan. Bukan siang ini. Tapi dalam minggu ini. Nanti siang kita membahas tentang pernikahan itu. Aku tidak ingin kamu dirugikan dalam pernikahan ini. Itulah sebabnya kita perlu membahasnya."

"Bolehkah aku meminta om aku yang menjadi waliku nantinya pak?" tanya Ella pelan. Ella mempunyai om di kota ini. Dan omnya itu belum mengetahui jika Ella sudah menikah. Dan lagi lagi itu adalah perintah dari Zico.

"Boleh. Tentu saja boleh Ella," jawab Bima. Setelah mendengar permintaan Ella, Bima semakin yakin jika pernikahan Ella bermasalah.

"Ella, sekali lagi aku meminta maaf karena harus melibatkan kamu ke dalam masalahku. Tapi percaya kepadaku. Setelah kita menikah aku akan bertanggungjawab dan menghargai kamu sebagaimana layaknya suami istri tanpa meminta kewajiban seorang istri dari kamu," kata Bima serius.

"Terima kasih pak. Hanya saja aku berpikir. Dengan pernikahan yang seperti ini. Kita seperti mempermainkan sebuah ikatan suci," kata Ella. Dia belum merasa yakin dengan keputusannya tapi untuk menolak tegas permintaan Bima, Ella merasa mulutnya terkunci.

"Jangan berkata seperti itu Ella. Kita lihat ending nya bagaimana."

Ella menatap Bima. Jauh di lubuk hatinya. Ella berharap pernikahannya dengan Bima nantinya adalah pernikahan terakhir untuk dirinya. Tapi Ella tidak berharap banyak. Jika pernikahannya dengan Bima hanya sebatas membantu pria itu. Ella juga ikhlas. Untuk saat ini Ella hanya ingin membalas dendam kepada Karina dan Zico.