TUAN ARGA

Lagi-lagi aku harus berada di kamar berdua dengannya. Aku harus apa sekarang.

Arga kembali ke kamar setelah berbincang sebentar dengan Jou. Dia melihat istrinya sedang melamun di sofa.

Sepertinya kejadian tadi sangat membekas di otaknya. Dia seperti orang tolol kalau sedang melamun.

"Aku belum mandi." Ujar Arga. Raisa menoleh.

Dia ingin mandi?

"Baik Tuan, saya siapkan air dulu."

Raisa menyiapkan air untuk Arga. Sudah menjadi tugas wajibnya dia memijat punggung dan bahu Arga.

"Kau tidak menyambutku pulang."

Raisa menghentikan pijatan tangannya. Aku pasti sudah gila. Bagaimana bisa aku ketiduran. Padahal aku sudah sangat mewanti-wanti diriku sendiri untuk tidak tertidur.

"Maaf atas kelancangan saya Tuan. Saya memang tidak tahu diri, saya tidak pantas untuk jadi manusia. Maaf saya ketiduran. Busil tidak membangunkan saya."

"Jadi kau menyalahkan orang lain atas keteledoran dirimu sendiri?! Dasar tak tahu diri!"

"Tidak Tuan. Mana berani saya seperti itu. Ini memang salah saya. Saya memang tidak tahu diri saya pantas untuk mendapat hukuman."

Aku ini bilang apa. Tapi sepertinya dia tampak menyukai.

"Baguslah kalau kau masih tahu diri, hukuman seperti apa yang pantas untuk orang bodoh sepertimu? Kemari." Arga mengode Raisa dengan telunjuknya.

Raisa beranjak lalu berjalan ke samping lalu membungkuk.

"Rambutmu bagus jangan di ubah lagi. Meski kau tambah jelek tapi setidaknya kau tidak buruk rupa lagi. Untuk matamu, bagaimana kalau singkirkan saja secara permanen." Ujar Arga dengan suara tenang sambil memainkan rambut bergelombang milik Raisa.

Mendengar itu Raisa kembali menegakkan tubuhnya namun Arga menarik rambut Raisa hingga gadis itu membungkukkan kembali tubuhnya sambil mengaduh sakit.

Awss dia kasar sekali. Bagaimana bisa dia mengatakan hal mengerikan seperti itu dengan wajah tenang.

Sementara yang Arga lihat wajah takut Raisa. Keringat dingin mengucur di pelipis gadis itu.

Apa yang ada di otak kecil gadis itu sehingga dia bergetar ketakutan.

"Tu-tuan sakit." Raisa menanahan denyutan di kepalan saat Arga melepas cekalan tangannya.

"Tuan jika aku buta bagaimana aku melayani anda dengan baik."

Gila aja dia kalau dia beneran mau menyingkirkan mataku. Aku ini masih muda masa buta. Orang buta aja ingin meihat.

"Pintar sekali kau bicara. Kenapa kau terlahir jelek seperti ini? Mataku jadi sakit setiap kali melihatmu."

Aku tidak menyuruhmu untuk melihatku. Aku juga tidak memintamu untuk memilihku jadi istrimu. Memangnya kau saja yang sakit aku lebih sakit darimu. Kenapa si moodmu jelek sekali malam ini.

"Maaf atas ketidak nyamanan anda Tuan . Sebisa mungkin saya akan menghindari anda supaya mata anda tidak sakit."

"Kau mau melepas kewajibanmu sebagai istriku?!"

Astaga! Kenapa dia semakin marah. Aku harus apa?!

"Bukan seperti itu, saya akan tetap menjalankan tugas saya tanpa berpapasan dengan anda."

Arga mendorong tubuh Raisa hingga tubuh gadis itu tersungkur kebelakang.

"Minggir! Dasar tidak berguna!"

Arga bangkit, dia mengambil jubah mandi yang tergantung tak jauh dari bak mandi.

"Siapkan aku pakaian. Jangan membuatku marah lagi atau aku akan menyingkirkan kedua kakimu."

Raisa beranjak kemudian dia langsung bergegas menuju ruang ganti sambil mengusap air mata yang jatuh begitu saja.

Jangan cengeng dia tidak menyentuhmu saja itu sudah menjadu keberuntunganmu. Bertahanlah sampai cinta sejatinya kembali setelah itu kau akan bebas Raisa.